Materi Pembuatan Preparat Otot Jantung

Jantung merupakan organ dengan fungsi jantung yakni memompa darah ke seluruh tubuh. Dinding jantung terdiri dari atas tiga lapis yaitu endokardium, miokardium dan epikardium. Pengamatan gambar otot jantung sanggup diperoleh dengan mengamati preparat yang sanggup dibuat sendiri melalui tahapan histoteknik. Materi ini bisa digunakan sebagai wangsit dalam Laporan Praktikum Organ dan Jaringan Otot Jantung baik pada mencit, tikus, burung puyuh, burung merpati / darah, dan kelinci.

A. ALAT
Alat yang digunakan dalam praktikum pengamatan otot jantung kelinci ialah dissecting set, dissecting tray, kapas, botol film, potongan kayu, cetakan parafin, pembakar spirtus, mikrotom, kuas lukis, object glass, cover glass, kertas label, spidol permanen, oven, hot plate, dan mikroskop.

B. BAHAN
Bahan yang digunakan dalam praktikum pengamatan otot janutng kelinci ialah eter, larutan Bouin, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, benzil benzoat, benzol, parafin, albumin mayer, xylol I, xylol II, alkohol 96%, air kran, larutan hematoksilin, larutan eosin, dan entelan.

C. CARA KERJA
  1. Alat, materi dan sampel binatang disiapkan.
  2. Sampel hewan, yaitu kelinci dibius oleh eter hingga pingsan.
  3. Kelinci tersebut dibedah dan diisolasi setiap jaringan/organnya.
  4. Setiap organ dimasukkan ke dalam larutan fiksatif (Bouin) selama 24 jam.
  5. Setelah 24 jam, organ dikeluarkan dari larutan Bouin, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 70% selama 1 jam.
  6. Setelah 1 jam, organ dikeluarkan dari alkohol 70%, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 96% selama 1 jam.
  7. Setelah 1 jam, organ dikeluarkan dari alkohol 96%, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol otoriter selama 1 jam.
  8. Setelah 1 jam, organ dikeluarkan dari alkohol absolut, kemudian dimasukkan ke dalam benzil benzoat selama 12-24 jam.
  9. Setelah 24 jam, organ dikeluarkan dari benzil benzoat, kemudian dimasukkan ke dalam benzol selama 30 menit, 2 kali ganti.
  10. Organ dikeluarkan dari benzol, kemudian dimasukkan ke dalam parafin yang telah dilelehkan dalam panggangan 58° C. Diamkan selama 2 jam.
  11. Organ dikeluarkan dari panggangan dan diletakkan di dalam cetakan.
  12. Organ dalam cetakan dibenamkan dengan parafin cair hingga semua bagiannya tertutupi, kemudian dinantikan hingga kering.
  13. Parafin berisi organ yang telah mengeras, kemudian ditempeli dengan kayu.
  14. Parafin berisi organ yang telah ditempeli kayu, sanggup eksklusif dipotong dengan Mikrotom 7 mikrometer hingga didapatkan sayatan organ yang tipis.
  15. Sayatan tersebut diletakkan di atas object glass yang telah diolesi oleh air dan albumin mayer.
  16. Preparat dipanaskan di atas heater kemudian diberi label.
  17. Preparat diwarnai dengan pewarna yang telah disiapkan.
  18. Preparat ditutup dengan cover glass dan direkatkan dengan entelan.
  19. Preparat diamati di bawah mikroskop.

D. HASIL





E. PEMBAHASAN
Pembuatan preparat organ jantung dimulai dengan persiapan alat dan bahan, serta persiapan sampel binatang yaitu kelinci jantan. Perangkat peralatan yang dipersiapkan untuk melaksanakan isolasi atau pengambilan jaringan badan antara lain peralatan bedah dissecting set (gunting, pinset, scalpel, klem, pemegang jaringan, kassa, dll), dissecting tray, lampu, serta perangkat pengawetan jaringan (fiksasi jaringan) menyerupai wadah untuk fiksasi emersi, dan cairan fiksasi (Bouin, Zenker dll). Persiapan sampel binatang yang digunakan pada praktikum pembuatan jaringan ialah kelinci. Kelinci yang dipilih haruslah sehat, galurnya harus baik dan jelas, mempunyai status gizi yang baik dan dipelihara sesuai dengan syarat-syarat pemeliharaan binatang coba.

