Mikologi
Interaksi Fungi Dengan Nematoda
Nematoda merupakan binatang dengan ciri badan berbentuk gilik dengan lapisan kutikula yang tebal serta mempunyai tekanan hidrostatik yang tinggi dari dalam tubuhnya. Hewan ini sanggup dijumpai di lautan, air tawar, tanah, maupun sebagai benalu di dalam badan binatang maupun tumbuhan (Moore, 2006). Dengan penyebaran habitat yang luas, maka nematoda juga bisa berinteraksi dengan fungi yang juga mempunyai kawasan yang penyebaran yang luas. Diantara keanekaragaman fungi terdapat juga fungi yang memperoleh nutrisi yang berasal dari nematoda.
Setidaknya lebih dari 300 spesies nematoda yang diketahui telah terjangkit oleh fungi menyerupai dari Ascomycota, Basidiomycota, Chytridiomycota, dan Oomycota. Kelompok fungi tersebut secara ekologi menyerang nematoda dikelompokkan menjadi tiga yakni fungi endoparasitik, fungi predator, dan fungi benalu pada telur. Fungi benalu baik endoparasit maupun benalu pada telur menyerang dengan cara adanya miselium eksternal yang berada pada inang serta bisa menghasilkan konidia maupun zoospora yang berada di permukaan badan inang. Selanjutnya konidia atau zoospora akan berkecambah menghasilkan hifa yang bersifat digestif. Sementara fungi predator menyerang dengan cara adanya miselium yang menempel secara adesif, membentuk menyerupai sarang, atau adanya konstriksi miselium pada inang. Organ inang yang terinfeksi oleh hifa tersebut akan masuk ke dalam inang dan mencerna bab dalam badan inang (Barron, 2001). Adapun teladan spesies fungi benalu dan predator pada nematoda disajikan dalam Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 2. Fungi predator pada nematoda. A. Stylopage hadra; B. Nematoctonus species; C. Arthrobotrys; D. Monacrosporium; E. fungi Adhesive knobs. F. Fungi Non-konstriksi; G. Fungi Adhesive net. H. Fungi cincin konstriksi; I. Cystopage; J. Stephanocyst of Hyphoderma; K. Pedilospora dactylopaga; L. Triposporina quadridens; . M. Dactylella passalopaga (Barron 2001).
Salah satu teladan perwakilan dari fungi endoparasit yaitu Harposporium anguillulae. Fungi ini berkembangbiak dengan cara spora konidia mengikuti susukan pencernaan nematoda terutama di lumen esofagus (Gambar 3). Selanjutnya spora akan membentuk hifa dan mempenetrasi rongga badan inang (Gambar 4).
Gambar 3. A. Konidia Harposporium anguillulae, perbesaran 600Í; B. Konidia Harposporium anguillulae yang berada di esofagus nematoda dan berkecambah mulai dari tengah, perbesaran 700Í (Barron, 1972).
Gambar 4. Nematoda yang terjangkit oleh Harposporium anguillulae. Fungi ini menginfeksi mulai dari rongga dalam badan inang sampai menghasilkan spora konidia (Barron, 1972).
Selanjutnya untuk fungi predator sebagai teladan yaitu dari Genus Arthrobotrys (Gambar 5). Genus ini sebagian besar menjerat inangnya dengan memakai hifa yang menempel secara adesif. Fungi ini bisa menghasilkan toksin berupa asam linoleat yang bersifat toksik pada nematoda. Gejala yang ditimbulkan yakni adanya hipersensitif yang lalu diikuti dengan adanya paralisis. Arthrobotrys juga terkadang menghasilkan senyawa antibiotik dengan tujuan semoga kuman kompetitor tidak tumbuh selama fungi tersebut menyerang nematoda. Bahkan sebagian besar fungi ini juga bisa menghasilkan protease yang berupa subtilisin yang bisa menghancurkan lapisan kutikula pada nematoda (Webster and Weber, 2007).
Gambar 5. Contoh fungi predator pada nematoda dari Genus Arthrobotrys. A. Arthrobotrys conoides (Saxena, 2008). B. Arthrobotrys oligospora. C. Arthrobotrys anchonia (Barron, 2001).
Dari klarifikasi mengenai fungi benalu dan predator di atas, maka fungi-fungi tersebut sanggup dipakai sebagai biro biokontrol terhadap nematoda yang bersifat benalu pada tumbuhan maupun binatang (Saxena, 2008). Karena sifat fungi yang benalu terhadap nematoda, maka fungi tersebut dinamakan fungi nematophagous (Webster and Weber, 2007).
Penggunaan fungi nematophagous pernah dilakukan terhadap populasi nematoda yang tumbuh di akar tumbuhan nanas. Kemudian penggunaan lainnya yakni terhadap nematoda yang bersifat benalu terhadap binatang yakni nematoda dari spesies Strongyloides dan Ancylostoma spp. dengan memakai fungi Dactylella ellipsospora yang dilakukan secara in vitro. Arthrobotrys spp. juga sanggup dipakai untuk mengontrol keberadaan nematoda di dalam badan kuda dan keledai (Waller and Larsen, 1993).
Interaksi fungi dengan nematoda yang telah diuraikan di atas sebagian besar bersifat parasit. Interaksi tersebut sanggup diaplikasikan untuk keperluan biokontrol terhadap nematoda yang bersifat benalu terhadap tumbuhan maupun hewan.
Penulis:
Mh Badrut Tamam, M. Sc.
email: mh.badruttamam@generasibiologi.com