Sejarah Kerajaan Kediri Lengkap

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat tiba di blog . Senang sekali rasanya kali ini sanggup kami bagikan artikel ihwal Kerajaan Kediri mencakup Berdirinya Kerajaan Kediri, Raja-raja, kehidupan ekonomi, sosial, budaya, masa kejayaan dan keruntuhan kerajaan kediri, serta prasasti penginggalan Kerajaan Kediri.

 Senang sekali rasanya kali ini sanggup kami bagikan artikel ihwal Kerajaan Kediri meliput Sejarah Kerajaan Kediri Lengkap
Kerajaan Kediri (Kerajaan Panjalu) yaitu sebuah kerajaan dengan corak Hindu-Budha. Kerajaan yang berdiri pada tahun 1042 ini merupakan bab dari kerajaan yang lebih besar, yaitu Kerajaan Mataram Kuno (Wangsa Isyana), dan sentra kerajaannya terletak di tepi sungai Brantas yang merupakan jalur pelayaran besar pada masa itu.

1. Berdirinya Kerajaan Kediri

Pada tahun 1019, Airlangga berhasil naik menjadi raja Medang Kamulan. Saat sedang memerintah, Airlangga berhasil mengembalikan kewibawaan Medang Kamulan dan balasannya memindahkan sentra pemerintahannya ke Kahuripan. Pada tahun 1041, Airlangga memerintahkan kerajaan untuk dibagi menjadi dua bagian. Pembagian itu dilakukan oleh Mpu Bharada, Brahmana yang populer sakti. Dua kerajaan yang terbelah tadi kemudian dikenal sebagai Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dan dipisahkan oleh gunung Kawi dan Sungai Brantas. Kejadian ini kemudian dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya, serat Calon Arang, dan kitab Negarakertagama. Meskipun tujuan awal Airlangga memecah kerajaan menjadi dua yaitu supaya tidak ada perebutan kekuasaan, pada praktiknya kedua putra Airlangga tetap bersaing bahkan sehabis mereka masing-masing diberi kerajaan sendiri.

Kerajaan Jenggala mencakup tempat Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri mencakup Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.

Pada selesai November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya lantaran kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang berjulukan Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat berjulukan Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang berjulukan Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur berjulukan Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu sanggup dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap menggunakan lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha. 

Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menjadikan selama 60 tahun tidak ada informasi yang terperinci mengenai kedua kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri. Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri.

Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak menjelaskan ihwal kerajaan Kediri yaitu hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut yaitu kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan ihwal kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.

2. Raja-Raja Kerajaan Kediri

  1. Sri Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam prasasti Pamwatan (1042).
  2. Sri Jayawarsa, menurut prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan niscaya apakah ia yaitu pengganti eksklusif Sri Samarawijaya atau bukan.
  3. Sri Bameswara, menurut prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
  4. Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, menurut prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
  5. Sri Sarweswara, menurut prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
  6. Sri Aryeswara, menurut prasasti Angin (1171).
  7. Sri Gandra, menurut prasasti Jaring (1181).
  8. Sri Kameswara, menurut prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
  9. Sri Kertajaya, menurut prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.


3. Kehidupan Ekonomi

Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di tempat pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di tempat pedalaman Kerajaan Kediri sangat melimpah lantaran didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang melimpah menawarkan kemakmuran bagi rakyat.

Masyarakat yang berada di tempat pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa itu perdagangan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah melaksanakan korelasi dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.

Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari emas dan adonan antara perak, timah, dan tembaga sudah digunakan. Hubungan antara tempat pedalaman dan tempat pesisir sudah berjalan cukup lancar. Sungai Brantas banyak dipakai untuk kemudian lintas perdagangan antara tempat pedalaman dan tempat pesisir.

4. Kehidupan Sosial Budaya

Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah menggunakan kain hingga di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya higienis dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin perempuan mendapatkan maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada yang kuasa dan Buddha.

Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi ihwal kehidupan sosial masyarakat pada dikala itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan menurut pangkat dan harta bendanya, tetapi menurut moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat sanggup leluasa menjalankan acara kehidupan sehari-hari.

Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena tidak selesai, pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab itu, nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama (1079 Saka atau 1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya dan Hariwangsa.

