Pengertian Sistem Pembuktian Terbalik

SUDUT HUKUM | Pembuktian yaitu suatu proses acara untuk menerangkan sesuatu atau menyatakan kebenaran wacana suatu peristiwa. Pasal 183 KUHAP menyatakan:
Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Sedangkan mengenai ketentuan alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 KUHAP:

  1. Alat bukti yang sah ialah: Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa.
  2. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Undang-Undang Pencucian Uang menganut pula sistem pembuktian terbalik, dimana justru terdakwa sendirilah yang diwajibkan untuk menerangkan bahwa ia tidak bersalah. Pasal 35 Undang-Undang Pencucian Uang menyatakan: “untuk kepentingan investigasi disidang pengadilan, terdakwa wajib menerangkan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana”.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menjelaskan bahwa sistem pembukian terbalik ialah terdakwa memiliki hak untuk menerangkan bahwa ia tidak melaksanakan tindak pidana korupsi dan wajib menunjukkan keterangan wacana seluruh harta bendanya dan harta benda isterinya atau suami, anak, dan setiap orang atau korporasi yang diduga memiliki korelasi dengan kasus yang bersangkutan dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk menerangkan dakwaannya.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 memuat sistem pembuktian terbalik yaitu sistem dimana beban pembuktian berada pada terdakwa dan proses pembuktian ini hanya berlaku pada ketika investigasi di sidang pengadilan dengan dimungkinkannya dilakukan investigasi suplemen atau khusus bila dalam investigasi persidangan diketemukan harta benda milik terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi namun hal tersebut belum didakwakan, bahkan bila putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tetapi diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi, maka negara sanggup melaksanakan somasi terhadap terpidana atau jago warisnya.