Gambaran Umum Perihal Anutan Mui

SUDUT HUKUM | Sebagai sebuah oragnisasi tingkat nasioanal, tentunya Majelis Ulama Indonesia mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP), terutama dalam merespon banyak sekali permasalahan, baik berupa pertanyaan melalui surat, ataupun melaui media lain. Standar Operasional Prosedur ini dalam bahasa yang dikemukakan oleh MUI sebagai pedoaman rumah tangga.

Dalam hal Fatwa, MUI mempunyai Mekanisme Kerja Komisi Fatwa MUI yang telah ditetapkan pada tahun 1997 dengan nomor U-634/MUI/X/1997.Pedoman ini merupakan penyempurnaan dari pedoman penetapan Fatwa  yang diputuskan pada tahun 1986. Karena menganggap bahwa pedoman penetapan Fatwa yang ada dianggap kurang memadai, maka Komisi Fatwa MUI melaksanakan penyempurnaan terhadap metode Fatwa yang usang dan mengeluarkan Surat Keputusan ihwal Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa Majelis Ulama tanggal 12 april 2001.

 Sebagai sebuah oragnisasi tingkat nasioanal Gambaran Umum ihwal Fatwa MUI


Metode penetapan Fatwa yang dilakukan oleh Komisi Fatwa memakai tiga pendekatan, yakni pendekatan Nash Qath’i, Qauli, dan Manhaj. Pendekatan Nash Qath’i dilakukan jika suatu persoalan telah terperinci diungkap oleh al-Qur’an atau Hadits, yakni dengan berpegang pada teks tersebut. Pendekatan Qauli dilakukan jika balasan persoalan sudah diungkap oleh pendapat yang terdapat dalm kitab-kitab yang mu’tabar.

Pengertian Fatwa secara bahasa, Fatwa berasal dari bahasa Arab الفتوى . Tidak ditemukan adanya terjemahan dalam bahasa Indonesia dari kata ini sehingga tetap dipakai sesuai dengan kata asalnya. Kata ini memilki akar kata yang sama dengan kata الفتى (pemuda, anak muda, yang muda dan kuat), seolah-olah ingin menyatakan bahwa ini berarti menguatkan sesuatu dengan menghilangkan hal yang sulit dipahami dan menjadikannya jelas. Dalam banyak sekali bentuk derivasinya, kata yang sering dipakai ialah افتى -يفتى (berfatwa), استفتى –يستفتى (meminta fatwa), dan المفتى (pemberi fatwa, mufti). 

Didalam al-Qur’an, kata ini dipakai beberapa kali, antara lain: kata يفتيٮكم- يستفتونك dan masing-masing dipakai dua kali; kata لاتستفت تستفتليان masing- masing dipakai satu kali; dalam bentuk perintah افتنا satu kali افتونى dua kali; dan فستفتٮھم dua kali. Beberapa pernyataan diatas dipahami mempunyai makna meminta klarifikasi terhadap sesuatu yang belum atau tidak dijelaskan.

Dalam terminologi ushul fiqh, kata Fatwa diberi definisi oleh sebagian kalangan ulama ushul fiqh sebagai “penjelasan hukum suatu persoalan yang merupakan balasan atas suatu pertanyaan”. Definisi ini merupakan pemahaman dari apa yang didefinisikan oleh Ibnu Hamdan Al Hambali ketika mengemukakan makna kata Mufti. Beliau menyatakan bahwa Mufti ialah orang yang memberitahukan aturan Allah SWT alasannya ialah pengetahuannya ihwal dalil-dalil aturan tersebut.

Majelis Majma’ al-Fiqh al-Islami al-Dauli dalam Mu’tamar ke 17 di Aman, Yordania 24-28 Juni 2006 menjelaskan bahwa Fatwa ialah klarifikasi ihwal aturan syara’ ketika ditanyakan, atau terkadang klarifikasi ihwal hukum yang tidak ditanyakan tetapi untuk menjelaskan suatu persoalan semoga tidak terjadi salah persepsi dan perlakuan terhadap hal itu.

Dalam Islam, Fatwa mempunyai posisi penting dalam menuntaskan permasalahan. Al-Quran memperlihatkan bahwa ketika ada undangan Fatwa, Allah SWT menawarkan Fatwa itu melalui wahyu yang turun. Rasulullah SAW juga banyak menuntaskan banyak sekali permasalahan yang dipertanyakan. Pertanyaan para sobat berkaitan dengan kehidupan mereka dalam keluarga, dalam bermasyarakat, jihad, peradilan dan banyak sekali persoalan lainnya, baik menyangkut kepentingan umum maupun dalam hal-hal yang bersifat langsung yang dipertanyakan kepada dia sanggup diselesaikan oleh Beliau melalui Fatwa-fatwa yang demikian banyak.

Situasi masyarakat modern dengan banyak sekali permasalahan yang demikian kompleks tidak memungkinkan seseorang untuk menguasai segala hal dan permasalahan yang terjadi. Oleh karenanya, anutan sanggup dilakukan oleh sebuah forum yang terdiri atas banyak sekali unsur yang saling melengkapi satu sama lain. Lembaga semacam inilah yang sepertinya sesuai dengan posisi Majelis Ulama Indonesia yang dimungkinkan mengeluarkan Fatwa.

Berkaitan dengan kedudukan Fatwa dalam kehidupan umat Islam Fatwa ini juga menegaskan bahwa Fatwa memang tidak mengikat secara hukum. Akan tetapi, ia bersifat mengikat secara agama, sehingga tidak ada peluang bagi orang muslim untuk menentangnya jika Fatwa itu didasarkan kepada dalil-dalil yang terperinci dan benar.