Peranan Endosperm Terhadap Pertumbuhan Kecambah

Biji yang neniliki endosperm merupakan organ yang berasal dari pembuahan ganda. Hasil dari pembuahan ganda tersebut berupa embrio yang berasal dari perkembangan zigot serta adanya endosperm yang berfungsi sebagai nutrisi yang diharapkan oleh embrio selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Endosperm berkembang dari sel triploid yang aktif membelah membentuk multinukleat (supercell) menyerupai yang ditunjukkan dalam Gambar 1 yang memakai biji jagung sebagai sampel (Campbell et al., 2009). 

Gambar 1. Struktur biji jagung (Campbell et al., 2009). 
 
 Endosperm sendiri berasal dari inti kandung forum sel (central cell) yang dibuahi oleh gamet jantan. Endosperm beserta embrio dibungkus oleh integumen yang secara keseluruhan membentuk struktur biji. Perkembangan endosperm sangat memilih proses perkecambahan alasannya endosperm merupakan cadangan makanan yang dibutuhkan selama proses perkecambahan (Berger, 2003). 
 
Kandungan endosperm pada umumnya ialah berupa homopolimer D-glukosa yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer linear yang mempunyai cabang glukan dengan ikatan glikosida pada posisi α-1,6. Pada endosperm jagung terdapat amilopektin yang mempunyai ikatan A dan ikatan B1. Proses pembentukan amilopektin dikatalisis oleh ADP glucose pyrophosphorylase (AGPase) yang merupakan produk dari gen shrunken2 dan brittle2 (Jeon et al., 2010). 
 
Dalam perkembangannya, biji akan mengalami proses perkecambahan. Perkecambahan merupakan proses perubahan embrio menjadi tahapan yang lebih kompleks yang menyangkut perubahan morfologi, fisiologi, dan kimiawi (Starr & Taggart, 2009). Proses perkecambahan diawali dengan proses imbibisi yang kemudian dimulai dengan munculnya bab radikula. Proses tersebut melibatkan prosedur yang kompleks baik dari internal maupun eksternal. Dalam proses perkecambahan terdapat tiga fase yakni fase I, II, dan III (Gambar 2). Fase I merupakan tahapan awal yakni ditandai dengan proses imbibisi pada biji, kemudian fase II masih terjadi proses penterapan air dan sejumlah acara selular, enzimatis, dan reaksi-reaksi kimiawi terjadi peningkatan mulai dari persiapan perkecambahan sampai proses pertumbuhan dan perkembangan pada kecambah yang ditandai dengan munculnya radikula. Pada fase terakhir yakni fase III merupakan pasca perkecambahan (post-germination) merupakan fase dimulainya kehidupan tumbuhan gres (Nonogaki et al., 2010). 
 
Gambar 2. Fase-fase perkecambahan (Nonogaki et al., 2010). 
 
Pada proses perkecambahan biji jagung, maka radikula akan keluar terlebih dahulu kemudian diikuti oleh pertumbuhan plumula (Gambar 3). Proses perkecambahan tersebut sanggup dipengaruhi oleh banyak sekali hal menyerupai kadar air, cahaya, temperatur, oksigen, dan salinitas (Campbell et al., 2009; Martínez et al., 1992). 
 
Gambar 3. Struktur kecambah jagung (Campbell et al., 2009). 
 
Selain itu, proses perkecambahan juga sanggup diinisiasi dengan skarifikasi. Skarifikasi ialah salah satu prosedur dormansi pada biji tumbuhan semoga biji cepat mengalami perkecambahan. Skarifikasi sanggup dilakuan dengan banyak sekali cara menyerupai dengan perlakuan fisis, mekanis, maupun kimiawi (Bewley et al., 2006). 
 
Adapun faktor yang sanggup menjadi inhibitor dalam proses perkecambahan menyerupai tidak tersedianya air, temperatur yang rendah, dan adanya glukosa atau sukrosa. Glukosa dan sukrosa sanggup bertindak sebagai sinyal molekul yang mengontrol lisan gen dan proses perkembangan dalam perkecambahan (Sheen et al., 1999). Menurut Gibson (2005), pada proses perkecambahan, gula sanggup menghambat laju perkecambahan pada tumbuhan Arabidopsis. Sementara pada proses perkembangan biji, konsentrasi sukrosa maupun glukosa yang tinggi sanggup menghambat perluasan kotiledon, gugusan daun, dan pertumbuhan akar pada tumbuhan Arabidopsis. 
 
Adapun mekasnisme molekular dari signaling molekul gula diperantarai oleh Hexokinase1 (HxK1) yang mana akan berinteraksi dengan hormon auksin (IAA), sitokinin, ABA, dan etilen dalam prosedur transduksi sinyalnya (Gambar 4). Dalam proses perkecambahan, kadar glukosa bisa menginduksi ABA melalui produksi etilen yang pada jadinya sanggup menghambat proses perkecambahan (Gazzarrini & McCourt, 2001; Gibson, 2005). 
 
Gambar 4. Mekanisme efek gula terhadap proses perkecambahan 
(Gazzarrini & McCourt, 2001).