Biokimia
Kitosan Sebagai Materi Pengawet Pangan Yang Aman
Pembaca setia, pernahkah kalian berpikir saat membeli kuliner atau jajanan, apakah makan tersebut sepenuhnya sehat? Apa kandungan kuliner tersebut? Apakah ada komponen yang berbahaya alias menjadi racun? Nah, di dalam makanan, biasanya terkandung materi pengawet. Sejatinya, materi pengawet buatan, kalau dikonsumsi terlalu banyak maka tidak baik untuk kesehatan. Bahan pengawet umumnya berfungsi untuk mengawetkan pangan yang gampang rusak (perishable food). Pengawet harus dipakai secara tepat, baik jenis maupun dosisnya. Oleh alasannya itu, melalui Badan Pengawasan Makanan dan Obat-obatan (BPOM), pemerintah menetapkan batas maksimum penggunaan yang diatur dalam peraturan BPOM No 36 Tahun 2013 wacana Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Seperti misalnya, penggunaan benzoat untuk margarine dan mentega yakni sebesar 1000 mg/kg, untuk produk fermentasi 500 mg/kg serta gula dan sirup 600 mg/kg.
Selain materi pengawet buatan yang harus dibatasi penggunaannya, terkadang teman sehat pernah mendengar bahwa ada materi pengawet yang bergotong-royong bukan untuk makanan? Inilah yang bisa juga membahayakan untuk kesehatan badan kita, salah satunya yakni penggunaan formalin dan boraks. Tentu teman sehat pernah mendengar gosip sejumlah kuliner ibarat ikan, tahu, mie dan bakso yang memakai formalin dan boraks sebagai materi pengawetnya. Formalin dan boraks termasuk materi beracun dan menimbulkan iritasi di badan . Namun, Teman sehat tak pelu khawatir, bergotong-royong ada materi pengawet yang kondusif dikonsumsi manusia, bahkan sanggup menyehatkan, yaitu kitosan. Kitosan yakni turunan dari kitin yang dihasilkan melalui proses diasetilasi dan merupakan biopolimer yang terdapat dalam eksokeleton invertebrata dan polisakarida terbesar kedua sehabis selulosa. Kitin dan kitosan merupakan senyawa golongan karbohidrat yang dihasilkan dari limbah laut, khususnya golongan udang, kepiting, ketam dan kerang. Kitin selain terdapat pada hewan invertebrata laut, juga terdapat pada serangga, bakteri, fungi dan jamur. Kitin juga sanggup disintesis dari beberapa substrat memakai enzim khitin sintase.
Kitosan mempunyai kemampuan bioaktif sebagai penghambat pertumbuhan kapang dan jamur. Kitosan mempunyai polikation alami yang berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan kapang dan jamur patogen, antara lain jamur tanah ibarat Fusarium oxysporum, Rhizoetonin solani, dan Pythium paroecandrum. Kitosan juga bisa menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme antimikroba oleh kitosan secara niscaya belum sanggup diketahui. Salah satu alasan kitosan bersifat antimikroba yakni adanya gugus amino bermuatan positif, yang berinteraksi dengan membran sel mikroba yang bermuatan negatif menimbulkan kebocoran protein dan konstituen intraseluler mikroorganisme lainnya. Selanjutnya, berdasarkan Sashiwa dan Aiiba (2004), prosedur antimikroba yang terjadi diduga adanya pengikatan ion kation kitosan dengan asam sialik dalam fosfolipid sehingga menahan pergerakan mikroba. Selain itu juga terjadi penetrasi kitosan oligomer ke dalam sel mikroorganisme sehingga mencegah pertumbuhan sel dengan cara mencegah transformasi DNA ke RNA. Aktivitas antibakteri oleh kitosan juga melibatkan reaksi dengan dinding sel bakteri. Chung et al. (2004) menunjukkan hubungan antara acara antibakteri kitosan dan karakteristik permukaan dari dinding sel basil Gram-positif dan Gram-negatif. Kitosan lebih banyak terserap pada permukaan sel yang lebih negatif, yang akan menimbulkan perubahan yang lebih besar dalam struktur dinding sel dan permeabilitas sel membran. Oleh alasannya itu, basil Gram-negatif lebih sensitif terhadap kitosan jawaban adanya permukaan sel bermuatan negatif yang rentan terhadap kitosan, sedangkan sensitivitas basil Gram-positif sangat bervariasi.
Penulis: Ayu Fitri Izaki
Referensi:
Suseno HS, Izaki AF. 2015. Penggunaan Kitosan dan Bahan Pengawet Alami Lainnya pada Produk Ikan dan Non Ikan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.