Kelinci yang telah didapatkan selanjutnya akan dibedah dan diisolasi jaringan/organnya. Langkah pertama untuk membedah kelinci tersebut ialah dengan pembiusan. Untuk membius kelinci yang akan diambil jaringan tubuhnya praktikan melaksanakan pembiusan inhalasi dengan memakai eter dan sungkup muka hingga kelinci tersebut pingsan. Setelah kelinci tidak sadar, proses berikutnya yakni melaksanakan operasi dan mengambil organ jantung. Organ jantung kemudian dipotong-potong di dalam larutan fisiologis (NaCl 0.9%) dengan tujuan untuk mendapat ukuran yang lebih kecil. Proses pemotongan dilakukan biar cairan fiksasi sanggup masuk ke dalam jaringan dengan baik. Potongan organ kemudian dimasukkan ke dalam wadah-wadah kecil yang telah diberikan label. Wadah yang telah berisi cairan fiksasi serta potongan organ kemudian disimpan ditempat yang sesuai hingga dikala pemerosesan jaringan selanjutnya. Organ yang ingin dijadikan preparat histologi diisolasi harus sesegera mungkin difiksasi, lantaran bila organ yang telah dipotong dan ditinggalkan tanpa suatu perlakuan, maka organ tersebut akan mengalami perubahan yang sangat besar, yaitu akan kering atau mengkerut. Jika organ dipertahankan dalam keadaan basah, yaitu dengan meletakkannya di dalam larutan garam, organ tidak akan segera mengalami perubahan, namun basil akan berkembang dan menghancurkan organ tersebut 
(Suntoro, 1983).  

Sebelum melaksanakan fiksasi, diharapkan pembersihan untuk organ-organ tertentu, contohnya saja organ yang masih berlumuran darah atau organ jalan masuk pencernaan yang di dalamnya masih terdapat sisa-sisa makanan.  Pencucian organ tidak memakai air lantaran air air bukanlah larutan fisiologis. Pencucian dengan air akan menjadikan penggembungan pada organ akhir hiperosmotik lantaran konsentrasi air lebih rendah dibandingkan yang ada dalam sel organ.  Pencucian organ harus memakai larutan fisiologis yaitu NaCl 0,9% (Suntoro, 1983).
            
Setelah benar-benar bersih, organ yang berukuran besar dipotong-potong menjadi lebih kecil. Pemotongan tersebut bertujuan untuk mempercepat penetrasi cairan fiksasi, lantaran bila organ terlalu tebal maka cairan fiksasi akan membutuhkan waktu yang usang untuk menembus potongan tengah organ dan bila terlalu usang potongan tengah organ akan membususk sebelum terfiksasi. Ukuran yang ideal untuk organ ialah 3-5 mm, namun pada pelaksanaannya organ dipotong denga ukuran tebal 1 cm.. hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan alat yang dimiliki.  Untuk memotong organ dengan ukuran ideal dibutuhkan pisau yang sangat tajam biar organ tidak hancur ketika dipotong.  Di laboratorium, pisau yang dimiliki tidak cukup memadai untuk melaksanakan pemotongan yang lebih kecil (Tanzil 1996).

Pemilihan fiksasi Bouin’s didasarkan pada beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut:
  1. Mempunyai daya penetrasi yang cepat dan merata, tetapi sanggup mengakibatkan  terjadinya sedikit pengerutan. Untuk mengatasi hal ini ke dalam larutan Bouin  biasanya di tambahkan asam asetat glasial sesaat sebelum dipakai. Waktu fiksasi cepat yakni 24 jam. Potongan dengan ukuran kecil (2-3 mm) sanggup selesai difiksasi dalam 2-3 jam. 
  2. Asam asetat glasial mempunyai kemampuan sebagai larutan fiksasi walaupun kemampuannya rendah. Asam asetat glasial pada umumnya digunakan bersama dengan larutan fiksatif lain yang berfungsi untuk menghilangkan pengerutan yang disebabkan oleh larutan lainnya. Nukleoprotein dipresipitasi oleh asam asetat dan sering ditambahkan pada zat warna hematoksilin biar inti tampak terperinci dan tajam.
  3. Memberikan warna cemerlang bila diwarnai dengan metoda trichrome. Sangat baik untuk memperlihatkan inti sel menyerupai pada sel benih di testis dan ovum (Jusuf, 2009).

Proses fiksasi dilakukan selama 24 jam.  Organ dan jaringan harus benar-benar dibersihkan dari fiksatif sehabis tepat  24 jam, lantaran bila terlalu usang terendam dalam larutan Bouin’s organ akan menjadi keras dan ringkih sehingga mustahil dipotong dengen tepat memakai mikrotom Proses selanjutnya ialah dehidrasi.  Setiap sel dan jaringan mengandung air sejumlah kira-kira 85% dari sitoplasmanya.  Kandungan air yang banyak tersebut harus dihilangkan lantaran air selamanya tidak akan bercampur dengan paraffin.  Proses tersebut disebut dengan proses dehidrasi.  Apabila proses kekurangan cairan tubuh tidak tepat (masih ada molekul air yang tertinggal), maka paraffin tidak akan mengisi jaringan dengan tepat , alhasil akan didapatkan irisan jaringan yang tidak utuh.
            
