Ekosistem Pesisir Dan Laut


Laut yaitu satu kesatuan suatu sistem dimana serangkaian komunitas yang berada di dalamnya dipengaruhi oleh faktor fisika maupun kimia air maritim yang ada di sekitarnya. Air maritim yaitu air yang di dalamnya terdapat zat terlarut padat ibarat garam anorganik dan senyawa organik yang berasal dari organisme hidup. Diantara zat-zat terlarut tersebut, terdapat juga aneka macam garam anorganik yang sangat penting bagi kehidupan di laut.

Pengertian daratan, pesisir, dan maritim maupun samudera secara umum sudah dikenal luas oleh masyarakat. Secara fisik, batas antara daratan, pesisir, dan maritim bisa berbeda, hal ini tergantung dari sudut pandang dan pemakaiannya. Namun demikian, terdapat suatu akad umum mengenai definisi wilayah pesisir yaitu suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Definisi wilayah pesisir yaitu di daratan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan maritim yang masih dipengaruhi oleh proses-proses maritim yakni keadaan pasang surut, angin laut, serta intrusi garam. Sedangkan batasan wilayah pesisir di maritim yakni kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan ibarat proses sedimentasi serta mengalirnya air tawar ke laut. Berikut yaitu faktor-faktor yang menghipnotis kondisi laut:

1. Suhu
Suhu mempunyai imbas terhadap kelarutan oksigen suatu populasi pada organisme air. Kenaikan suhu air maritim sanggup menimbulkan laju metabolisme hewan-hewan yang ada di dalamnya mengalami peningkatan dan oksigen yang terkandung di dalam air menurun. Pada susuh biasa, kenaikan suhu sanggup meningkat jawaban adamya zat pencemar yang berupa fisika kimia dalam air. Perubahan suhu juga sanggup menimbulkan contoh sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang amat menghipnotis kehidupan akuatik.

Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di laut. Bersama dengan salinitas, mereka sanggup digunakan dalam pengidentifikasian massa iar tertentu dan bahu-membahu denga tekanan mereka sanggup digunakan untuk memilih densitas air maritim  dan distribusi organisme laut.

Suhu yang tinggi di maritim akan menambah daya toksisitas suatu senyawa tertentu ibarat NO3 dan NHterhadap binatang akuatik. Peningkatan bahan-bahan suspensi organik juga bisa menimbulkan peningkatan suhu dan penurunan pH, sebagai jadinya sanggup menimbulkan penurunan kadar oksigen terlarut dan meningkatnya toksisitas bahan-bahan beracun .

Suhu pada permukaan maritim sangat bervariasi, pada maritim terbuka di kawasan tropis sebesar 30°C atau lebih pada kawasan pantai mencapai 40°C. Suhu mempunyai kisaran luas, baik secara harian  maupun musiman. Kisaran ini sanggup melebihi batas toleransi organisme laut. Suhu juga mempunyai imbas yang tidak eksklusif terhadap organisme maritim ibarat adanya tamat hidup lantaran kekurangan air jawaban meningkatnya suhu.

2. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) atau disebut juga kebutuhan oksigen (Oxygen demand) mempunyai fungsi penting untuk proses pernafasan organisme akuatik. Oksigen yaitu gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak memiiki rasa. Oksigen terlarut dalam pearairan digunakan oleh makhluk hidup air untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya ibarat metabolisme dan respirasi. Oksigen terlarut juga dipengaruhi oleh faktor yang lain ibarat fisika, kimia, dan biologi yang ada di dalam tubuh air. Kelarutan oksigen juga dipengaruhi oleh faktor suhu. Pada suhu tinggi maka DO akan rendah dan pada suhu rendah DO akan tinggi.

Setiap spesies mempunyai rentang kisaran toleransi yang berbeda terhadap konsentrasi DO. Spesies yang mempunyai rentang lebar terhadap oksigen maka distribusinya semakin luas dan berbeda dengan spesies yang mempunyai kisaran toleransi DO yang sempit. Salah satu faktor lain yang menawarkan imbas terhadap kelarutan oksigen dalam air yaitu pusaran di permukaan air, luas permukaan air yang  terbuka terhadap atmosfer, tekanan atmosfer dan kadar oksigen udara di sekitarnya, dan adanya tumbuhan melaksanakan fotosintesis. Selain itu, faktor DO juga dipengaruhi oleh adanya konsentrasi materi organik yang ada di dalam air. Semakin banyak materi organik dalam air maka basil pengurai akan berlipat ganda. Hal ini akan berakibat mengurangi kadar oksigen dalam air. Adanya materi organik ini disebabkan oleh tindakan insan yang terus menerus membuang sampah organik ke dalam air sehingga menimbulkan kondisi anaerob.

3. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida sangat sedikit dalam air tetapi sangat sedikit  karbondioksida berada dalam larutan biasa lantaran jumlahnya dalam udara atmosfer sangat sedikit. Selain dekomposisi materi organik dan respirasi pada flora air, organisme lain ibarat fitoplankton dan zooplankton juga menawarkan sumbangansih terhadap kadar karbondioksida yang akan bergabung secara kimiawi dengan air membentuk asam karbonat dan akan menawarkan imbas terhadap pH air. Air yang mempunyai pH rendah, maka karbondioksida sebagai karbonat dan dengan bertambahnya ion-ion bikarbonat dan karbonat sanggup menjadikan air mempunyai sifat basa serta menahan perubahan ion hidrogen sehingga menimbulkan fluktuasi pH dalam sistem air tawar.

Hilangnya karbondioksida dalam sistem air sanggup dipengaruhi oleh proses fotosintesis fitoplankton, agitasi air, dan penguapan. Banyaknya karbondioksida dalam sistem air akan menawarkan imbas terhadap kecepatan metabolisme dan pertumbuhan, orientasi dan lokomosi beberapa binatang air serta zooplankton dan invertebrata lainnya.

4. BOD (Biologycal Oxygent Demand)
Pengujian BOD yaitu pengukuran jumlah oksigen yang akan dihabiskan dalam lima hari oleh organisme pengurai secara aerobik dalam suatu volume limbah pada suhu 20°C.BOD dengan nilai sebesar 200 ppm berarti 200 mg oksigen  akan dihabiskan tiap 1 liter dalam waktu lima hari pada suhu 20°C.

Banyak zat-zat organik yang tidak sanggup mengalami penguraian biologis secara cepat menurut hasil uji BOD, namun adanya senyawa organik sanggup menurunkan kualitas air dalam suatu perairan. Berikut yaitu Tabel standar BOD untuk memilih kualitas air.



5. Salinitas
Salinitas yaitu jumlah massa semua jenis garam (satuan gram) yang terlarut dalam satu liter air. Pada umumnya dinyatakan dalam satuan %0 (per mil, gram per liter). Salinitas pada zona terbuka ketika surut dan ketika tergenang air hujan maka salinitas akan menurun. Di perairan samudera salinitas biasanya 30%0 - 36%0. rentangan salinitas yang cocok untuk organisme-organisme ibarat fitoplankton dihentikan terlalu keras, yaitu sekitar 25%0 - 34%0, dalam artian perubahannya tidak terlalu drastis. Jika terjadi penurunan salinitas yang melebihi ambang batas toleransi, maka organisme yang berada pada kawasan tersebut akan mati.

Perubahan salinitas yang sanggup kuat terhadap organisme berada di zona intertidal dengan dua cara. Pertama, kalau pada ketika surut terjadi hujan maka kawasan ini akan dibanjiri oleh air tawar sehingga salinitas akan turun yang kalau hingga melewati batas toleran sanggup membunuh organisme yang ada. Kedua jika pada ketika air surut cuaca sangat panas maka akan terjadi evaporasi yang sanggup meningkatkan salinitas. Di kawasan tropis, peningkatan salinitas bisa mencapai tingkat yang cukup dramatis.

6. pH 
Suatu larutan dikatakan asam atau basa disebabkan adanya kemampuan air untuk mengikat larutan atau melepaskan sejumlah ion hidrogen . pH disebut sebagai faktor pembatas yang urgen serta indikator yang sanggup digunakan untuk memilih kondisi umum suatu ekologi lingkungan perairan. Peningkatan suspensi materi organik bisa menjadi penyebab meningkatnya temperatur serta penurunan nilai pH. Konsekuensinya yaitu sanggup menimbulkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO) serta meningkatnya toksisitas bahan-bahan beracun.

Air yang mempunyai pH 6,7 - 8,6 sanggup mendukung populasi organisme dalam air. Perairan air tawar pada umumnya mempunyai pH antara 4 – 5 yang sanggup membatasi keanekaragaman spesies tertentu sementara ambang batas pH ideal bagi fitoplankton yakni antara 7,5 – 8,5. Kondisi air yang dengan pH sedikit basa akan cepat mendorong proses penguraian materi organik menjadi mineral ibarat nitrat dan fosfat yang merupakan makanan bagi fitoplankton.