Bhs Indonesia
Contoh Cerpen Beserta Unsur Intrinsiknya Lengkap
Pokok pembahasan kali ini ialah wacana rujukan cerpen singkat beserta unsur intriksiknya, unsur-unsur intriksik cerpen, unsur-unsur ekstrinsik cerpen, unsur-unsur cerpen, cerpen beserta unsur intrinsik dan ekstrinsiknya.
Cerpen sebagai salah satu hasil karya sastra mempunyai unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terkandung di dalamnya. Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra yang berasal atau terdapat dalam karya sastra itu sendiri.
Unsur intrinsik karya sastra mencakup tema, amanat, alur, latar, penokohan, sudut pandang, serta gaya bahasa. Adapun unsur ekstrinsik merupakan unsur pembentuk karya sastra yang berasal dari luar karya sastra.
Unsur ekstrinsik mencakup latar belakang budaya dan pendidikan pengarang, sopan santun istiadat daerah, dan sebagainya.
Sudah berapa cerpenkah yang selesai kalian baca hingga kelas tiga ini? Dapatkah kalian memahami unsur-unsur instrinsik cerpen-cerpen yang kalian baca?
Cerita rekaan Indonesia secara umum memperlihatkan tiga cara penokohan.
Pertama, cara analitik, yaitu pengarang dengan kisahnya menjelaskan tokoh itu.
Cara kedua ialah dramatik, yakni apa dan siapa tokoh itu tidak dikisahkan pengarang secara langsung, tetapi melalui hal-hal lain. Biasanya kedua cara ini digunakan berganti-ganti dalam sebuah dongeng rekaan.
Cara ketiga merupakan cara yang unik. Hal ini terlihat dalam Salah Asuhan, yaitu digunakan cara analitik yang panjang kemudian ditutup dengan dua-tiga kalimat cara-cara dramatik, dan cara dramatik yang panjang disudahi dengan dua-tiga kalimat cara analitik.
Cara dramatik memperlihatkan citra secara tidak pribadi melalui berikut.
a. Gambaran wacana tempat atau lingkungan sang tokoh.
Misalnya digambarkan keadaan kamar si A yang porakporanda. Buku-buku berhamburan, di sudut terlihat sepatunya, di sudut lain tergantung aneka macam macam benda, dan sebagainya.
Dalam hal ini, pengarang tidak perlu menyampaikan tabiat tokoh, pembaca sudah sanggup menarik kesimpulan sendiri bagaimana tabiat penghuni kamar tersebut.
b. Cakapan, yaitu cakapan tokoh itu dengan tokoh lain atau cakapan tokoh-tokoh lain wacana dia.
c. Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain wacana dia.
d. Perbuatan sang tokoh.
Cakapan dalam sebuah dongeng rekaan bersifat serbaguna. Cakapan mempunyai kegunaan untuk memahami tema, alur cerita, penokohan, dan juga untuk mengetahui latar cerita.
Cakapan dalam dongeng selalu menjadi bab yang menyatu dan mendukung isi dongeng yang disampaikan. Cakapan yang tidak ada hubungannya dengan insiden tertentu hanya merusak kesatuan cerita.
Bacalah dua cerpen yang dikutip dari kumpulan cerpen “Buah Keikhlasan” karya Achmad Sapari berikut!
(Buah Keikhlasan, 1997)
(Buah Keikhlasan, 1997)
b. “Musibah” bertema mengenai perputaran kehidupan atau keadaan yang sewaktu-waktu sanggup berubah. Tema tersebut mempunyai subtema kesadaran atau penyesalan seseorang yang muncul lantaran adanya musibah.
1) Latar tempat: tanah pemakaman, rumah Bu Tutik.
2) Latar suasana: kesedihan, ketegaran dan keteguhan, serta kesibukan.
3) Latar waktu: ketika di pemakaman, ketika di rumah Bu Tutik.
b. “Musibah” meliputi:
1) Latar tempat: kampung nelayan dan rumah Pak Bakri.
2) Latar suasana: keadaan yang susah atau sedih di suatu kawasan lantaran adanya peristiwa alam dan penyakit; penyesalan.