Bahan kimia yang digunakan dalam proses kekurangan cairan tubuh ialah alkohol (etanol), rangkaian prosesnya ialah sebagai berikut: Alkohol 70% 1 jam, Alkohol 70% 1 jam, Alkohol 95% 1 jam, Alkohol 95% 1 jam, Alkohol 100% 1 jam, Alkohol 100% 1 jam.  Proses kekurangan cairan tubuh dilakukan perlahan dengan memakai alkohol bertingkat, dimulai dengan alkohol persentase rendah (70%) hingga alkohol absolut.  Menurut beberapa jago hal tersebut tidak terlalu besar lengan berkuasa terhadap organ atau jaringan, kecuali untuk struktur yang sangat halus dan kecil, contohnya kista.
            
Waktu yang digunakan untuk setiap tingkatan tersebut diadaptasi dengan ukuran (besar kecilnya) jaringan.  Semakin tebal organ maka akan semakin usang proses dehidrasinya.  Pada tingkatan alkohol absolut, perhitungan waktu harus tepat, lantaran alkohol otoriter mempunyai kemampuan untuk mengeraskan jaringan (maksimal 1--2 jam untuk organ yang berukuran biasa dengan tebal 2-4 mm) (Suntoro, 1983).
Proses selanjutnya ialah clearing atau penjernihan.  Tujuan utama proses tersebut bukanlah untuk menjernihkan organ, namun untuk menghilangkan dehidran dalam jaringan biar paraffin sanggup meresap kedalamnya, lantaran dehidran yang digunakan (alkohol) tidak sanggup larut dalam paraffin. Jika masih ada dehidran di dalam organ atau jaringan maka paraffin tidak akan meresap tepat ke dalam jaringan atau organ tersebut.  Bahan yang digunakan untuk pembeningan ialah benzyl benzoate. Volume benzyl benzoate yang digunakan diadaptasi dengan besarnya organ, cairan dimasukkan hingga seluruh potongan organ atau jaringan terendam tepat (Tanzil, 1996). Hal tersebut bertujuan untuk meratakan penetrasi dari seluruh permukaan organ.  Proses dilakukan selama 24 jam.  Titik simpulan proses ialah ketika jaringan atau organ telah menjadi bening atau transparan. Jika masih terdapat potongan yang belum transparan maka proses dilanjutkan kembali (Anthony, 1994).

Jaringan atau organ yang telah bening kemudian direndam dalam benzol. Volume yang digunakan hampir sama dengan benzyl benzoate.  Perendaman dilakukan selama 30 menit dengan dua kali ganti (per 15 menit).  Setelah proses tersebut, dilanjutkan dengan tahap infiltrasi. Metode yang digunakan untuk pembuatan preparat ini ialah metode paraffin, sehingga infiltran yang digunakan ialah paraffin cair.  Metode paraffin ini dipilih lantaran mempunyai beberapa kelebihan yaitu:
  1. Irisan sanggup jauh lebih tipis dibandingkan memakai metode beku atau metode seloidin.  Tebal irisan dengan metode paraffin sanggup mencapai 6µ.
  2. Irisan-irisan yang bersifat seri sanggup dikerjakan dengan mudah.
  3. Prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin (Suntoro, 1983).

Proses pembenaman (impregnasi) dilakukan segera sehabis proses infiltrasi, yaitu memasukkan organ ke dalam paraffin cair pada sebuah cetakan kertas karton. Pembuatan kotak karton tersebut ialah sebagai berikut:
  1. Tepi-tepi dari panjang karton dipertemukan ditengah.
  2. Tepi-tepi dari lebar karton dilipat sedikit, tidak hingga bertemu di tengah.
  3. Setiap sudut dilipat ke dalam.
  4. Tepi-tepi dari lipatan dilipat kembali kebelakang sehingga menutupi lipatan sudut tadi.
  5. Kotak dibuka dengan sudut-sudut yang terjepit (Suntoro, 1983).

Organ yang akan dipotong diletakkan pada permukaan bawah paraffin. Masing-masing organ kemudian diberi label biar tidak tertukar.  Proses dilanjutkan dengan proteksi tangkai (holder) pada balok paraffin, yang terbuat dari kayu.  Kotak karton tersebut sanggup dibuka ketika paraffin telah memadat (Suntoro 1983: 59).  Setelah dikeluarkan, blok paraffin kemudian dipotong menjadi blok yang lebih kecil sesuai dengan ukuran masing-masing organ yang dibenamkan. Blok yang berisi organ tersebut kemudian dibuat menjadi sebuah balok dengan sisi yang sama. Selain dengan bentuk balok, sanggup pula dibuat menjadi trapezium, dimana sisi atas dan bawah blok sejajar.  Hal tersebut untuk menghindari membeloknya pita ketika dipotong memakai mikrotom.
  
