Masyarakat Aturan Sopan Santun Papua Dan Hak-Haknya

SUDUT HUKUM | Masyarakat bangsa Indonesia yaitu masyarakat yang Bhineka Tungal Ika, yang berbeda suku, agama, ras dan antar golongan, yang lalu bersatu dalam negara kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 (Hadikusuma, 2003: 105). Mereka hidup, berdiam dalam satu wilayah dengan berdasarkan dan mempunyai aturan budbahasa serta budayanya sendiri-sendiri. Ter Haar menyebutnya dengan masyarakat aturan (adat), yakni:
kelompok-kelompok masyarakat yang tetap dan teratur dengan mempunyai kekuasaan sendiri dan kekayaan sendiri, baik yang berujud maupun tidak berujud” (dalam Hadikusuma, 2003: 105).
Bentuk dan susunan masyarakat aturan tersebut oleh Hadikusuma (2003: 105) disebut dengan komplotan aturan adat, dimana para anggotanya terikat oleh faktor yang bersifat territorial dan genealogis. Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dengan pengertian masyarakat aturan budbahasa sebagaimana diberikan oleh Undang-Undang No.21 Tahun 2001. 

Menurut ketentuan Pasal 1 aksara r Undang-Undang No.21 Tahun 2001, masyarakat aturan budbahasa (Papua) yaitu warga masyarakat orisinil Papua yang semenjak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk pada aturan budbahasa tertentu dengan solodaritas yang tinggi di antara para anggotanya. Masyarakat aturan budbahasa tersebut mempunyai hak-hak yang harus dilindungi sesuai dengan ciri khasnya sebagai masyarakat aturan adat.

Secara dejure dan defacto eksistensi masyarakat aturan budbahasa diakui negara apabila empat syarat yang ditetapkan berdasarkan Pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945 sanggup dipenuhi yakni:
  • Sepanjang masyarakat aturan Adat itu masih hidup; artinya persyaratan tersebut perlu diteliti dengan seksama dan hati-hati jangan memakai ukuran kuantitatif, melainkan secara kualitatif menerima perhatian dari dalam dan luar untuk mencermati perasaan masyarakat aturan budbahasa setempat dengan memakai metode partisipatif mendalam;
  • Sesuai dengan perkembangan masyarakat; yaitu tidak ditafsirkan dari segi ekonomi dan politik, melainkan dari kacamata masyarakat dengan pendekatan empirik, semoga masyarakat aturan budbahasa itu berproses secara bebas;
  • Sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimaksud bahwa masyarakat aturan budbahasa yaitu satu kesatuan dari NKRI itu sendiri, maka metode holistik akan lebih cocok digunakan;
  • Diatur dengan Undang-Undang, yaitu Indonesia sebagai negara hukum, apabila dalam negara segalanya diserahkan kepada hukum, maka kehidupan sehari-hari tidak akan berjalan dengan baik. Banyak kasus yang tidak sanggup diselesaikan secara juridis, ada aspek non juridis yang kuat terhahdap kasus-kasus aturan itu sendiri. Hukum itu perlu diperkaya oleh ilmu-ilmu sosial (antropologi, sosiologi, ekonomi, politik) dan sebagainya. Walaupun Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 194 sudah menjadi bab dari aturan konkret Indonesia dan oleh alasannya yaitu itu di jalankan sebagai contoh yuridis (Rahardjo, 2005:43).

Keempat syarat tersebut di atas, terang merupakan perhatian pemerintah untuk memperlihatkan ratifikasi kepada eksistensi masyarakat aturan budbahasa dengan tujuan untuk menjaga kepentingan negara dan pemerintah sebagai “posisi sentral” yang harus didahulukan. Itulah perilaku aturan Negara wacana masyarakat budbahasa (Saptomo, 2010: 17). 

Hal ini diperkuat dengan kebijakan yang masih berpatokan kepada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “ bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalam dikuasai oleh negara”, sehingga amat kecil kemungkinan masyarakat aturan budbahasa untuk otonom. Negara hendak memberi “pengakuan” dari pada “ pengaturan” kepada masyarakat aturan adat. Bagaimana dengan gosip siapa yang akan mengontrol sumber daya yang berada di daerah-daerah yang semenjak dahulu kala berada di bawah kontrol masyarakat aturan budbahasa (Wignjosoebroto,2005:39).

Berdasarkan pengertian wacana masyarakat aturan adat, dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Undang-Undang No.21 Tahun 2001 wacana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat aturan budbahasa adalah:
a. Hak untuk dilindungi adat, aturan budbahasa dan hak ulayat mereka, masyarakat budbahasa serta masyarakat aturan budbahasa (lihat pada ketentuan ”menimbang” aksara e, Pasal 1 aksara o,p.q,r,s);
b. Hak menikmati hasil pembangunan secara masuk akal (lihat pada ketentuan ”menimbang” aksara b);
c. Hak atas kesetaraan dan keberagaman bahasa dan kehidupan sosial budayanya (lihat pada ketentuan ”menimbang” aksara d, e);
d. Hak peningkatan taraf hidup dari hasil pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua (lihat ketentuan ”menimbang” aksara g).
e. Adanya Majelis Rakyat Papua yang merupakan representasi kultural orang orisinil Papua yang mempunyai wewenang dalam rangka pemberian hak-hak orang orisinil Papua (lihat Pasal 1 aksara g dan Pasal 5 ayat 2);
f. Diakuinya wilayah masyarakat budbahasa yang disebut kampung atau dengan nama lain yang merupakan kesatuan masyarakat aturan yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan budbahasa istiadat setempat (lihat Pasal 1 aksara l);

Dari macam-macam hak yang dimiliki oleh masyarakat aturan adat, nampak bahwa hak ulayat yaitu bab dari hak-hak yang dimiliki masyarakat aturan adat, yakni:
a. Hak untuk dilindungi adat, aturan budbahasa dan hak ulayat mereka, masyarakat budbahasa serta masyarakat aturan budbahasa (lihat pada ketentuan ”menimbang” aksara e, Pasal 1 aksara o,p.q,r,s), dan
b. Hak peningkatan taraf hidup dari hasil pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua (lihat ketentuan ”menimbang” aksara g).