Sistem Pemerintahan

SUDUT HUKUM | Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata “sistem” dan “pemerintahan”. Sistem ialah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa kepingan yang memiliki hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menjadikan suatu ketergantungan antar bagian-bagian yang balasannya kalau salah satu kepingan tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu.

Pemerintahan dalam arti luas ialah segala sesuatu yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri; jadi tidak diartikan sebagai pemerintahan yang hanya menjalankan kiprah direktur saja, melainkan juga mencakup tugas-tugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif, sehingga sistem pemerintahan ialah pembagaian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu, dalam rangka kepentingan rakyat.

Dalam ilmu negara umum (algemeine staatslehre) yang dimaksud dengan sistem pemerintahan ialah sistem hukum ketatanegaraan, baik yang berbentuk monarki maupun republik, yaitu mengenai hubungan antar pemerintah dan tubuh yang mewakili rakyat. Ditambahkan Mahfud MD, sistem pemerintahan dipahami sebagai sebuah sistem hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara. Senada dengan pendapat para jago tersebut, Jimly Asshiddiqie4 mengemukakan, sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian regeringsdaad, yaitu penyelenggaraan pemerintahan oleh direktur dalam hubungannya dengan fungsi legislatif.

Ditinjau dari aspek pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintah sanggup dibagi dua, yaitu : pembagian kekuasana secara horizontal didasarkan atas sifat kiprah yang berbeda-beda jenisnya yang menjadikan banyak sekali macam forum di dalam suatu negara, dan pembagian kekuasaan secara vertikal berdasarkan tingkat pemerintahan, melahirkan hubungan antara pusat dan tempat dalam sistem desentralisasi dan dekonsentrasi.

Dari penelusuran banyak sekali literatur hukum tata negara dan ilmu politik, terdapat beberapa varian sistem pemerintahan. C.F. Strong membagi sistem pemerintahan ke dalam kategori : parliamnetary executive dan non-parliamnetary executive atau the fixed executive. Lebih bervariasi lagi Giovanni Sartori membagi sistem pemerintahan menajadi tiga kategori : presidentialism, parliamnetary system, dan semi-presidentialism. Jimly Asshiddiqie dan Sri Soemantri juga mengemukakan tiga variasi sistem pemerintahan, yaitu : sistem pemerintahan presidensial (presidential system), sistem parlementer (parliamnetary system), dan sistem pemerintahan adonan (mixed system atau hybrid system).

Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan yang paling luas diterapkan diseluruh dunia. Sistem parlementer lahir dan berkembang seiring dengan perjalanan ketatanegaraan Inggris. Dalam sistem parlementer hubungan antara direktur dan tubuh perwakilan sangat erat. Hal ini disebabkan adanya pertanggung jawaban para menteri terhadap parlemen, maka setiap kabinet yang dibuat harus memperoleh dukunganan kepercayaan dengan bunyi terbanyak dari parlemen yang berarti, bahwa setiap kebijakasanaan pemerintah atau kabinet dilarang menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.

Mariam Budiardjo menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan parlementer, tubuh direktur dan DPR bergantung satu sama lain. Kabinet sebagai kepingan dari tubuh direktur yang “bertanggung jawab” diperlukan mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam DPR yang mendukungnya, dan mati-hidupnya kabinet tergantung pada derma dalam DPR (asas tanggung jawab menteri). Selanjutnya Saldi Isra menyimpulkan bahwa, disamping pemisahan jabatan kepala negara (head of master) dengan kepala pemerintahan (head of goverment), huruf paling fundamental dalam sistem pemerintahan parlementer ialah tingginya tingkat dependensi atau ketergantungan direktur kepada derma parlemen. Apalagi, direktur tidak dipilih eksklusif oleh pemilih sebagaimana pemilihan untuk anggota legislatif. Oleh lantaran itu parlemen menjadi pusat kekuasaan dalam sistem pemerintahan parlementer.

Amerika Serikat merupakan tanah kelahiran dan teladan ideal sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini lahir sebagai upaya Amerika Serikat menentang dan melepaskan diri dari kolonial Inggris, dengan membentuk sistem pemerintahan yang berbeda, yaitu pemisahan kekuasaan antara legislatif dan direktur sebagaimana konsep Trias Politica-nya Montesquieu.