Blok tersebut kemudian telah siap untuk dipotong.  Sebelum melaksanakan pemotongan, perlu disiapkan beberapa alat yaitu kuas yang berbulu halus untuk mengambil hasil potongan yang berbentuk menyerupai pita dan kertas untuk meletakkan hasil potongan.  Jika seluruh peralatan telah siap maka blok paraffin kemudian dipasang pada mikrotom.  Pada dikala pemasangan hendaknya diperhatikan beberapa hal:
  1. Pastikan blok paraffin tidak miring, hal tersebut sanggup diatur dengan mengencangkan sekrup-sekrupnya.
  2. Pisau yang digunakan harus cukup tajam, dan pastikan telah terpasang dengan benar (kencang).  
  3. Jarak antara blok paraffin dengan mata pisau hendaklah 1--2 mm, biar irisan tidak terlalu tebal dan mengakibatkan blok paraffin menjadi rusak. 
  4. Atur tebal jaringan yang diinginkan, yaitu 6 µm.

Pita-pita hasil potongan diletakkan pada kertas yang telah disediakan untuk dipotong-potong pada setiap batas potongannya.  Potongan-potongan pita tersebut kemudian ditempelkan pada gelas objek memakai Albumin Meyer. Albumin Meyer ialah adonan Albumin (putih telur) dan gliserin dengan perbandingan yang sama. Penggunaan albumin meyer tidak hendaknya tidak terlalu banyak lantaran akan mengotori preparat yang akan kita buat.  Kotoran tersebut sanggup kita bersihkan dengan xilol, namun membutuhkan banyak waktu serta kecermatan biar tidak merusak jaringannya. Albumin meyer yang terlalu sedikit juga akan mengakibatkan lepasnya jaringan pada dikala pewarnaan. Cara perekatan dengan Albumin Meyer ialah dengan meneteskan sedikit (secukupnya) pada gelas objek kemudian diratakan kemudian ditetesi dengan sedikit akuades. Fungsi akuades ialah untuk merentang jaringan yang diletakkan di gelas objek (Suntoro 1983).
Gelas objek tersebut kemudian diletakkan di atas meja pemanas (hot plate) yaitu suatu daerah yang berfungsi untuk merentangkan irisan jaringan dan merekatkan jaringan pada gelas objek.  Suhu yang digunakan ialah 45-50°C. Jika irisan jaringan telah cukup terekat, maka siap untuk diwarnai. Pewarnaan yang pertama dilakukan ialah dengan H&E. Prosesnya ialah sebagai berikut: Xylol 1 selama 3 menit, Xylol 2 selama 3 menit, Alkohol 99% 3 menit, Alkohol 95% 3 menit, Alkohol 70% 3 menit, Dibilas dengan air kran (selama 1-2 menit), Hematoksilin 4 menit, Dibilas dengan air kran (1--2 menit), Eosin 4 menit, Dibilas dengan air kran (1--2 menit), Alkohol 70% 3 menit, Alkohol 95% 3 menit, Alkohol 99% 3 menit, Xylol 1 minimal 3 menit, Xylol 2 minimal 3 menit.

Tahap pencelupan ke dalam Xylol 1 dan 2 berfungsi untuk melarutkan paraffin yang melekat pada gelas objek (deparafinasi).  Hematoksilin merupakan jenis pewarna aquosa sehingga jaringan dari Xylol perlu dibawa ke media aquosa (dibilas dengan air kran) terlebih dahulu, namun jaringan dari Xylol tidak sanggup dipindahkan eksklusif ke media aquosa tapi harus melalui alkohol terlebih dahulu.  Sisa hematoksilin dibilas dengan air kran untuk kemudian dimasukkan ke dalam Eosin (yang merupakan pewarna Spirituosa) (Suntoro 1983).

Selanjutnya tahap terakhir yang dilakukan pada jaringan jantung ialah proses mounting, dalam proses ini sampel jaringan yang telah melalui tahap staining diberikan entelan yang berfungsi sebagai perekat antara cover  glass dan object glass. Setelah cover  glass dan object glass terekat dengan baik kemudian dillakukan pengamatan dibawah mikroskop dan mengambil gambar jaringan yang didapat dengan memakai kamera digital.

Daftar Pustaka
  • Fiore, Mariano S. H. 1986. Histologi manusia. 
  • Jusuf, A. A. 2009. Histoteknik dasar. 
  • Sherwood, L. 2001.  Fisiologi jantung. 
  • Suntoro, S.H. 1983. Metode pewarnaan.