3) Latar waktu: pada suatu hari ketika terjadi peristiwa alam di kampung nelayan.
– Ogal = Tegar dan bersemangat mandiri.
– Bu Tutik = Baik hati.
b. “Musibah” tokohnya:
– Pak Bakri = Pencela yang kemudian sadar.
– Bu Bakri = Tidak terungkap jelas.
– Manol = Manja.
– Penduduk = Pemboros.
Cerpen sebagai salah satu hasil karya sastra mempunyai unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terkandung di dalamnya. Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra yang berasal atau terdapat dalam karya sastra itu sendiri.
Unsur intrinsik karya sastra mencakup tema, amanat, alur, latar, penokohan, sudut pandang, serta gaya bahasa. Adapun unsur ekstrinsik merupakan unsur pembentuk karya sastra yang berasal dari luar karya sastra.
Unsur ekstrinsik mencakup latar belakang budaya dan pendidikan pengarang, sopan santun istiadat daerah, dan sebagainya.
Sudah berapa cerpenkah yang selesai kalian baca hingga kelas tiga ini? Dapatkah kalian memahami unsur-unsur instrinsik cerpen-cerpen yang kalian baca?
Cerita rekaan Indonesia secara umum memperlihatkan tiga cara penokohan.
Pertama, cara analitik, yaitu pengarang dengan kisahnya menjelaskan tokoh itu.
Cara kedua ialah dramatik, yakni apa dan siapa tokoh itu tidak dikisahkan pengarang secara langsung, tetapi melalui hal-hal lain. Biasanya kedua cara ini digunakan berganti-ganti dalam sebuah dongeng rekaan.
Cara ketiga merupakan cara yang unik. Hal ini terlihat dalam Salah Asuhan, yaitu digunakan cara analitik yang panjang kemudian ditutup dengan dua-tiga kalimat cara-cara dramatik, dan cara dramatik yang panjang disudahi dengan dua-tiga kalimat cara analitik.
Cara dramatik memperlihatkan citra secara tidak pribadi melalui berikut.
a. Gambaran wacana tempat atau lingkungan sang tokoh.
Misalnya digambarkan keadaan kamar si A yang porakporanda. Buku-buku berhamburan, di sudut terlihat sepatunya, di sudut lain tergantung aneka macam macam benda, dan sebagainya.
Dalam hal ini, pengarang tidak perlu menyampaikan tabiat tokoh, pembaca sudah sanggup menarik kesimpulan sendiri bagaimana tabiat penghuni kamar tersebut.
b. Cakapan, yaitu cakapan tokoh itu dengan tokoh lain atau cakapan tokoh-tokoh lain wacana dia.
c. Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain wacana dia.
d. Perbuatan sang tokoh.
Cakapan dalam sebuah dongeng rekaan bersifat serbaguna. Cakapan mempunyai kegunaan untuk memahami tema, alur cerita, penokohan, dan juga untuk mengetahui latar cerita.
Cakapan dalam dongeng selalu menjadi bab yang menyatu dan mendukung isi dongeng yang disampaikan. Cakapan yang tidak ada hubungannya dengan insiden tertentu hanya merusak kesatuan cerita.
Bacalah dua cerpen yang dikutip dari kumpulan cerpen “Buah Keikhlasan” karya Achmad Sapari berikut!
Contoh Cerpen 1
Sebatang Kara
Tanah di pekuburan umum itu masih lembap ketika para pentakziah sudah pulang. Sementara Ogal masih duduk sambil sesekali menyeka air matanya. Ibu yang selama ini paling ia hormati dan cintai, tadi malam telah meninggal dunia, menghadap Tuhan Yang Maha Esa.
Burung-burung camar terbang rendah dan sesekali mencelupkan paruhnya di air laut.
Bu Tutik dan suaminya masih berdiri di belakang sambil menunggu Ogal. Kedua orang bau tanah asuh itu sangat setia kepada Ogal.
“Rasanya saya sudah tidak punya siapasiapa lagi, Bu,” tiba-tiba Ogal berkata dengan bunyi agak berat.