Jimly Asshiddiqie mengemukakan sembilan huruf pemerintahan presidensial sebagai berikut:
  1. Terdapat pemisahan kekuasaan yang terang antara cabang kekuasaan direktur dan legislatif.
  2. Presiden merupakan direktur tunggal. Kekuasaan direktur presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja.
  3. Kepala pemerintahan ialah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala negara ialah sekaligus kepala pemerintahan.
  4. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya.
  5. Anggota parlemen dilarang menduduki jabatan direktur dan demikian pula sebaliknya.
  6. Presiden tidak sanggup membubarkan atau memaksa parlemen
  7. Berlaku prinsip supremasi konstitusi, lantaran itu pemerintah direktur bertanggung jawab kepada konstitusi
  8. Eksekutif bertanggung jawab eksklusif kepada rakyat yang berdaulat
  9. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat.

Salah satu huruf sistem pemerintahan presidensial yang utama ialah presiden memegang fungsi ganda, yaitu sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam kekuasaan eksekutif, sebagai kepala pemerintah, Presiden memegang kekuasaan tunggal dan tertinggi. Presiden menentukan dan mengangkat menteri anggota kabinet dan berperan penting dalam pengambilan keputusan didalam kabinet, tanpa bergantung kepada forum legislatif. Karakter sistem presidensial sanggup juga dilihat dari pola hubungan antara forum direktur (presiden) dengan forum legislatif, dimana adanya pemilihan umum yang terpisah untuk menentukan presiden dan anggota legislatif. Sistem presidensial membawa ciri yang berpengaruh pada pemisahan kekuasaan, dimana tubuh direktur dan DPR bersifat independen satu sama lain.

Sistem pemerintahan adonan (mixed system atau hybrid system) ialah sistem pemerintahan yang berupaya mencarikan titik temu antar sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Fungsi ganda presiden sebagaimana dalam sistem pemerintahan presidensial tetap dipertahankan. Namun sebagai kepala pemerintahan, presiden menyebarkan kekuasaan dengan perdana menteri yang menjadikan dual executive system. 

Berdasarkan pola hubungan antara presiden dengan perdana menteri atau forum legislatif, pengaturan dalam konstitusi dan situasi politik sebuah negara mix system sanggup menjadi sistem semi-presidensial dan semi-parlementer. Jika konstitusi atau situasi politik cenderung menunjukkan kekuasaan lebih besar bagi presiden, sistem pemerintahan adonan lebih sering disebut dengan sistem semi-presidensial. Sebaliknya kalau perdana menteri dan DPR memiliki kekuasaan lebih besar dari presiden, sistem adonan lebih sering disebut dengan sistem semi-parlementer.

Sistem pemerintahan yang dianut Indonesia sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Bagir Manan terdapat dua pendapat yang lazim digunakan, yaitu : Kelompok yang beropini bahwa Indonesia menganut sistem presidensial dan kelompok yang beropini bahwa Indonesia menganut sistem campuran. Para jago yang beropini sebagai sistem presidensial lantaran presiden ialah kepala pemerintahan dan ditambah dengan huruf : (a) ada kepastian masa jabatan presiden, yaitu lima tahun; (b) presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR; dan (c) presiden tidak sanggup membubarkan DPR. Sementara itu, yang beropini bahwa Indonesia menganut sistem pemerintah adonan lantaran selain terdapat huruf sistem pemerintahan presidensial terdapat pula huruf sistem parlementer. Ciri parlementer yang dimaksudkan ialah presiden bertanggung jawab kepada forum perwakilan rakyat yang dalam hal ini MPR.

Perubahan Pertama sampai Keempat Undang-Undang Dasar 1945, telah menjadikan sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami banyak sekali perubahan yang amat mendasar. Perubahan-perubahan itu mempengaruhi struktur dan prosedur struktural organ-organ negara Indonesia. Banyak pokok pikiran gres yang diadopsikan ke dalam kerangka Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, di antaranya adalah: (1) Penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi secara komplementer; (2) pemisahan kekuasaan dan prinsip checks and balances; (3) pemurnian sistem pemerintah presidensial; dan (4) Penguatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.17 Perubahan ini yang dikala ini menjadikan banyak sekali kelembagaan negara dan pembentukan sistem dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis.

Rujukan:
  • Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cet. ke-5, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1983,
  • Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislatif: Menguatnya model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, 
  • Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Buana Ilmu, Jakarta, 2007.