IPA
Alat Pembuat Lubang Resapan Biopori Mendapat Hak Paten
Institut Pertanian Bogor dikala ini menempuh proses mendapat paten untuk peralatan lubang resapan biopori. Peralatan tersebut diciptakan Kamir R. Brata, pengajar pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumber daya Lahan, Fakultas Pertanian, pada perguruan tinggi tersebut.
Namun, Kamir tidak menghendaki proses itu nantinya justru menghambat masyarakat untuk memproduksi sendiri peralatan tersebut.
“Sejak awal menemukan peralatan lubang resapan biopori beberapa tahun lalu, saya memang tidak menghendaki patennya. Tetapi, kini institusi saya ingin mematenkan alat ini dengan maksud biar masyarakat mengetahui dasar anutan yang dilahirkan akademisi,” kata Kamir, Rabu (30/1/2008) di Bogor.
Kamir menjelaskan, lubang resapan biopori di dalam tanah itu menuntut perlakuan dengan pengisian sampah organik ke dalamnya. Sampah-sampah organik itu nantinya akan diuraikan mikroorganisme di dalam tanah. Organisme itu pun akan membuka poripori tanah yang bermanfaat untuk menyerap air.
Dia mengatakan, sedikitnya ada 15 manfaat dari pembuatan lubang resapan biopori dengan diameter 10-20 sentimeter dan kedalaman 100 sentimeter itu.
Manfaat tersebut mencakup manfaat penampungan sampah organik, menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah, menyuburkan tanah, mendukung penghijauan, serta mengurangi emisi gas rumah beling akhir pelapukan materi organik.
Kemudian dari aspek sanitasi, biopori dipakai untuk menjaga kebersihan akhir daun yang dipangkas atau berguguran, mencegah polusi udara, serta berfungsi meresapkan air lebih optimal.
Jika biopori tersebut dilakukan secara masif oleh masyarakat, lubang resapan biopori juga akan bisa mencegah banjir dan genangan.
Manfaat lain biopori yaitu meningkatkan cadangan air dalam tanah, mencegah longsornya tanah, menghambat intrusi air laut, dan mengurangi pencemaran air.
“Alat pelubang resapan biopori ini terlalu sederhana sehingga sering dianggap tidak menarik. Tetapi, biopori memang bertujuan untuk menyederhanakan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tanah,” kata Kamir.
Baik ilmuwan maupun masyarakat awam, berdasarkan Kamir, dikala ini mengabaikan adanya kehidupan di dalam tanah yang suatu dikala niscaya berdampak pada kerusakan tanah.
Keanekaragaman hayati di dalam tanah juga jarang diteliti sehingga kelestariannya tidak pernah dijaga.
(Sumber: Kompas, 28 Januari 2008, dengan pengubahan)
Namun, Kamir tidak menghendaki proses itu nantinya justru menghambat masyarakat untuk memproduksi sendiri peralatan tersebut.
“Sejak awal menemukan peralatan lubang resapan biopori beberapa tahun lalu, saya memang tidak menghendaki patennya. Tetapi, kini institusi saya ingin mematenkan alat ini dengan maksud biar masyarakat mengetahui dasar anutan yang dilahirkan akademisi,” kata Kamir, Rabu (30/1/2008) di Bogor.
Kamir menjelaskan, lubang resapan biopori di dalam tanah itu menuntut perlakuan dengan pengisian sampah organik ke dalamnya. Sampah-sampah organik itu nantinya akan diuraikan mikroorganisme di dalam tanah. Organisme itu pun akan membuka poripori tanah yang bermanfaat untuk menyerap air.
15 Manfaat Lubang Resapan Biopori
Lubang Resapan |
Manfaat tersebut mencakup manfaat penampungan sampah organik, menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah, menyuburkan tanah, mendukung penghijauan, serta mengurangi emisi gas rumah beling akhir pelapukan materi organik.
Kemudian dari aspek sanitasi, biopori dipakai untuk menjaga kebersihan akhir daun yang dipangkas atau berguguran, mencegah polusi udara, serta berfungsi meresapkan air lebih optimal.
Jika biopori tersebut dilakukan secara masif oleh masyarakat, lubang resapan biopori juga akan bisa mencegah banjir dan genangan.
Manfaat lain biopori yaitu meningkatkan cadangan air dalam tanah, mencegah longsornya tanah, menghambat intrusi air laut, dan mengurangi pencemaran air.
“Alat pelubang resapan biopori ini terlalu sederhana sehingga sering dianggap tidak menarik. Tetapi, biopori memang bertujuan untuk menyederhanakan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tanah,” kata Kamir.
Baik ilmuwan maupun masyarakat awam, berdasarkan Kamir, dikala ini mengabaikan adanya kehidupan di dalam tanah yang suatu dikala niscaya berdampak pada kerusakan tanah.
Keanekaragaman hayati di dalam tanah juga jarang diteliti sehingga kelestariannya tidak pernah dijaga.
(Sumber: Kompas, 28 Januari 2008, dengan pengubahan)