Pada masa pemerintahan Kameswara juga ditulis karya sastra, antara lain sebagai berikut.


  1. Kitab Wertasancaya, yang berisi petunjuk ihwal cara menciptakan syair yang baik. Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.
  2. Kitab Smaradhahana, berupa kakawin yang digubah oleh Empu Dharmaja. Kitab itu berisi kebanggaan kepada raja sebagai seorang titisan Dewa Kama. Kitab itu juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya yaitu Dahana.
  3. Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong yang kuasa dan rohnya diangkat ke surga.

Selain karya sastra tersebut, masih ada karya sastra lain yang ditulis pada zaman Kediri, antara lain sebagai berikut.
  1. Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang lantaran suka menolong dan sakti. Kresna balasannya menikah dengan Dewi Rukmini.
  2. Kitab Samanasantaka karangan Empu Managuna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkena kutuk Begawan Trenawindu.
Adakalanya dongeng itu dijumpai dalam bentuk relief pada suatu candi. Misalnya, dongeng Kresnayana dijumpai pada relief Candi Jago bersama relief Parthayajna dan Kunjarakarna.

5. Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh tempat Pulau Jawa. Selain itu, imbas Kerajaan Kediri juga hingga masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada dikala itu semakin berpengaruh ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang berjulukan Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi ihwal Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya tempat kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup menerima perhatian. Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.

6. Runtuhnya Kerajaan Kediri
 
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi kontradiksi dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta proteksi Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok sanggup mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.


Setelah berhasil menyerah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangun kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai tempat tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, tiba tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia berhubungan dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang gampang dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi informasi ihwal Kerajaan Kediri.

Baca pula : 22 Nama Kerajaan di Indonesia Lengkap beserta Sejarah dan Raja

7. Prasasti Peninggalan Kerajaan Kediri

Sejarah ihwal kerajaan Kediri diketahui dari beberapa peninggalan Kerajaan Kediri, salah satunya dari prasasti Kerajaan Kediri. Berikut prasasti-prasastinya.

Prasasti Sirah Keting
Prasasti ini berisi ihwal dukungan penghargaan berupa tanah dari Jayawarsa kepada rakyat desa alasannya yaitu telah berjasa.

Prasasti di Tulungagung dan Kertosono
Kedua prasasti ini berisi ihwal persoalan keagamaan. Kedua prasasti ini berasal dari Raja Kameshwara.

Prasasti Ngantang
Prasasti ini berisi ihwal dukungan hadiah berupa tanah nan dibebaskan dari pajak oleh Jayabaya. Prasasti ini ditujukan buat rakyat Desa Ngantang alasannya yaitu telah mengabdi buat Kemajuan Kediri.

Prasasti Jaring
Prasasti ini dibentuk oleh Raja Gandra. Isinya ialah nama-nama nan berasal dari nama hewan, menyerupai Tikus Jinada, Kebo Waruga, dan sebagainya. Hal ini memunculkan adanya birokrasi kerajaan.

Prasasti Kamulan
Prasasti ini berisi ihwal insiden dikalahkannya musuh oleh Kediri di istana Katang-Katang.

Prasasti Padelegan
Prasasti ini dibentuk oleh Raja Kameshwara guna mengenang rasa bakti penduduk Padelegan pada raja.

Prasasti Panumbangan
Prasasti ini berisi ihwal dukungan anugerah raja buat penduduk Panumbangan alasannya yaitu telah mengabdi kepada rakyat.

Prasasti Talan
Prasasti ini berisi ihwal diberikannya hak istimewa oleh raja kepada penduduk Desa Talan dengan cara membebaskan rakyat dari pajak.

Prasasti Ceker
Prasasti ini berisi ihwal anugerah raja nan diberikan kepada penduduk Desa Ceker alasannya yaitu telah mengabdi buat kemajuan Kediri.

Demikian artikel ihwal Kerajaan Kediri mencakup Berdirinya Kerajaan Kediri, Raja-raja, kehidupan ekonomi, sosial, budaya, masa kejayaan dan keruntuhan kerajaan kediri, serta prasasti penginggalan Kerajaan Kediri. Semoga bermanfaat...