Deskripsi Dan Penjabaran Rino Jawa

Akhir-akhir ini makin banyak film layar lebar yang mengambil kisah dengan latar keindahan alam Indonesia. Sebut saja dua diantaranya yakni film King Kong dan Anacondas: The Hunt for the Blood Orchid. Kedua film ini menampilkan hutan hujan tropis Kalimantan (Borneo) dan Sumatera sebagai daerah yang terkesan purba dan primitif. Memang sudah tak diragukan lagi bahwa hutan hujan tropis Indonesia banyak menyimpan keajaiban alam. Tapi ternyata tidak hanya Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua saja yang mempunyai hutan hujan tropis yang jarang tersentuh oleh manusia, Taman Nasional Ujung Kulon di Banten merupakan tanah purba terakhir di Pulau Jawa. dan daerah inilah yang menjadi benteng terakhir populasi satu-satunya rino terkecil di dunia, rino jawa (Rhinoceros sondaicus).

Gambar 1. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus).

Badak jawa termasuk ke dalam golongan hewan berkuku ganjil atau Perissodactyla. Secara taksonomi, pembagian terstruktur mengenai rino jawa sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum  : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Superkelas : Gnatostomata
Kelas : Mammalia
Super Ordo : Mesaxonia
Ordo : Perissodactyla
Super Famili : Rhinocerotidae
Famili : Rhinocerotidae
Genus : Rhinocerotidae Linnaeus, 1758
Spesies : Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822

Mamalia yang mempunyai korelasi terdekat dengan rino india (Rhinoceros unicornis) ini mempunyai ukuran badan terkecil diantara rino lainnya. Badak jawa mempunyai bibir atas yang lebih Panjang dari bibir bawah dan berbentuk lancip mirip belalai pendek yang berfungsi untuk mengambil makanan. Selain itu, rino jawa jantan mempunyai cula tunggal yang tumbuh di bab depan kepala yang sering disebut dengan “cula melati”. Sedangkan rino betina terkadang mempunyai cula yang kecil benbentuk kepalan tangan yang biasa disebut dengan “cula batok”.

Setelah Vietnam menyatakan rino jawa telah punah di wilayah negara mereka, populasi terakhir rino jawa hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). TNUK merupakan taman nasional pertama di Indonesia dengan luas total 105.694, 46 ha yang terdiri atas luas daratan sebesar 61.357, 46 ha dan luas perairan 44.337 ha. Kawasan timur dari taman nasional ini didominasi oleh formasi Pegunungan Honje sedangkan daerah barat dipisahkan oleh daratan rendah yang merupakan Semenanjung Ujung Kulon. Kawasan TNUK telah mengalami modifikasi lokal yang ekstensif seiring dengan terjadinya letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883. Hal tersebut menimbulkan tanah Ujung Kulon menjadi tanah yang subur sehingga terciptalah hutan hujan tropis yang lebat. Dengan statusnya sebagai taman nasional dan jalan masuk transportasi yang masih terbilang cukup sulit menimbulkan daerah ini sebagai daerah paling tak tersentuh di Pulau Jawa.

Akses insan yang minim menuju daerah TNUK menimbulkan populasi rino jawa didalamnya tak terusik. Hasil inventarisasi terakhir pada tahun 2016 mengatakan bahwa jumlah rino jawa di TNUK yakni sebanyak 67 ekor, bertambah 4 ekor dari tahun sebelumnya. Akan tetapi hal ini bukan berarti rino jawa bebas dari bahaya kepunahan. Pada ketika ini penyebaran rino jawa di TNUK cenderung tidak merata, yaitu lebih banyak didominasi pada daerah selatan Semenanjung Ujung Kulon. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan ketersediaan sumber daya bagi rino jawa. Terkonsentrasinya rino jawa pada suatu lokasi juga sanggup memudahkan pemburu untuk melacak dan memburu satwa tersebut. Selain itu, kondisi populasi rino jawa di Ujung Kulon yang merupakan satu-satunya populasi di dunia juga rawan terhadap bahaya penurunan kualitas genetic dan inbreeding.

Penulis: Dendy Suryo Abaddy

Referensi :
  1. Taman Nasional Ujung Kulon. (2015). Laporan Monitoring Populasi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Labuan: Tidak dipublikasikan.
  2. Hoogerwerf, A. (1970). Udjung Kulon: The land of the last Javan Rhinoceros. Leiden: E.J. Brill.
  3. Rahmat U.M, Santosa Y, Kartono A.P. (2008). Analisis Preferensi Habitat Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 14 (3), 115-124.