Struktur Dan Fungsi Protein

Protein yakni makromolekul yang paling banyak ditemukan di dalam sel makhluk hidup dan merupakan 50 persen atau lebih dari berat kering sel. Protein mempunyai jumlah yang sangat bervariasi yang mulai dari struktur maupun fungsinya. Peranan protein diantaranya sebagai katalisator, pendukung, cadangan, sistem imun, alat gerak, sistem transpor, dan respon kimiawi. Protein-protein tersebut merupakan hasil lisan dari informasi genetik masing-masing suatu organisme tak terkecuali pada basil (Campbell et al., 2009; Lehninger et al., 2004). Protein dan gen mempunyai korelasi yang sangat bersahabat dimana isyarat genetik berupa DNA dienkripsi dalam bentuk kromosom yang selanjutnya isyarat genetik tersebut ditranslasikan menjadi protein melalui serangkain prosedur yang melibatkan RNA dan ribosom (Vo-Dinh, 2005).

PENYUSUN PROTEIN
Protein tersusun dari peptida-peptida sehingga membentuk suatu polimer yang disebut polipeptida. Setiap monomernya tersusun atas suatu asam amino. Asam amino yakni molekul organik yang mempunyai gugus karboksil dan gugus amino yang mana pada bab sentra asam amino terdapat suatu atom karbon asimetrik (Gambar 1). Pada keempat pasangannya yang berbeda itu yakni gugus amino, gugus karboksil, atom hidrogen, dan banyak sekali gugus yang disimbolkan dengan karakter R. Gugus R disebut juga sebagai Rantai samping yang berbeda dengan gugus amino. (Campbell et al., 2009).

Gambar 1. Struktur umum asam amino (Lehninger et al., 2004).


Gambar 2. Level dari struktur protein (Berg et al., 2006).

Asam amino dalam suatu protein mempunyai bentuk L, terionisir dalam larutan, dan mempunyai bentuk C asimetris kecuali asam amino jenis glisin. Asam amino standar mempunyai jumlah sebanyak 20 macam. Dari 20 macam asam amino tersebut terbentuklah suatu rantai polipeptida. Rantai asam amino akan dilipat menjadi bentuk 3 dimensi dan menjadi bentuk protein spesifik yang diharapkan oleh banyak sekali kegiatan metabolisme atau menjadi komponen suatu sel (Lehninger et al., 2004; Vo-Dinh, 2005). Di dalam protein tersusun 20 macam asam amino yang mempunyai karakteristik yang bebeda-beda sehingga sanggup dikelompokkan menurut sifat dan ciri rantai sampingnya (gugus R). Pengelompokan tersebut antara lain asam amino bersifat polar (serin, treonin, sistein, asparagin, dan glutamin); non-polar (glisin, alanin, prolin, valin, leusin, isoleusin, dan metionin); gugus aromatik (fenilalanin, tirosin, triptofan); bermuatan nyata (lisin, histidin, arginin); dan bermuatan negatif (aspartat dan glutamat). Pengelompokan tersebut didasarkan pada polaritas, ukuran, dan bentuk dari suatu asam amino (Lehninger et al., 2004; Murray et al., 2009).

STRUKTUR PROTEIN
Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan mempunyai banyak sekali macam struktur yang khas pada masing-masing protein. Karena protein disusun oleh asam amino yang berbeda secara kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui ikatan peptida dan bahkan terkadang dihubungkan oleh ikatan sulfida. Selanjutnya protein sanggup mengalami pelipatan-pelipatan membentuk struktur yang bermacam-macam. Adapun struktur protein mencakup struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener (Gambar 2).  

 Gambar 3. Reaksi pembentukan peptida melalui reaksi kekurangan cairan tubuh (Voet & Judith, 2009).


 Gambar 4. Struktur primer dari protein (Campbell et al., 2009).

Struktur primer merupakan struktur yang sederhana dengan urutan-urutan asam amino yang tersusun secara linear yang menyerupai mirip tatanan karakter dalam sebuah kata dan tidak terjadi percabangan rantai (Gambar 4). Struktur primer terbentuk melalui ikatan antara gugus α–amino dengan gugus α–karboksil (Gambar 3). Ikatan tersebut dinamakan ikatan peptida atau ikatan amida (Berg et al., 2006; Lodish et al., 2003). Struktur ini sanggup memilih urutan suatu asam amino dari suatu polipeptida (Voet & Judith, 2009). 

Struktur sekunder merupakan kombinasi antara struktur primer yang linear  distabilkan oleh ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida. Salah satu pola struktur sekunder yakni α-heliks dan β-pleated (Gambar 5 dan 6). Struktur ini mempunyai segmen-segmen dalam polipeptida  yang terlilit atau terlipat secara berulang. (Campbell et al., 2009; Conn, 2008).
Gambar 5. Struktur sekunder α-heliks (Murray et al, 2009).


 Gambar 6. Struktur sekunder β-pleated (Campbell et al., 2009).


Struktur α-heliks terbentuk antara masing-masing atom oksigen karbonil pada suatu ikatan peptida dengan hidrogen yang menempel ke gugus amida pada suatu ikatan peptida empat residu asam amino di sepanjang rantai polipeptida (Murray et al, 2009).

Pada struktur sekunder β-pleated terbentuk melalui ikatan hidrogen antara tempat linear rantai polipeptida. β-pleated ditemukan dua macam bentuk, yakni antipararel dan pararel (Gambar 7 dan 8). Keduanya berbeda dalam hal pola ikatan hidrogennya. Pada bentuk konformasi antipararel mempunyai konformasi ikatan sebesar 7 Å, sementara konformasi pada bentuk pararel lebih pendek yaitu 6,5 Å (Lehninger et al, 2004). Jika ikatan hidrogen ini sanggup terbentuk antara dua rantai polipeptida yang terpisah atau antara dua tempat pada sebuah rantai tunggal yang melipat sendiri yang melibatkan empat struktur asam amino, maka dikenal dengan istilah β turn yang ditunjukkan dalam Gambar 9 (Murray et al, 2009).


 Gambar 7. Bentuk konformasi antipararel (Berg, 2006).


 Gambar 8. Bentuk konformasi pararel (Berg, 2006).
 

Gambar 9. Bentuk konformasi β turn yang melibatkan empat residu asam amino (Lehninger et al., 2004).

Struktur tersier dari suatu protein yakni lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara rantai samping (gugus R) banyak sekali asam amino (Gambar 10). Struktur ini merupakan konformasi tiga dimensi yang mengacu pada korelasi spasial antar struktur sekunder. Struktur ini distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen, dan ikatan hidrofobik. Dalam struktur ini, ikatan hidrofobik sangat penting bagi protein. Asam amino yang mempunyai sifat hidrofobik akan berikatan di bab dalam protein globuler yang tidak berikatan dengan air, sementara asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum akan berada di sisi permukaan luar yang berikatan dengan air di sekelilingnya (Murray et al, 2009; Lehninger et al, 2004).
 
Gambar 10. Bentuk struktur tersier dari protein denitrificans cytochrome C550 pada basil Paracoccus denitrificans (Timkovich and Dickerson, 1976).

Struktur kuarterner adalah citra dari pengaturan sub-unit atau promoter protein dalam ruang. Struktur ini mempunyai dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam struktur ini yakni ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Protein dengan struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein multimerik. Jika protein yang tersusun dari dua sub-unit disebut dengan protein dimerik dan jikalau tersusun dari empat sub-unit disebut dengan protein tetramerik (Gambar 11) (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009).

  Gambar 11. Beberapa pola bentuk struktur kuartener.