Akibat Perkawinan Terhadap Anak

SUDUT HUKUM | Perkawinan yang dilakukan antara seorang wanita dan pria intinya mempunyai tujuan yang salah satunya yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang senang dan awet dengan dilandasi oleh cinta dan kasih sayang antara pria dan perempuan. Membentuk keluarga yang senang bersahabat hubungannnya dengan keturunan merupakan pula tujuan perkawinan, sedangkan pemeliharaan dan pendidikan bawah umur menjadi hak dan kewajiban orang tua, yang dimaksud dengan keluarga di sini ialah satu kesatuan yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak atau bawah umur yang merupakan sendi dasar susunan masyarakat. Sehingga dalam mencapai tujuan tersebut, tidak hanya pemenuhan hak dan kewajiban antara pasangan suami istri tersebut, tetapi juga pihak lain yakni anak.

 Perkawinan yang dilakukan antara seorang wanita dan laki Akibat Perkawinan terhadap Anak


Orang renta dalam keluarga mempunyai kewajiban untuk memelihara dan mendidik bawah umur mereka sebaik-baiknya, sedangkan anak wajib menghormati orang renta dan menaati kehendak mereka yang baik, dan di ketika remaja nanti, anak juga wajib memelihara berdasarkan kemampuannya, orang renta dan keluarga dalam garis lurus ke atas, kalau mereka memerlukan bantuannya.

Anak perlu menerima pemeliharaan hingga pada usia tertentu, alasannya yaitu intinya si anak tersebut secara fisik dan Psikologis belum bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini pihak yang bertanggung jawab yaitu orang tua. Berkaitan dengan hak yang harus didapatkan seorang anak, di dunia termasuk di Indonesia sudah banyak ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur wacana hak hak anak, ibarat di Indonesia, ada Undang-Undang Perlinduangan Anak.

Hak anak sendiri diatur bahwa hak intinya mempunyai hak-hak sipil dan kemerdekaan, selain dari pada hak dasar (hak atas kelangsungan hidup, hak untuk berkembang, hak untuk perlindung dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat) yang harus diperoleh anak sejak ia lahir ke dunia ini8. Indonesia juga menjadi salah satu negara yang melaksanakan pengesahan terhadap Konvensi Hak Anak (KHA) tersebut, yakni dalam Keppres No. 36 Tahun 1990 tertanggal 25 Agustus 1990, yang mana konsekuensinya negara wajib mengakui dan memenuhi hak-hak anak sebagaimana yang dirumuskan dalam KHA. 

Hak-hak sipil dan kemerdekaan dalam KHA intinya meliputi”hak-hak sipil dan politik" yang dimaksudkan tersebut adalah:

  1. Pasal 7 KHA : hak untuk memperoleh identitas
  2. Pasal 8 KHA : hak mempertahankan identitas
  3. Pasal 13 KHA : hak kebebasan berekspresi
  4. Pasal 14 KHA: hak kebebasan berpikir beragama dan berhati-nurani
  5. Pasal 15 KHA: hak kebebasan berserikat
  6. Pasal 16 KHA: hak proteksi atas kehidupan pribadi
  7. Pasal 17 KHA: hak memperoleh gosip yang layak
  8. Pasal 37a KHA: hak proteksi dari aniaya dan perenggutan kemerdekaan Menurut ketentuan KUHPerdata, Pasal 290, 291, dan 292, disebut secara tegas mengenai”keturunan", sedang dalam Pasal 293 dan Pasal 294 KUHPerdata: sekalipun tidak disebutkan secara tegas, tetapi tetap diatur hak-hak anak, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan.


Berkaitan dengan ketentuan ini, aturan membedakan antara keturunan yang sah dan keturunan yang tidak sah. Keturunan yang sah didasarkan atas adanya perkawinan yang sah, dalam arti, bahwa yang satu yaitu keturunan yang lain, berdasarkan kelahiran dalam atau sebagai akhir perkawinan yang sah: Anak-anak yang demikian disebut anak sah. Keturunan yang tidak sah yaitu keturunan yang tidak didasarkan atau suatu perkawinan (yang sah). Orang seringkali menyebut bawah umur demikian juga sebagai ”anak luar kawin." Secara peristilahan hukum, ia tidak sama dengan”anak yang lahir di luar perkawinan."

Perbedaan anak dalam dua kelompok sebagai tersebut di atas anak sah dan anak tidak sah, membawa konsekuensi yang besar di dalam hukum. Pembedaan tersebut didasarkan atas pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip perkawinan monogami, dan tujuan untuk melindungi forum perkawinan sebagai forum suci, dengan pengharapan, bahwa dengan memperlihatkan hukuman pembedaan kedudukan- aturan anak luar kawin dengan anak sah yang sangat mencolok, maka akan mengurangi munculnya anak luar kawin.