Pengisian Jabatan Kepala Daerah

SUDUT HUKUM | Secara filosofis, negara republik ialah negara yang dibuat oleh dan untuk kepentingan umum. Berdasarkan pemahaman ini sekaligus tercermin, semua jabatan dalam negara republik ialah jabatan yang berfungsi mewujudkan kepentingan umum. Karena itu intinya semua jabatan, pengisian jabatan, dan pemangku jabatan dalam republik baik secara eksklusif atau tidak eksklusif memerlukan keikutsertaan publik, termasuk pertanggungjawaban, pengawasan dan pengendaliannya. Sistem politik demokrasi akan berbeda dengan sistem politik kediktatoran menyerupai pembatasan masa jabatan, pemilihan secara teratur, alternatif pilihan dan sebagainya. 

Dalam sistem politik demokrasi, dianut paham bahwa semua acara bernegara termasuk pengisian jabatan Kepala Daerah memerlukan partisipasi rakyat. Pemerintahan demokrasi ialah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Amanemen Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya pada tingkat lokal. Salah satu perubahan ketatanegaraan pada tingkat lokal atau kawasan ialah wacana pengisian jabatan Kepala Daerah. Dinyatakan bahwa: “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. 

Frasa kata “dipilih secara demokratis” dalam pengisian jabatan Kepala Daerah sanggup dibedakan menjadi dua cara utama, yaitu :
  1. Pemilihan eksklusif (popular vote). Rakyat secara eksklusif menentukan calon-calon Kepala Daerah yang diajukan atau memajukan diri dalam pemilihan.
  2. Pemilihan tidak eksklusif (indirect popular vote), Kepala Daerah dipilih oleh DPRD.

Pemilihan kepala kawasan dengan calon tunggal dilaksanakan dengan pemilihan langsung, dengan sarana sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakilbupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon, yang menyebutkan bahwa; “Sarana yang dipakai untuk menawarkan bunyi pada Pemilihan 1 (satu) Pasangan Calon memakai surat bunyi yang memuat foto Pasangan Calon, nama Pasangan Calon dan kolom untuk menawarkan pilihan oke atau tidak setuju.”