Faktori Internal Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial Dan Contohnya

Faktor penyebab perubahan sosial sanggup dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri (faktor internal) dan faktor yang bersumber dari luar masyarakat (faktor eksternal).

Faktor Internal penyebab perubahan sosial

Faktor internal adalah faktor-faktor yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri yaitu sebagai berikut.

1) Bertambah atau Berkurangnya Penduduk

Bertambahnya penduduk yang sangat cepat, menimbulkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Lembaga sistem hak milik atas tanah mengalami perubahan-perubahan. Orang mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan selanjutnya, yang sebelumnya tidak dikenal.

Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan lantaran berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari tempat ke tempat lain (misalnya transmigrasi).

Perpindahan penduduk tersebut mungkin menimbulkan kekosongan, contohnya dalam bidang pembagian kerja, stratifikasi sosial dan selanjutnya, yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Faktor penyebab perubahan sosial sanggup dikelompokkan menjadi dua Faktori Internal Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial dan Contohnya
Pertumbuhan penduduk

2) Penemuan-Penemuan Baru

Adanya penemuan gres sanggup menimbulkan terjadinya perubahan. Proses penemuan gres disebut inovasi. Penemuan gres sebagai alasannya terjadinya perubahan-perubahan dibedakan menjadi dua, yaitu discovery dan invention.

Discovery adalah penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa suatu alat baru, ataupun yang berupa suatu wangsit yang baru, yang diciptakan oleh seorang individu atau suatu rangkaian ciptaan-ciptaan dari individuindividu dalam masyarakat yang bersangkutan.

Invention adalah penemuan gres yang sudah diakui, diterima, serta diterapkan oleh masyarakat. Sehingga discovery gres menjadi invention bila masyarakat sudah mengakui,
mendapatkan serta menerapkan penemuan gres itu.

Faktor pendorong bagi individu-individu untuk mencari penemuan-penemuan baru antara lain:

a) kesadaran dari orang perorangan akan kekurangan dalam kebudayaan,

b) kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan,

c) perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat

Di dalam setiap masyarakat tentu ada orang perorangan yang sadar akan adanya kekurangan dalam kebudayaan masyarakatnya.

Di antara orang-orang tersebut banyak yang mendapatkan kekurangan-kekurangan tersebut sebagai sesuatu hal yang memang harus diterima saja. Orang lain mungkin tidak puas dengan keadaan itu, akan tetapi tidak bisa untuk memperbaiki keadaan tersebut.

Mereka inilah yang merupakan pencipta-pencipta hal-hal yang gres tadi. Keinginan akan kualitas dari ahli-ahli dalam suatu masyarakat, juga merupakan suatu pendorong bagi terciptanya penemuan-penemuan baru.

Keinginan dari para hebat tersebut untuk mempertinggi kualitas dari hasil-hasil karyanya merupakan pendorong baginya untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan dibuatnya ciptaan-ciptaan yang baru.

Seringkali bagi mereka yang telah menemukan hal-hal yang gres diberikan hadiah atau tanda jasa atas jerih payahnya. Hal ini merupakan pendorong bagi mereka untuk lebih ulet lagi.

Di samping penemuan-penemuan gres di bidang unsur-unsur kebudayaan jasmaniah atau kebendaan, terdapat pula penemuan-penemuan gres di bidang unsur-unsur kebudayaan rohaniyah, contohnya adanya ideologi baru, aliran-aliran kepercayan yang baru, sistem aturan yang baru, dan seterusnya.

Penemuan-penemuan gres yang oleh Ogburn dan Nimkoff dinamakan “social invention” yaitu penciptaan pengelompokan dari individu-individu yang baru, atau penciptaan adat-istiadat baru, maupun suatu perikelakuan sosial yang baru.

Akan tetapi yang terpenting adalah, kesannya terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang kemudian kuat pada bidang-bidang kehidupan lainnya.

Misalnya, dengan dikenalnya nasionalisme di Indonesia pada awal kurun ke 20 melalui mereka yang pernah mengalami pendidikan barat.

Timbullah gerakan-gerakan yang menginginkan kemerdekaan politik, gerakan-gerakan yang kemudian menimbulkan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang gres dikenal yaitu partai-partai politik.

3) Pertentangan (Konflik)

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya .

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya yaitu menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, moral istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.

Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang masuk akal dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antaranggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak tepat sanggup membuat konflik.

Adanya kontradiksi dalam masyarakat sanggup menimbulkan terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan sanggup terjadi antara orang perorangan, orang perorangan dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.

Pertentangan antarkelompok mungkin terjadi antara generasi bau tanah dengan generasi muda. Pertentangan-pertentangan demikian itu kerapkali terjadi, apalagi pada masyarakatmasyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern.

Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya, lebih gampang untuk mendapatkan unsur-unsur kebudayaan ajaib (misalnya kebudayaan Barat) yang dalam beberapa hal memiliki taraf yang lebih tinggi.

Keadaan tersebut sanggup menimbulkan perubahan-perubahan tertentu dalam masyarakat contohnya pergaulan yang lebih bebas antara perempuan dengan laki-laki.

4) Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi di Dalam Tubuh Masyarakat itu Sendiri

Perubahan sanggup terjadi lantaran adanya pemberontakan oleh kekuatan-kekuatan dalam masyarakat terhadap kondisi yang telah mapan.

Sebagai pola yaitu adanya Revolusi Prancis yang merupakan pemberontakan masyarakat kelas bawah yang tertindas terhadap kekuasaan kerajaan yang bertindak sewenang-wenang.

Contoh lain yaitu revolusi yang terjadi pada bulan Oktober 1917 di Rusia yang menimbulkan terjadinya perubahan-perubahan besar.

Negara tersebut yang mula-mula memiliki bentuk kerajaan yang absolut, bermetamorfosis diktator proletariat yang didasarkan pada kepercayaan Marxisme.

Segenap lembaga-lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk negara hingga keluarga batih mengalami perubahan-perubahan yang besar hingga ke akar-akarnya.