IPS
Kerjasama Indonesia Dengan Jepang
Pembahasan kali ini ialah wacana Indonesai kerjasama dengan jepang, indonesai tolak kersama dengan jepang
Matahari Terbit.
Hal ini memang dibiarkan Jepang untuk meraih simpati penduduk. Saat semangat rakyat menggelora, Jepang memanfaatkannya untuk kepentingan perang. Kedatangan Jepang disikapi bermacam-macam oleh para pemimpin perjuangan. Sikap tersebut antara lain:
kebangkitan.
Jepang menang dalam perang melawan Rusia tahun 1905. Sejak tahun 1933 antara pemimpin Indonesia (Hatta dan Gatot Mangkupraja) telah berinteraksi dengan Jepang.
Di kalangan rakyat muncul ramalan Jayabaya wacana datangnya orang kate yang akan menguasai Nusantara selama umur jagung. Inilah yang menjadikan para pemimpin Indonesia mau bekerja sama. Pemimpin politik direkrut ke dalam bermacam-macam lembaga Jepang.
Tujuannya untuk merebut hati rakyat. Mr. Sjamsudin ditunjuk untuk mengetuai gerakan 3a (Gerakan Tiga A). Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur dipercaya mengelola Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) pada bulan Maret 1943.
Jepang memberi kelonggaran pada Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Organisasi ini didirikan di Surabaya oleh K.H. Mas Mansyur tahun 1937.
Anggaran dasar MIAI diubah menjadi, ”turut bekerja sama dengan sekuat tenaganya dalam pekerjaan membangunkan masyarakat baru, untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon”. Pada bulan Oktober 1943 MIAI diubah menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Sjahrir lalu memelopori gerakan bawah tanah dan didukung oleh mantan anggota PNI Baru. Tokoh lain yang menolak kolaborasi dengan Jepang ialah Amir Sjarifuddin.
Namun, usaha Amir Sjarifuddin gagal sesudah ditangkap bulan Januari 1943 alasannya ialah polisi militer Jepang mengetahui daerah persembunyiannya. Pada bulan Februari 1944 sebanyak 53 pengikutnya ditangkap dan dieksekusi mati.
Amir Sjarifuddin sendiri dieksekusi seumur hidup. Atas jaminan Bung Karno dan Bung Hatta, sanksi Amir Sjarifuddin lalu diperingan oleh pemerintah. Itulah pergerakan kebangsaan pada masa awal dan pertengahan pendudukan Jepang di Indonesia.
Pergerakan kebangsaan semakin ulet sesudah Jepang mulai kalah dalam Perang Pasifik. Pada tanggal 7 September 1944 Jepang mengumumkan untuk memberi kemerdekaan bagi Indonesia di kelak lalu hari.
Oleh alasannya ialah itu, dibentuklah Dokuritsu Zunbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Di forum inilah para pemimpin kita bergabung dan membahas rencana-rencana yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia.
Pergerakan Kebangsaan Zaman Jepang
Kehadiran bala tentara Jepang di Indonesia semula disambut dengan penuh antusias. Rakyat menyambut kedatangan tentara Jepang dengan lambaian Merah Putih dan benderaMatahari Terbit.
Hal ini memang dibiarkan Jepang untuk meraih simpati penduduk. Saat semangat rakyat menggelora, Jepang memanfaatkannya untuk kepentingan perang. Kedatangan Jepang disikapi bermacam-macam oleh para pemimpin perjuangan. Sikap tersebut antara lain:
Mau Bekerja Sama dengan Jepang
Para pemimpin melihat bahwa kehadiran Jepang merupakan peluang untuk meraih kemerdekaan. Ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Bangsa-bangsa di Timur Tengah mengalami masakebangkitan.
Kerjasama Indonesia Jepang |
Jepang menang dalam perang melawan Rusia tahun 1905. Sejak tahun 1933 antara pemimpin Indonesia (Hatta dan Gatot Mangkupraja) telah berinteraksi dengan Jepang.
Di kalangan rakyat muncul ramalan Jayabaya wacana datangnya orang kate yang akan menguasai Nusantara selama umur jagung. Inilah yang menjadikan para pemimpin Indonesia mau bekerja sama. Pemimpin politik direkrut ke dalam bermacam-macam lembaga Jepang.
Tujuannya untuk merebut hati rakyat. Mr. Sjamsudin ditunjuk untuk mengetuai gerakan 3a (Gerakan Tiga A). Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur dipercaya mengelola Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) pada bulan Maret 1943.
Jepang memberi kelonggaran pada Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Organisasi ini didirikan di Surabaya oleh K.H. Mas Mansyur tahun 1937.
Anggaran dasar MIAI diubah menjadi, ”turut bekerja sama dengan sekuat tenaganya dalam pekerjaan membangunkan masyarakat baru, untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon”. Pada bulan Oktober 1943 MIAI diubah menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Menolak Kerja Sama dengan Jepang
Tokoh pergerakan kebangsaan yang menolak bekerja sama dengan Jepang ialah Sutan Sjahrir dan dr. Tjipto Mangunkusumo. Mereka menempuh jalur nonkooperasi. Sjahrir menganggap Jepang membuatkan fasisme.Sjahrir lalu memelopori gerakan bawah tanah dan didukung oleh mantan anggota PNI Baru. Tokoh lain yang menolak kolaborasi dengan Jepang ialah Amir Sjarifuddin.
Namun, usaha Amir Sjarifuddin gagal sesudah ditangkap bulan Januari 1943 alasannya ialah polisi militer Jepang mengetahui daerah persembunyiannya. Pada bulan Februari 1944 sebanyak 53 pengikutnya ditangkap dan dieksekusi mati.
Amir Sjarifuddin sendiri dieksekusi seumur hidup. Atas jaminan Bung Karno dan Bung Hatta, sanksi Amir Sjarifuddin lalu diperingan oleh pemerintah. Itulah pergerakan kebangsaan pada masa awal dan pertengahan pendudukan Jepang di Indonesia.
Pergerakan kebangsaan semakin ulet sesudah Jepang mulai kalah dalam Perang Pasifik. Pada tanggal 7 September 1944 Jepang mengumumkan untuk memberi kemerdekaan bagi Indonesia di kelak lalu hari.
Oleh alasannya ialah itu, dibentuklah Dokuritsu Zunbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Di forum inilah para pemimpin kita bergabung dan membahas rencana-rencana yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia.