Perbedaan Pembagian Terstruktur Mengenai Klasik, Fenetik, Dan Filogenetik


Garis pembatas antara penjabaran klasik, penjabaran fenetik dan penjabaran filogenetik yang dimulai dari masa Linnaeus ‘Species Plantarum’(1753), Origin of Species by Means of Natural Selection oleh Darwin (1859), inovasi kembali genetika mendel (1900), dan perkembangan taksonomi numerik (1957), sesungguhnya tidak terlalu jelas. Klasifikasi klasik diawali dengan penjabaran yang berkembang dalam suatu komunitas sebagai suatu kebutuhan tanpa dipengaruhi oleh sains. Pada masa penjabaran klasik, nama taksa masih berupa nama kawasan menyerupai rumput untuk Poaceae dan rumput teki untuk Cyperaceae. Bahkan, masyarakat pada dikala itu sudah bisa membedakan kelompok dibawah spesies menyerupai kol, brokoli, dan lain-lain (Spesies Brassica oleracea). 

Orang yang pertama kali menciptakan sistem penjabaran permanen yakni Theopratus. Theopratus mengelompokkan 480 taksa menurut ciri morfologi yang mencolok menyerupai perawakan tumbuhan (pohon, semak, herba). Theopratus bahkan sanggup membedakan tipe ovarium yang superior dan inferior, mahkota yang berpisah dan menyatu, anatomi internal yang mencolok, dan tipe buah. Karya Theopratus yang berupa De Historia Plantarum selanjutnya disusun kembali oleh Linnaeus menjadi Genera Plantarum. Pada masa herbalis mendominasi, penjabaran tumbuhan obat disusun memakai ciri buatan, misalnya, menurut abjad. Selanjutnya, Linnaeus mengelompokkan tumbuhan menurut ciri buatan berupa sistem reproduksi. Klasifikasi yang memakai beberapa ciri tertentu yang mencolok disebut juga dengan penjabaran mekanik.

Klasifikasi buatan yang dibentuk oleh Linnaeus tampaknya menjadi epilog penjabaran klasik diikuti dengan dimulainya penjabaran modern. Klasifikasi modern terdiri dari penjabaran fenetik dan penjabaran filogenetik. Berbeda dengan penjabaran klasik, penjabaran modern memakai metode taksonomi numerik dan teknik mengolah data secara modern. Pendekatan yang dipakai dalam penjabaran modern bersifat lebih objektif dan alami dibandingkan penjabaran klasik alasannya lebih banyak ciri yang dipakai dalam menyusun klasifikasi.

Klasifikasi modern dibagi menjadi dua yaitu penjabaran fenetik dan penjabaran filogenetik menurut pendekatan yang digunakan. Klasifikasi filogenetik mengelompokkan taksa menurut garis keturunan (genealogi). Pengelompokan didasarkan pada ciri yang dimiliki bersama dan tidak dimiliki oleh taksa lainnya (synapomorfik). Ciri yang simplesiomorfik (ciri ansestor atau ciri primitif yang diwariskan ke seluruh keturunannya) tidak dipakai dalam penjabaran filogenetik alasannya ciri tersebut tidak sanggup menawarkan kekerabatan genealoginya. Produk dari penjabaran filogenetik yakni kladogram yang menawarkan contoh percabangan, yang menghubungakan antara ansestor dengan keturunannya. Tujuan utama dari penjabaran filogenetik yakni menghasilkan penjabaran sebuah taksa yang mencerminkan sejarah evolusinya.

Berbeda dengan penjabaran filogenetik yang pengelompokan taksanya didasarkan pada ciri synapomorfik (ciri yang mengalami evolusi sehingga berbeda dari ansestornya), penjabaran fenetik melaksanakan pengelompokan taksa menurut persamaan secara keseluruhan tanpa menghiraukan apakah ciri tersebut bersifat simplesiomorfik atau synapomorfik. Produk dari penjabaran fenetik yakni fenogram. Karena pendekatan yang dipakai berbeda, hasil dari penjabaran fenetik dan filogenetik pada taksa-taksa yang sama akan berbeda pula.

Persamaan antara penjabaran klasik, fenetik dan filogenetik terletak pada tujuannya. Ketiga jenis penjabaran tersebut bertujuan menyebarkan sistem penjabaran alami dari keragaman tumbuhan yang ada. Ketiga penjabaran tersebut berusaha menyusun taksa yang berada pada posisi dan tingkatan yang tepat, sanggup diidentifikasi dengan mudah, dikenal dengan gampang di alam, dan cirinya sanggup diprediksi dengan gampang di alam.

Penulis: Andi Madihah Manggabarani