Cara Mempetahankan Kemerdekaan Indonesia

Pembahasan kali ini membahas terkait cara mempertahankan kemerdekaan, banyak cara mempertahankan kemerdekaan Indonesia usaha mempertahankan Indonesia, usaha usaha mempertahankan Indonesia, kemerdekaan Indonesia, satria nasional.

Diplomasi Mempertahankan Kemerdekaan


Selain melaksanakan usaha fisik, pemerintah Indonesia juga menempuh cara diplomasi untuk menghindari korban yang besar dan untuk memperoleh legalisasi internasional.

Diplomasi yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia antara lain melalui pertemuan Hoge Veluwe, Perundingan Linggajati, Perundingan Renville, Persetujuan Roem-Royen, dan Konferensi Meja Bundar.

a. Pertemuan Hoge Veluwe

Pertemuan Hoge Veluwe di Belanda pada bulan April 1946 terealisasi dengan perantaraan diplomat Inggris, yakni Sir Archibald Clark Keer.

Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia terdiri atas Mr. Suwandi, Dr. Sudarsono, dan Mr. A.K. Pringgodigdo.

Belanda diwakili oleh Dr. H.J. van Mook. Namun, pertemuan ini tidak menunjukkan hasil alasannya Belanda menolak untuk mengakui secara de facto wilayah RI yang terdiri atas Jawa, Madura, dan Sumatra.

Belanda menyodorkan ikatan kenegaraan dengan RI sebagai bab suatu federasi. Oleh alasannya belum diperoleh kesepakatan, Indonesia dan Belanda kembali merencanakan perundingan.
Pembahasan kali ini membahas terkait cara mempertahankan kemerdekaan Cara Mempetahankan Kemerdekaan Indonesia
Perundingan

b. Perundingan Linggajati

Dengan perantaraan diplomat Inggris, yakni Lord Killearn, diadakan pertemuan di Istana Negara dan Pegangsaan Timur 56 antara Indonesia yang diwakili oleh Sutan Sjahrir dengan Belanda di bawah Prof. Schermerhorn.

Selanjutnya, negosiasi dilanjutkan di Linggajati (daerah pegunungan di Cirebon).

Perundingan di Linggajati ini mencapai persetujuan antara lain Belanda mengakui secara de facto RI yang terdiri atas Jawa, Madura, dan Sumatra akan dibuat negara federal yang dinamakan Republik Indonesia Serikat (RI menjadi salah satu negara bagiannya) dan dibuat Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala uni.

c. Perundingan Renville

Hasil negosiasi Linggajati ternyata sulit terlaksana. Bahkan, pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan Agresi Militer I.

Akibatnya, Dewan Keamanan PBB mengirimkan komisi jasa baik yang terdiri atas Australia, Belgia, dan Amerika Serikat sebagai mediator perundingan.

Perundingan kembali dilakukan di sebuah kapal milik Amerika Serikat, yang berjulukan USS Renville. Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Belanda menempatkan seorang Indonesia berjulukan R. Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketuanya.

Hasil negosiasi Renville antara lain Belanda tetap berdaulat hingga terbentuknya RIS, RI sejajar kedudukannya dengan Belanda,

RI menjadi bab dari RIS, dan akan diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS. Selain itu, tentara Indonesia di kawasan Belanda (daerah kantong) harus dipindahkan ke wilayah RI.

d. Perundingan Roem-Royen

Ternyata Belanda melanggar kesepakatan dalam negosiasi Renville dan melancarkan Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948.

Oleh alasannya menerima kecaman dari dunia internasional, Belanda pun menyetujui diadakannya negosiasi kembali dengan mengirimkan van Royen sebagai wakilnya.

Republik Indonesia menugaskan Moh. Roem sebagai utusan. Perundingan bertempat di Hotel Des Indes pada tanggal 14 April–7 Mei 1949.

Perundingan Roem-Royen menghasilkan kesepakatan antara lain penghentian perang gerilya, pemimpin-pemimpin RI dikembalikan ke Yogyakarta, Belanda akan menyokong RI untuk menjadi negara bab RIS dengan mempunyai sepertiga bunyi dalam perwakilan rakyat, dan kedua belah pihak akan ikut dalam Konferensi Meja Bundar.

e. Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Dalam negosiasi tersebut delegasi Belanda dipimpin oleh van Marseveen.

Delegasi Indonesia dipimpin Drs. Moh. Hatta, untuk delegasi BFO (forum permusyawaratan federal yang terdiri atas negaranegara boneka buatan Belanda) dipimpin oleh Sultan Hamid II.

Sidang berlangsung pada tanggal 23 Agustus–2 November 1949. Kesepakatan yang dicapai dalam
KMB sebagai berikut.

  1. Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada Indonesia tanpa syarat dan tidak sanggup ditarik kembali paling lambat tanggal 30 Desember 1949.
  2. Indonesia berbentuk negara serikat dan merupakan sebuah uni dengan Belanda.
  3. Segala hak dan kewajiban Belanda di Indonesia diterima dan dibebankan kepada Indonesia.
  4. Indonesia dengan Belanda akan mengadakan perjanjian dalam bidang ekonomi, keuangan, dan kebudayaan.
  5. Irian Barat masih merupakan kawasan perselisihan dan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.Meskipun tidak memuaskan banyak pihak, tetapi itulah hasil optimal yang sanggup diperoleh. Akhirnya, pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada RIS.