Berakhirnya Masa Orde Gres Dan Lahirnya Reformasi

Pembahasan kali ini akan membahas perihal orde gres dan refomasi, krisis ekonomi tahun 1998, penyebab krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997, krisis ekonomi, berakhirnya orde gres dan lahirnya reformasi, masa orde gres dan lahirnya reformasi dan berakhirnya masa orde gres dan lahirnya reformasi

Berakhirnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi


Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur.

Korupsi besar yang pertama terjadi tahun 1970-an saat Pertamina dipegang Ibnu Sutowo. Praktik korupsi menggurita sampai masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 1998.

Rasa ketidakadilan mencuat saat kroni-kroni Soeharto yang diduga bermasalah menduduki jabatan menteri Kabinet Pembangunan VII. Kasus-kasus korupsi tidak pernah menerima penyelesaian aturan secara adil.

Pembangunan Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan ketidakadilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara sentra dan tempat terjadi kesenjangan pembangunan sebab sebagian besar kekayaan tempat disedot ke pusat.

Pembahasan kali ini akan membahas perihal orde gres dan refomasi Berakhirnya Masa Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
Berakhirnya Orde Baru


Akhirnya, muncul rasa tidak puas di banyak sekali daerah, menyerupai di Aceh dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh pertolongan pemerintah.

Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan sosial. Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik.

Pemerintah melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan koran maupun majalah.

Untuk menjaga keamanan atau mengatasi kelompok separatis, pemerintah menggunakan kekerasan bersenjata. Misalnya, kegiatan ”Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997–1998.

Dari Krisis Ekonomi ke Krisis Multidimensi (Segala Bidang)

Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis moneter dan keuangan yang semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke Indonesia.

Hal ini diperburuk dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir. Dari beberapa negara Asia, Indonesia mengalami krisis paling parah. Solusi yang disarankan IMF justru memperparah krisis.

IMF memerintahkan penutupan enam belas bank swasta nasional pada 1 November 1997. Hal ini memicu kebangkrutan bank dan negara. BPK menemukan penyimpangan dana sebesar Rp138 triliun atas penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut.

Saat itu pemerintah menyalurkan BLBI sekitar Rp700 triliun. Ini dilakukan menurut perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi krisis. Sampai bulan Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank. Krisis ekonomi menimbulkan rakyat menderita.

Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan pokok melambung. Pemutusan korelasi kerja (PHK) terjadi di banyak sekali daerah. Daya beli masyarakat menurun.

Bahkan, sampai bulan Januari 1998 rupiah menembus angka Rp17.000,00 per dolar AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah mengeluarkan ”Gerakan Cinta Rupiah”, tetapi tidak bisa memperbaiki keadaan.

Krisis moneter tersebut telah bermetamorfosis krisis multidimensi. Krisis ini ditandai adanya keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa.

Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin menurun. Pemerintah kurang peka dalam menuntaskan krisis dan kesulitan hidup rakyat.

Kabinet Pembangunan VII yang disusun Soeharto ternyata sebagian besar diisi oleh kroni dan tidak menurut keahliannya. Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.