Bu Tutik memegang lengan Ogal sambil mengelus rambutnya.
“Jangan berkata begitu, anakku. Kami akan menjadi orang tuamu hingga kapan pun.”
“Sampai saya mandiri?” desak Ogal.
“Sampai kapan pun. Aku tidak akan membatasi kamu, lantaran pada hakikatnya engkau ialah anakku juga.”
“Maksud Ibu?” Ogal tidak mengerti.
“Ya, rupanya engkau ditakdirkan untuk saya asuh dan menjadi anak kami. Tetapi kami bertekad untuk menjadi orang tuamu, bukan sekedar orang bau tanah asuh.”
Ogal memeluk Bu Tutik. Air mata di pipinya tak henti-hentinya mengalir sehingga membasahi bajunya. Sementara suami Bu Tutik turut berduka atas simpulan hidup Bu Arpati.
Sebenarnya Ogal masih ragu-ragu, apakah ia akan ikut Bu Tutik atau bertahan hidup dengan mandiri. Jika ia ikut Bu Tutik, tentu tidak sanggup bekerja menyerupai ketika ia masih hidup bersama ibunya. Hal itu menjadikannya manja. Tetapi kalau menolak kebaikan Bu Tutik, terasa tidak enak. Pengorbanan Ibu Guru itu sudah sedemikian besarnya.
Dari pengalaman hidupnya selama ini, banyak hal yang sanggup Ogal petik. Ia biasa bekerja keras, tidak suka menggantungkan pada orang lain. Ia juga biasa hidup prihatin sehingga tidak suka berfoya-foya.
“Bolehkah saya menjajakan camilan elok lagi, Bu?” pinta Ogal kepada Bu Tutik.
“Buat apa, Ogal?”
“Agar saya tetap sanggup bekerja.”
“Kurasa tidak perlu, Ogal. Pusatkan perhatianmu untuk belajar. Sebentar lagi engkau akan ujian.”
“Tapi, saya tidak lezat kalau menganggur, Bu!”
“Di rumahku engkau mustahil menganggur. Engkau sanggup berguru memakai komputer, mengetik, nonton TV, dan memelihara kebun.”
“Tapi, saya akan tidak bekerja, Bu!”
“Pada hakikatnya engkau bekerja juga. Memelihara kebun atau membantuku di rumah juga bekerja.”
“Jadi, tidak harus menjajakan kue, Bu?” Bu Tutik mengangguk.
“Kalau begitu, tolong carikan pekerjaan yang sanggup saya lakukan.” Bu Tutik tersenyum.
“Jangan khawatir.”
Bu Tutik ternyata sanggup memenuhi keinginan Ogal. Banyak pekerjaan yang sanggup dilakukan Ogal. Misalnya, memelihara kebun mangga, mencatat keluar masuknya barang, dan sebagainya.
Kali ini Ogal tidak kalah sibuknya dengan sewaktu berada di desa nelayan. Bahkan mungkin boleh dikatakan sangat sibuk.
Pekerjaan di rumah Bu Tutik tidak hanya satu, melainkan sangat banyak. Walaupun begitu, Bu Tutik tidak pernah memaksa Ogal untuk bekerja. Semua itu hanya semata-mata menuruti keinginan Ogal.
(Buah Keikhlasan, 1997)
Contoh Cerpen |
Contoh Cerpen 2
Musibah Kemakmuran di desa nelayan itu tidak selamanya abadi. Ada saatnya naik dan ada saatnya pula turun kolam gelombang pasang yang datang.
Sudah dua bulan terakhir topan selalu melanda desa itu. Jika sudah demikian, tidak seorang nelayan pun berani mencari ikan memakai perahu, bahkan dengan bahtera motor pun tidak berani.
Pak Bakri, yang dikenal sebagai nelayan terkaya di desa itu juga menderita tanggapan datangnya topan selama dua bulan berturut-turut.
Sebagai juragan nelayan, ia merasa kehilangan pendapatan. Apalagi sesudah datangnya penyakit yang misterius menyerang sebagian besar penduduk. Bu Bakri sudah dua ahad tidak sanggup turun dari tempat tidurnya. Tubuhnya terasa kaku, seolah-olah mati.
Pak Bakri telah menjual dua bahtera motornya. Jika tidak, mana mungkin ia sanggup membayar utangnya pada bank. Padahal sudah waktunya ia harus membayar cicilan utangnya. Belum lagi biaya pengobatan ke dokter dan ke dukun tanggapan penyakit yang diderita Bu Bakri.
Pada ketika itu Pak Bakri mulai mencicipi betapa besarnya kesalahan yang telah diperbuatnya kepada penduduk. Ia yang selama ini suka mencela dan melecehkan penduduk yang miskin, merasa berdosa.
Manol yang selama ini dimanjakan, terasa tidak lagi dipedulikan. Kesusahan keluarga itu terasa sangat menyiksanya.
Penduduk di desa nelayan itu benar-benar berada dalam keadaan tidak berdaya. Kebiasaan mereka membeli barang elektro ketika ekspresi dominan panen ikan, sekarang barang itu dijualnya. Radio, televisi, video, dan sebagainya, dijual semoga mereka sanggup mempertahankan hidupnya. Bukan cuma itu, lemari, kursi, dan komplemen yang dipakainya juga dijual.
Orang-orang yang berada di sekitar desa nelayan itu juga turut mencicipi penderitaan. Mereka yang membuka warung, toko, atau apa saja tidak laku. Pembelinya tidak ada. Utang-utang para nelayan itu menunggak hingga batas waktu yang belum diketahui.....
Tiba-tiba angin bertiup perlahan-lahan. Deburan ombak pun mulai berkurang. Sementara wajah-wajah nelayan menatap ke langit dengan penuh harap. Mereka mulai mencicipi betapa peristiwa alam ini merupakan ujian yang terberat yang pernah mereka alami.
Betapa tidak, selama puluhan tahun belum pernah mereka mengalami peristiwa alam menyerupai ini. Kalaupun ada angin, paling usang cuma tiga hari. Itu pun rasanya sangat meresahkan Selama ini mereka harus beristirahat total selama dua bulan.
(Buah Keikhlasan, 1997)
Unsur-unsur Intrinsik Cerpen
Setelah membaca kedua cerpen di atas, kalian sanggup memilih tema, latar, serta penokohan dalam cerpen. Tema, latar, dan penokohan masing-masing cerpen tersebut sanggup kalian tuliskan sebagaimana rujukan berikut.1. Tema
a. “Sebatang Kara” bertema mengenai keteguhan hati seorang anak yatim piatu yang tidak ingin bergantung kepada orang lain. Tema tersebut mempunyai subtema mengenai kebaikan hati seseorang.b. “Musibah” bertema mengenai perputaran kehidupan atau keadaan yang sewaktu-waktu sanggup berubah. Tema tersebut mempunyai subtema kesadaran atau penyesalan seseorang yang muncul lantaran adanya musibah.
2. Latar
a. “Sebatang Kara” meliputi:1) Latar tempat: tanah pemakaman, rumah Bu Tutik.
2) Latar suasana: kesedihan, ketegaran dan keteguhan, serta kesibukan.
3) Latar waktu: ketika di pemakaman, ketika di rumah Bu Tutik.
b. “Musibah” meliputi:
1) Latar tempat: kampung nelayan dan rumah Pak Bakri.
2) Latar suasana: keadaan yang susah atau sedih di suatu kawasan lantaran adanya peristiwa alam dan penyakit; penyesalan.
3) Latar waktu: pada suatu hari ketika terjadi peristiwa alam di kampung nelayan.
3. Penokohan
a. “Sebatang Kara” tokohnya:– Ogal = Tegar dan bersemangat mandiri.
– Bu Tutik = Baik hati.
b. “Musibah” tokohnya:
– Pak Bakri = Pencela yang kemudian sadar.
– Bu Bakri = Tidak terungkap jelas.
– Manol = Manja.
– Penduduk = Pemboros.