Rekayasa Genetika Hewan

Rekayasa genetika yaitu citra dari bioteknologi yang di dalamnya mencakup manipulasi gen, kloning gen, DNA rekombinan, teknologi modifikasi genetik, dan genetika modern dengan memakai mekanisme identifikasi, replikasi, modifikasi dan transfer bahan genetik dari sel, jaringan, maupun organ (Karp, 2002; Nicholl, 2002). Sebagian besar teknik yang dilakukan yaitu memanipulasi pribadi DNA dengan orientasi pada verbal gen tertentu. Dalam skala yang lebih luas, rekayasa genetika melibatkan penanda atau marker yang sering disebut sebagai Marker-Assisted Selection (MAS) yang bertujuan meningkatkan efisiensi suatu organisme menurut gosip fenotipnya (Lewin, 1999; Klug dan Cummings, 2002). Salah satu dari aplikasi rekayasa genetika berupa manipulasi genom hewan. Hewan yang sering digunakan menjadi uji coba yaitu mamalia. Mamalia mempunyai ukuran genom yang lebih besar dan kompleks dibandingkan dengan virus, bakteri, dan tanaman. Sebagai konsekuensinya, untuk memodifikasi genetik dari binatang mamalia harus memakai teknik genetika molekular dan teknologi rekombinasi DNA yang mempunyai tingkat kerumitan yang kompleks dan mahalnya biaya yang diharapkan dalam penelitian (Murray et al., 1999).

METODE REKAYASA GENETIKA
Beberapa metode yang sering digunakan dalam teknik rekayasa genetika mencakup pengunaan vektor, kloning, PCR (Polymerase Chain Reaction), dan seleksi, screening, serta analisis rekombinan. Adapun langkah-langkah dari rekombinasi genetik mencakup (1) Identifikasi gen yang diharapkan; (2) Pengenalan instruksi DNA terhadap gen yang diharapkan; (3) Pengaturan ekpresi gen yang sudah direkayasa; dan (4) Pemantauan transmisi gen terhadap keturunannya (BSAS, 2011; Nicholl, 2002).

PEMANFAATAN
Memodifikasi bahan genetik binatang telah banyak dilakukan dengan tujuan mempunyai banyak sekali macam manfaat yang bisa diambil, antara lain: (1) Bidang Sains dan Kedokteran Hewan yang secara genetika sudah dimodifikasi atau dikenal dengan istilah Genetically Modified Animal (GMA) mirip pada binatang uji yakni mencit sanggup digunakan untuk penelitian bagaimana fungsi yang ada pada hewan. Disamping itu juga digunakan untuk memahami dan membuatkan perlakuan pada penyakit baik pada insan mapun hewan. (2) Pengobatan Penyakit Beberapa penelitian telah memakai protein pada insan untuk mengobati penyakit tertentu dengan cara mentransfer gen insan ke dalam gen hewan, contohnya domba atau sapi. Selanjutnya binatang tersebut akan menghasilkan susu yang mempunyai protein dari gen insan yang akan digunakan untuk penyembuhan pada manusia. (3) Modifikasi Hasil Produksi Hewan Beberapa negara melaksanakan rekayasa genetik pada binatang ternak yang diharapkan akan menghasilkan binatang ternak yang cepat pertumbuhanya, tahan terhadap penyakit, bahkan menghasilkan protein atau susu yang sangat bermanfaat bagi insan (BSAS, 2011).

PERKEMBANGAN TERBARU REKAYASA GENETIKA HEWAN
  • GlowFish – Ikan Bercahaya GloFish merupakan salah satu pola binatang transgenik yang direkayasa secara genetiknya. Ikan ini dikembagkan dari Amerika Serikat yang merekayasa DNA dari ikan zebra (Danio rerio) dengan gen pengkode protein flourens warna hijau dari gfp (green flourescent protein). Namun secara fenotip, warna yang dihasilkan bukan hanya warna hijau saja melainkan warna kuning sampai merah (Pray, 2008).
Gambar 1. GloFish multiwarna (sumber: www.glofish.com). 

  • Lembu Transgenik Penghasil Protein Susu Rekombinan Teknologi transgenik ini telah sukses dilakukan untuk kepentingan di bidang agrikultur dalam meningkatkan mutu kualitas pangan. Pada binatang uji yang berupa lembu jarang sekali dilakukan percobaan transgenik hal ini dikarenakan banyak hambatan mirip masa regenerasinya butuh waktu sekitar 2 tahun. Namun para peneliti jadinya bisa menyisipi gen penghasil α-lactalbumin yang berasal dari manusia. Dari hasil uji produksi susu sebesar 91 ml, ditemukan sekresi α–lactalbumin dengan konsentrasi 2,4 mg ml-1 (Eyestone, 1999). Metode yang digunakan yaitu melaksanakan fertilisasi secara in vitro yang selanjutnya akan dihasilkan zigot. Tahap berikutnya zigot akan diinjeksi dengan DNA yang mengandung gen α–lactalbumin. Proses injeksi dengan menggunkan teknik microinjection (Gambar 2). Selanjutnya zigot dikultur selama 6 atau 7 hari dengan memakai media sintetik yang ibarat cairan oviduk. Setelah itu akan tumbuh menjadi embrio dan ditransfer ke rahim lembu untuk proses kehamilan (Eyestone, 1999). 
Gambar 2. Proses microinjection (Sumber: UCI). 

