IPS
Peristiwa Pemberontakan Di/Tii Di Aceh Dan Jawa Barat
Pembahasan kali ini akan membahas wacana pemberontakan di/tii, insiden di/tii, pemberontakan di/tii di jawa Barat, pemberontakan di/tii di Aceh, sejarah pemberontakan di/tii pemberontakan di/tii di Indonesia, latar belakang pemberontakan di/tii di aceh, di/tii di aceh
Beliau bahkan mengobarkan perang suci melawan Belanda. Pada tanggal 25 Januari 1949 terjadi kontak senjata antara DI/TII dengan TNI.
Gerakan DI/TII sulit dipadamkan alasannya yaitu mereka menyatu dengan penduduk. Selain itu, gerombolan DI/TII sangat paham dengan kondisi alam kawasan Jawa Barat.
Mereka tidak segan untuk mengadakan ”teror” terhadap rakyat dan kepentingan pemerintah daerah. Ajakan tenang pernah dilontarkan Moh. Natsir sebagai wakil pemerintah.
Namun, belum bisa meluluhkan usaha Kartosuwirjo. Wilayah Jawa Barat hampir seluruhnya berada di bawah imbas Darul Islam. Gerakan DI/TII bisa bertahan selama 13 tahun.
Gerakan DI/TII gres berakhir sehabis Kartosuwirjo tertangkap pada bulan Juni 1962. Pasukan Kujang II/328 Siliwangi dipimpin Letnan dua Suhanda, menangkapnya di Gunung Rakutak, Kecamatan Pacet Majalaya, Kabupaten Bandung.
Beureuh tidak puas dengan status Aceh yang hanya menjadi satu keresidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Hal ini dianggap mengurangi kekuasaannya.
Beliau lalu mengeluarkan maklumat tanggal 21 September 1953. Isinya yaitu Aceh merupakan bab dari DI/TII Kartosuwirjo.
Gerakan Beureuh sulit dipatahkan alasannya yaitu menyatu dengan rakyat dan memahami kondisi wilayah Aceh. Beureuh berhasil mensugesti rakyat Aceh.
Selain menyadarkan rakyat biar percaya kepada pemerintah, Tentara Nasional Indonesia juga melaksanakan operasi militer. Pangdam I Kolonel Jasin berinisiatif mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh tanggal 17–28 Desember 1962.
Daud Beureuh pun kembali ke tengah-tengah masyarakat. Itulah beberapa insiden yang sempat mengganggu jalannya pemerintahan sampai tahun 1960-an. Ada bermacam-macam latar belakang yang menjadikan meletusnya insiden tersebut.
Pemerintah melaksanakan negosiasi dan operasi militer untuk menghadapinya. Sebagian besar perlawanan dan permasalahan bisa teratasi meskipun ketidakpuasan terhadap pemerintah masih muncul.
Peristiwa DI/TII
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) resmi bangun tanggal 7 Agustus 1949. Namun, akar sejarahnya telah ada semenjak zaman Jepang, dikala muncul harapan untuk membentuk negara menurut Islam. Dewan Imamah (Penasihat) DI/TII yaitu Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo.DI/TII |
DI/TII Jawa Barat
DI/TII sempat menguasai Jawa Barat sehabis Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah jawaban Perjanjian Renville. Namun, Kartosuwirjo bersama empat ribu tentaranya tetap bertahan.Beliau bahkan mengobarkan perang suci melawan Belanda. Pada tanggal 25 Januari 1949 terjadi kontak senjata antara DI/TII dengan TNI.
Gerakan DI/TII sulit dipadamkan alasannya yaitu mereka menyatu dengan penduduk. Selain itu, gerombolan DI/TII sangat paham dengan kondisi alam kawasan Jawa Barat.
Mereka tidak segan untuk mengadakan ”teror” terhadap rakyat dan kepentingan pemerintah daerah. Ajakan tenang pernah dilontarkan Moh. Natsir sebagai wakil pemerintah.
Namun, belum bisa meluluhkan usaha Kartosuwirjo. Wilayah Jawa Barat hampir seluruhnya berada di bawah imbas Darul Islam. Gerakan DI/TII bisa bertahan selama 13 tahun.
Gerakan DI/TII gres berakhir sehabis Kartosuwirjo tertangkap pada bulan Juni 1962. Pasukan Kujang II/328 Siliwangi dipimpin Letnan dua Suhanda, menangkapnya di Gunung Rakutak, Kecamatan Pacet Majalaya, Kabupaten Bandung.
DI/TII Aceh
Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh oleh Daud Beureuh. Latar belakang gerakan ini terjadi dikala Indonesia kembali ke negara kesatuan pada tahun 1950.Beureuh tidak puas dengan status Aceh yang hanya menjadi satu keresidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Hal ini dianggap mengurangi kekuasaannya.
Beliau lalu mengeluarkan maklumat tanggal 21 September 1953. Isinya yaitu Aceh merupakan bab dari DI/TII Kartosuwirjo.
Gerakan Beureuh sulit dipatahkan alasannya yaitu menyatu dengan rakyat dan memahami kondisi wilayah Aceh. Beureuh berhasil mensugesti rakyat Aceh.
Selain menyadarkan rakyat biar percaya kepada pemerintah, Tentara Nasional Indonesia juga melaksanakan operasi militer. Pangdam I Kolonel Jasin berinisiatif mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh tanggal 17–28 Desember 1962.
Daud Beureuh pun kembali ke tengah-tengah masyarakat. Itulah beberapa insiden yang sempat mengganggu jalannya pemerintahan sampai tahun 1960-an. Ada bermacam-macam latar belakang yang menjadikan meletusnya insiden tersebut.
Pemerintah melaksanakan negosiasi dan operasi militer untuk menghadapinya. Sebagian besar perlawanan dan permasalahan bisa teratasi meskipun ketidakpuasan terhadap pemerintah masih muncul.