Potensi Minyak Ikan Sebagai Energi Biodiesel


Sobat, mirip kita ketahui Indonesia dengan luas lautnya yang tinggi mempunyai produksi ikan yang besar. Ikan biasa diolah menjadi banyak sekali olahan dengan banyak sekali tujuan mirip mendapat rasa yang enak, mengawetkan, meningkatkan nilai jual dan kegunaan, dan lain-lain. Seiring dengan berkembangnya teknologi proses pengolahan ikan dihasilkan juga limbah yang cukup besar. Pada limbah tersebut terdapat kandungan minyak yang cukup besar. Minyak ikan sebagai limbah pengolahan hasil perikanan merupakan materi yang berpotensi untuk pembuatan biodiesel. Minyak ikan sanggup diperoleh dari ekstraksi ikan dan limbah industri fillet ikan, industri penepungan ikan maupun pengalengan ikan.

Menurut Estiasih et al. (1996) menyatakan limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan ikan lemuru untuk seluruh Indonesia sebanyak 1.176 ton per tahun. Data produksi pengolahan tepung ikan dari hasil tangkapan maritim pada tahun 2007 menurut DKP (2007) yaitu sebesar 14.954 ton. Tepung ikan dari ikan lemuru menghasilkan minyak hingga 16 % (Iriaanto dan Giyatmi 2009). Data produksi pengolahan pengalengan ikan dari hasil tangkapan maritim pada tahun 2007 menurut DKP (2007) yaitu sebesar 45.580 ton. Minyak ikan yang dihasilkan dari pengalengan ikan lemuru yaitu sebesar 8-18 % (Irianto dan Giyatmi 2009).

Biodiesel atau biosolar yaitu materi bakar yang mengandung senyawa metal ester asam lemak (Fatty Acid Methyl Esters, FAME) dengan karakteristik yang ibarat minyak solar. Biodiesel diperoleh dari pengubahan minyak (trigliserida) dan asam lemak menjadi FAME melalui proses transesterifikasi. Biodiesel yang berasal dari proses transesterifikasi ini sanggup digunakan secara pribadi ataupun dicampur dengan materi bakar diesel lain untuk digunakan di dalam mesin diesel (Hambali et al. 2006).

Pembuatan biodiesel dari minyak ikan dibentuk melalui proses transesterifikasi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan biodiesel dari minyak ikan yaitu kandungan FFA (Free Fatty Acid/asam lemak bebas) dalam minyak ikan. FFA dalam minyak ikan akan menyebabkan terbentuknya sabun jawaban reaksi dengan katalis basa pada proses transesterifikasi. Sabun tersebut akan mengganggu proses pemurnian biodiesel alasannya menyebabkan timbulnya emulsi. Untuk itu perlu dilakukan esterifikasi terhadap minyak dengan kandungan FFA lebih dari 2,5 % sebelum dilakukan transesterifikasi. Esterifikasi dilakukan dengan memakai metanol dan katalis asam yang mengubah FFA menjadi ester, sedangkan transesterifikasi akan mengubah trigliserida menjadi FAME (Susila 2009).

El-Mashad et al. (2008) menyebutkan penelitian pembuatan biodiesel dari minyak ikan salmon menghasilkan rendemen sebesar 97,6 %. Penelitian Utomo et al. (2009) menyatakan pembuatan biodiesel dari minyak ikan lemuru melalui reaksi esterifikasi dilanjutkan transesterifikasi. Biodiesel yang dihasilkan mempunyai kualitas sesuai standar biodiesel SNI 04-7128-2006 yang disyaratkan. Biodiesel dari minyak ikan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan biodiesel lain dari produk tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan emisi gas buang yang kecil dibandingkan biodiesel dari flora (Molin dan Ledebjer 2009).

Sobat, pengoptimalan pemanfaatan minyak ikan sebagai materi pundak biodiesel sanggup dilakukan dengan membangun unit-unit pengolahan ikan. Produksi biodiesel dari minyak ikan sanggup dilakukan di area unit pengolahan ikan sehingga lebih terintegrasi. Hal ini akan meningkatkan nilai tambah pengolahan ikan alasannya sanggup memanfaatkan limbah pengolahannya serta sanggup menghemat biaya transportasi pengumpulan minyak ikan sebagai materi baku.

Penulis: Ayu Fitri Izaki

Referensi:
  1. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Data Potensi, Produksi dan Ekspor/Impor Kelautan dan Perikanan. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan.
  2. El-Mashad H.M., Zhang R., Bustillon R.J.A. 2008. A two-step process for biodiesel production from salmon oil. Biosystem Engineering 99: 220-227.
  3. Hambali E., Suryani A., Dadang, Hariyadi, Hanfie H., Reksowardojo L.K., Rivai M., Ihsanur M., Suryadarma P., Tjitrosemito S., Soerawidjaja T.H., Prawitasari T., Prakoso T., Purnama W. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta : Penebar SwadayaIrianto H.E, Giyatmi S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Universitas Terbuka.
  4. Molin J., Ledebjer S. 2009. Evaluation of Biodiesel as Heating Fuel. Linkoping : Linkoping University.
  5. Susila I.W. 2009. Pengembangan proses produksi biodiesel biji karet metode non katalis “Superheated Methanol” pada tekanan atmosfir. Jurnal Teknologi Mesin 11(2):115-124.
  6. Utomo B.S.B., Sugiyono, Nugroho T.N., Amini S., Wulandari P., Luthfi A., Kusumawati R., Nurbayasari R., Munifah I. 2009. Laporan Teknik Riset Pengembangan Bioenergi dari Hasil Perikanan. Jakarta : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.