IPS
Gangguan Keamanan Dalam Negeri Pasca Ratifikasi Kedaulatan
Pembahasan kai ini membahas tentang, gangguan keamanan dalam negri paska kemerdekaan, gangguan keamanan dalam negri paska kedaulatan, gangguan keamanan dalam negeri awal kemerdekaan, gangguan keamanan dalam negeri pada awal kemerdekaan dan gangguan keamanan dalam negeri di awal kemerdekaan
Sejak memperoleh kedaulatan, bangsa Indonesia banyak mengalami pergolakan di daerah. Hal ini dipicu oleh kurang harmonisnya kekerabatan pusat-daerah, persaingan ideologis dan duduk kasus sosialpolitik lainnya.
Dalam perkembangannya, pergolakan-pergolakan tersebut mengarah pada gerakan separatis yang berniat memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pergolakan yang terjadi pada umumnya berbentuk gangguan keamanan berupa pemberontakan pemberontakan bersenjata.
Beberapa pemberontakan tersebut antara lain
1. Darul Islam/Tentara Islam
2. Indonesia (DI/TII),
a. Gerakan DI/TII Jawa Tengah. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah mula-mula meletus di kawasan Brebes, Tegal dan Pekalongan di bawah pimpinan Amir Fatah yang kemudian bergabung dengan gerakan Kartosuwiryo.
Pemerintah segera bertindak cepat untuk menumpas pemberontakan ini dengan membentuk suatu komando operasi ini, semula dipimpin oleh Letkol Sarbini, selanjutnya diganti oleh Letkol M. Bachrum dan risikonya digantikan oleh Letkol Ahmad Yani.
Di kawasan Kebumen juga terjadi pemberontakan yang dilancarkan oleh angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan Kyai M. Malifudz Abdurrahman (Kyai Sumolangu).
Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah semula tidak terlalu berarti, tetapi risikonya menjadi besar dan meluas sehabis Batalyon 426 Kudus dan Magelang bergabung dengan DI/TII.
Akhirnya pemberontakan ini sanggup dihancurkan dalam suatu operasi penumpasan (Operasi Merdeka) di bawah pimpinan Letkol Soeharto.
b. Gerakan DI/TII Sulawesi Selatan. Kahar Muzakar memiliki impian untuk mendapat kedudukan dalam APRIS namun tidak sanggup terpenuhi.
Dengan alasan mememperjuangkan seluruh anggota Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSI) pada tahun 1952, maka Kahar Muzakar menyatakan diri sebagai bab NII Kartosuwiryo.
Operasi penumpasan pemberontakan, dilaksanakan oleh Tentara Nasional Indonesia dan barn pada tanggal 3 Februari 1965 tokoh DI/TII Sulawesi Selatan Kahar Muzakar berhasil ditembak mati oleh Tentara Nasional Indonesia Divisi Siliwangi.
c. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar alias Hedar bin Umarsalah seorang bekas Letnan dua TNI.
Dengan pasukannya yang berna-a Kesatuan Rakyat yang tertindas, lbu Hajar menyatakan gerakannya sebagai bab dari DI / Tll Kartosuwiryo, pada risikonya Tentara Nasional Indonesia berhasil menangkap Ibu Hajar dan menghancurkan gerakannya pada tahun 1959.
d. Gerakan DI/TII Aceh. Pada awalnya Daud Beureueh menjabat Gubernur Militer di kawasan Aceh Setelah terbentuk NKRI, Aceh hanya menjadi Karesidenan bab dari propinsi Sumatera Utara.
Daud Beureueh menentang kebijakan ini, oleh alasannya ialah itu pada tanggal 21 September 1953, ia menyatakan Aceh mengabung dengan NII Kartosuwiryo.
3. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA),
4. Republik Maluku Selatan (RMS),
5. Pemerintahan Revolusioner Republik
6. Indonesia (PRRI),
7. Piagam Perjuangan Semesta (Permesta).
Demikian usaha bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Dengan usaha berat pada risikonya kemerdekaan bangsa berhasil ditegakkan. Belanda pun mengakui kedaulatan wilayah Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar.
Pada awal legalisasi kedaulatan, banyak terjadi permasalahan terutama dalam bidang politik dan ekonomi yang harus dihadapi.