  • Kelinci Penghasil Bispesifik T-Cell Antibody Salah satu penyakit pada insan yang mematikan yaitu kanker. Penyakit ini sanggup diatasi dengan meningkatkan antibodi sel T. Sekarang dengan memakai rekayasa genetika, kelinci sanggup digunakan sebagai binatang uji untuk menghasilkan dua macam antibodi spesifik, yakni molekul CD28 dan r28M yang bisa menginduksi TCR/CD3 yang bisa membunuh sel kanker. Dengan ditemukannya antibodi bispesifik ini sanggup diharapkan untuk mendapat cukup banyak pengetahuan perihal antibodi bispesifik bagi aplikasi medis (Hovest et al.,2004). 

  • Ayam Penghasil Tetrasiklin Penemuan ini merupakan terobosan gres dalam membuatkan bioreaktor yang bisa menghasilkan biofarmasi dalam jumlah kuantitas yang besar. Tetrasiklin merupakan antibiotik yang diharapkan dalam dunia medis untuk men-treatment pasien. Selama ini tetrasiklin dihasilkan dari mikroorganisme. Dengan terobosan gres ini, diharapkan ayam transgenik bisa menghasilkan tetrasiklin dalam jumlah yang lebih banyak serta lebih ekonomis dalam proses pembutannya.

    Dalam penelitian ini digunakan retrovirus sebagai vektornya. Dimana retrovirus didesain untuk membawa bahan genetik berupa GFP (Green Flourescent Protein) dan rtTA (reverse tetracycline-controlled transactivator) dibawah pengontrolan tetracycline-inducible promoter dan PGK (Phosphoglycerate Kinase) promoter. Setelah itu, ayam transgenik dihasilkan yang mana pada kepingan telur ditemukan doxycycline yang merupakan derivat dari tetrasiklin serta tidak ditemukan adanya disfungsi fisiologis secara signifikan dari telur tersebut (Kwon, 2011). 

  • Sapi Penghasil Omega 3 n-3 Polyunsaturated fatty acids (n-3 PUFA) atau omega 3 merupakan salah satu zat yang sangat penting bagi manusia. Dengan pendekatan secara ekonomi, maka sanggup dihasilkan omega 3 dengan cara merekayasa sapi menjadi binatang transgenik penghasil omega 3. Sapi yang direkayasa disisipi dengan gen mfat-1 yang bisa memproduksi n-3 PUFA. Dari penelitian ini diperoleh hasil ekpresi gen berupa n-3 PUFA pada jaringan dan susu sapi (Wu, 2011).  

  • Tikus Transgenik Resisten Terhadap Infeksi Bakteri Resistensi suatu kuman terhadap jenis antibiotik merupakan salah satu problem yang serius bagi dunia medis dan farmasi. Oleh sebab itu diharapkan suatu binatang ternak yang bisa menghasilkan protein antibiotik. Namun, dalam hal ini tikus digunakan sebagai uji coba terlebih dahulu. Salah satu protein penghasil antimikroba yaitu Protegrin-1 (PG-1) yang meru-pakan derivat dari neutrofil. Pada percobaan ini, digunakan cDNA melalui reverse transkripsi-PCR (RT-PCR) dengan primer upstream 5′-ATGGAGACCCAGAGAGCCAG-3′ dan primer downstream 5′-TCATCCTCGTCCGACA CAGA-3′. Adapun gen yang mengkode PG-1 yaitu gen PG-1-His (Gambar 3).
 
Gambar 3. Gen PG-1-His yang menghasilkan protein antimikroba (Protegrin-1). 


Setelah dilakukan penyisipan gen, maka tikus transgenik tersebut diinjeksi dengan kuman Actinobacillus suis pada paru-parunya. Sebagai perbandingan dilakukan injeksi pula pada tikus tipe alami (WT=wild type). Pada percobaan ini dilakukan tiga variasi, dimana paru-paru tikus diinkubasi dengan media phosphate-buffered saline(PBS; pH 7,4), paru-paru tikus transgenik (TG), dan paru-paru tikus tipe alami (WT). Dari percobaan tersebut dihasilkan sesuai dengan Gambar 4. 

 
Gambar 4. Histopatologi dari jaringan paru-paru banyak sekali perlakuan setelah
dinjeksi dengan kuman Actinobacillus suis.


Berdasarkan gambar tersebut, jaringan paru-paru yang diinkubasikan di media PBS (Gambar a, b, c) mengatakan hasil penampakkan yang masih normal. Sementara pada paru-paru tikus transgenik (gambar d, e, f) mengatakan adanya penumpukkan neutrofil. Kemudian pada paru-paru tikus tipe alami (gambar g, h, i) mengatakan adanya neutrofil dan makrofag dalam jumlah yang besar, sehingga jaringan tersebut mengalami kerusakan akhir benjol kuman Actinobacillus suis (Queenie, 2008).