Sistem Pemerintahan Pada Era Reformasi

Sistem Pemerintahan Pada Masa Reformasi

Pengunduran diri Soeharto dari Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 menjadi tanda runtuhnya masa pemerintahan orde gres sekaligus lahirnya reformasi.

Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie

Pada tanggal 22 Mei 1998, Habibie mengumumkan Kabinet Reformasi. Sebagai langkah pertama, ia mengganti Letjen Prabowo dari Panglima Kostrad.

Tetapi mahasiswa tidak bahagia dengan adanya presiden gres yang mereka lihat juga merupakan perpanjangan rezim Suharto. Kabinet Reformasi diresmikan pada tanggal 23 Mei 1998, dan Habibie berjanji akan menggelar pemilu satu tahun kemudian.

Pada tanggal 9 November 1998, mahasiswa kembali mendatangi gedung MPR, mereka menuntut pengadilan Suharto, dan pembatalan dwi fungsi ABRI.

Tokoh-tokoh politik menyerupai Gus Dur, Amin Rais, Megawati, dan Sultan Hamengkubuwono X, mengadakan pertemuan di Ciganjur, dengan para mahasiswa, untuk mendeklarasikan Deklarasi Ciganjur yang berisi reformasi di pemerintahan, dan pembatalan dwi fungsi ABRI.

 Sistem Pemerintahan Pada Masa Reformasi Sistem Pemerintahan Pada Masa Reformasi
Gambar: Dokumentasi Gerakan Reformasi
Pada tanggal 12 November 1998, terjadi lagi demonstrasi di Jakarta yang mengakibatkan 60 orang luka-luka. Pada hari berikutnya, 9 mahasiswa tewas di akrab Universitas Atma Jaya Jakarta.

Akhirnya, MPR memutuskan, pemilu akan digelar pada bulan Juni 1999, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah dibentuk.

Akhirnya pada tanggal 7 Juni 1999, pemilu digelar yang diikuti 48 partai besar dan kecil. Jumlah dingklik di MPR diumumkan pada tanggal 1 September 1999.

Dari 48 partai hanya 21 partai yang sanggup mendapatkan dingklik di MPR, dan hanya 6 partai yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pemilu tahun 2004 yaitu PDI-P (153 kursi) Golkar (120 kursi) PPP (58 kursi), Partai Kebangitan Bangsa (51 kursi), Partai Amanat Nasional (34 kursi), dan Partai Bulan Bintang, (13 kursi).

Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur

Pada pemilihan presiden di MPR pada tanggal 20 Oktober 1999, Habibie mengundurkan diri dari sebagai caon presiden dari partai Golkar, dan digantikan oleh Akbar Tandjung tetapi ia juga mengundurkan diri satu jam kemudian.

Yusril Mahendra dari Partai Bulan Bintang juga mengundurkan diri dari pemilihan presiden itu. Pada pemilihan presiden itu jadinya Abdurrahman Wahid ( Gus Dur) mendapatkan 373 bunyi dan dipilih menjadi presiden, sementara Megawati Sukarnoputri yang mendapatkan 313 suara, dipilih menjadi Wapres oleh MPR. Presiden Gus Dur dan Megawati mengumumkan kabinet pada tanggal 29 Oktober 1999.

Pada bulan Juli 2000, nilai mata uang Indonesia melemah drastis, kelangkaan BBM terjadi di sekitar Pulau Jawa, dan ketegangan politis berlanjut antara Presiden Wahid dan MPR. Presiden Wahid diminta bertemu MPR, untuk menanyakan kasus pemecatan dua menteri ekonomi dari kabinet, dan menanyakan hal- hal lain, tetapi Presiden Wahid tidak menjawab semua pertanyaan MPR.

Presiden Wahid Kemudian meminta maaf pada MPR alasannya yakni tidak memenuhi MPR selama ini, dan memperlihatkan resuffle kabinet.

Pada tanggal 9 Agustus 2000 ia mengumumkan bahwa ia menyerahkan urusan pemerintahan kepada wakil presiden Megawati Sukarnoputri, tetapi ia tetap akan mempertahankan kedudukannya sebagai presiden, ia hanya mendelegasikan tugas-tugas tertentu ke Megawati.

Pada bulan April 2001, dilaporkan negara mengalami defisit anggaran yaitu pengurangan jumlah produksi di dalam negeri.

Hilangnya pendapatan dari kemudahan gas alam di Aceh yang terpaksa ditutup, bursa saham dan nilai mata uang Indonesia mengalami penurunan.

Pada tanggal 30 April 2001 MPR menyetujui nota kesepahaman yang menyatakan bahwa Presiden Wahid memiliki waktu satu bulan untuk meningkatkan kinerjanya, atau ia akan diturunkan dari jabatan presiden melalui sidang istimewa MPR.

Pada 20 Mei 2001 diadakan sidang khusus untuk merekomendasikan pertemuan-pertemuan antara presiden dan MPR, yang mencakup kemungkinan beberapa tugas-tugas presiden untuk didelegasikan ke Wapres Megawati.

Dengan adanya desas desus yang menyebar bahwa Presiden Wahid mungkin mengeluarkan undang-undang darurat secara sepihak, Megawati membatalkan perjalanan ke Malang dan Bali. Pada tangal 28 Mei 2001 Presiden Wahid akan mengeluarkan keputusan untuk membubarkan MPR.

Beberapa menteri, polisi dan pemimpin-pemimin militer tidak akan mendukung keputusan itu. Pada waktu siang hari, Presiden Wahid mengeluarkan suatu keputusan kepada Menteri Keamanan Bambang Yudhoyono untuk memberi kuasa-kuasa khusus dalam situasi keadaan darurat.

Fraksi- fraksi MPR mulai memproses pemanggilan presiden pada sidang khusus yang akan diadakan pada tanggal 1 Agustus,.

Pada tanggal 23 Juli 2001 Gus Dur mengeluarkan maklumat dari Istana Presiden, yaitu membekukan MPR, membubarkan partai Golkar, dan akan mengadakan pemilu dalam satu tahun.

Militer dan polisi mengabaikan keputusan itu, dan enam menteri termasuk Agum Gumelar dan Marzuki Darusman berhenti.

Pada hari yang sama MPR melaksanakan voting dari 591 anggota MPR yang bersepakat untuk memindahkan Gus Dur dari Istana Presiden.

Kemudian Megawati Sukarnoputri dilantik menjadi presiden Indonesia kelima dan kabinet yang ada dibubarkan.

Masa Pemerintahan Megawati

Pada tanggal 9 Agustus 2001, Presiden Megawati mengumumkan kabinet gres yaitu Kabinet Gotong Royong dan Hamzah Haz dipilih sebagai wakil presiden oleh MPR.

Megawati dilantik di tengah keinginan akan membawa perubahan kepada Indonesia alasannya yakni merupakan putri presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, menyerupai nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak memperlihatkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.

Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang ‘dingin’.

Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi Indonesia, dan pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan keinginan untuk mempertahankan kekuasaannya sebagai presiden.