Bahkan persatuan bangsa pun sempat terancam. Akan tetapi, seluruh permasalahan tersebut sanggup diselesaikan. Negara Kesatuan Republik Indonesia pun tetap tegak berdiri.
Gangguan Keamanan Dalam Negeri
Sejak memperoleh kedaulatan, bangsa Indonesia banyak mengalami pergolakan di daerah. Hal ini dipicu oleh kurang harmonisnya kekerabatan pusat-daerah, persaingan ideologis dan duduk kasus sosialpolitik lainnya.
Dalam perkembangannya, pergolakan-pergolakan tersebut mengarah pada gerakan separatis yang berniat memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pergolakan yang terjadi pada umumnya berbentuk gangguan keamanan berupa pemberontakan pemberontakan bersenjata.
Gangguang Keamanan |
Beberapa pemberontakan tersebut antara lain
1. Darul Islam/Tentara Islam
2. Indonesia (DI/TII),
a. Gerakan DI/TII Jawa Tengah. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah mula-mula meletus di kawasan Brebes, Tegal dan Pekalongan di bawah pimpinan Amir Fatah yang kemudian bergabung dengan gerakan Kartosuwiryo.
Pemerintah segera bertindak cepat untuk menumpas pemberontakan ini dengan membentuk suatu komando operasi ini, semula dipimpin oleh Letkol Sarbini, selanjutnya diganti oleh Letkol M. Bachrum dan risikonya digantikan oleh Letkol Ahmad Yani.
Di kawasan Kebumen juga terjadi pemberontakan yang dilancarkan oleh angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan Kyai M. Malifudz Abdurrahman (Kyai Sumolangu).
Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah semula tidak terlalu berarti, tetapi risikonya menjadi besar dan meluas sehabis Batalyon 426 Kudus dan Magelang bergabung dengan DI/TII.
Akhirnya pemberontakan ini sanggup dihancurkan dalam suatu operasi penumpasan (Operasi Merdeka) di bawah pimpinan Letkol Soeharto.
b. Gerakan DI/TII Sulawesi Selatan. Kahar Muzakar memiliki impian untuk mendapat kedudukan dalam APRIS namun tidak sanggup terpenuhi.
Dengan alasan mememperjuangkan seluruh anggota Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSI) pada tahun 1952, maka Kahar Muzakar menyatakan diri sebagai bab NII Kartosuwiryo.
Operasi penumpasan pemberontakan, dilaksanakan oleh Tentara Nasional Indonesia dan barn pada tanggal 3 Februari 1965 tokoh DI/TII Sulawesi Selatan Kahar Muzakar berhasil ditembak mati oleh Tentara Nasional Indonesia Divisi Siliwangi.
c. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar alias Hedar bin Umarsalah seorang bekas Letnan dua TNI.
Dengan pasukannya yang berna-a Kesatuan Rakyat yang tertindas, lbu Hajar menyatakan gerakannya sebagai bab dari DI / Tll Kartosuwiryo, pada risikonya Tentara Nasional Indonesia berhasil menangkap Ibu Hajar dan menghancurkan gerakannya pada tahun 1959.
d. Gerakan DI/TII Aceh. Pada awalnya Daud Beureueh menjabat Gubernur Militer di kawasan Aceh Setelah terbentuk NKRI, Aceh hanya menjadi Karesidenan bab dari propinsi Sumatera Utara.
Daud Beureueh menentang kebijakan ini, oleh alasannya ialah itu pada tanggal 21 September 1953, ia menyatakan Aceh mengabung dengan NII Kartosuwiryo.
3. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA),
4. Republik Maluku Selatan (RMS),
5. Pemerintahan Revolusioner Republik
6. Indonesia (PRRI),
7. Piagam Perjuangan Semesta (Permesta).
Demikian usaha bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Dengan usaha berat pada risikonya kemerdekaan bangsa berhasil ditegakkan. Belanda pun mengakui kedaulatan wilayah Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar.
Pada awal legalisasi kedaulatan, banyak terjadi permasalahan terutama dalam bidang politik dan ekonomi yang harus dihadapi.
Bahkan persatuan bangsa pun sempat terancam. Akan tetapi, seluruh permasalahan tersebut sanggup diselesaikan. Negara Kesatuan Republik Indonesia pun tetap tegak berdiri.