Sejarah
Sejarah Kerajaan Majapahit Lengkap
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat tiba di blog . Senang sekali rasanya kali ini sanggup kami bagikan artikel wacana Sejarah Kerajaan Majapahit Lengkap meliputi Awal berdirinya Kerajaan Majapahit, Raja-raja Kerajaan Majapahit, Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit, Runtuhnya Kerajaan Majapahit, dan Peninggalan Kerajaan Majapahit (Candi, prasasti, dan bangunan lainya)
A. AWAL BERDIRINYA KERAJAAN MAJAPAHIT
Setelah Raja Kertanegara wafat dalam penyerangan Jayakatwang dari Kediri, maka berakhir pula riwayat Kerajaan Singasari. Raja Kertanegara beserta semua pembesar istana tewas dalam penyerangan tersebut. Sementara itu, Raden Wijaya(menantu Kertanegara) berhasil melarikan diri dan meminta proteksi kepada Aria Wiraraja (Adipati Sumenep) di Madura.
Atas dukungan Arya Wiraraja pulalah Raden Wijaya sanggup diampuni oleh Jayakatwang dan lalu menjadi orang kepercayaan raja Kediri tersebut. Atas dukungan Arya Wiraraja pulalah Raden Wijaya dihadiahi Hutan Tarik oleh Jayakatwang. Raden Wijaya beserta pengikutnya yang setia membuka hutan Tarik(wilayah Trowulan, Mojokerto) untuk dihuni. Disinilah asal mula berdirinya Majapahit. Kata Majapahit sendiri diambil dari buah Maja yang rasanya pahit. Karena hutan Tarik banyak sekali buah Maja.
Pada tahun 1293 pasukan Kubilai Khan dari Cina tiba dengan tujuan untuk menghancurkan Kerajaan Singasari. Mereka tidak mengetahui bahwa Singasari telah hancur. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijava untuk membalas dendam kepada Raja Jayakatwang. Dengan siasat dari Aria Wiraraja, dikatakanlah bahwa Raja Jawa itu ialah Jayakatwang, maka bergabunglah pasukan Raden Wijaya dengan pasukan mongol untuk membalas dendam kepada Jayakatwang. Dalam waktu singkat, Kerajaan Kediri hancur dan Raja Jayakatwang terbunuh. Pasukan Kubilai Khan kembali ke pelabuhan, namun di tengah perjalanan pasukan Raden Wijaya dengan dukungan pasukan Singasari dari Sumatera dan perhiasan bala tentara dari Kadipaten Sumenep menyerang pasukan tersebut. Pasukan Kubilai Khan segera pergi dari tanah Jawa dan Raden Wijaya menjadi raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Menurut kidung Harsa Wijaya penobatannya itu terjadi pada tanggal 15 bulan Karttika (ri purneng karttikamasa pancadasi) tahun 1215 saka (12 Nopember 1293 M).
B. RAJA-RAJA KERAJAAN MAJAPAHIT
1. Kertajasa Jawardhana atau Raden Wijaya (1293 – 1309)
Raden Wijaya mempunyai 4 orang istri (keempatnya ialah putri Raja Kertanegara (Raja Singasari terakhir) :
1. Dyah Sri Tribuaneswari (karena sebagai putri sulung maka menjadi permaisuri) dikaruniai seorang anak pria yang lalu sebagai putra mahkota berjulukan Jayanegara
2. Dyah Dewi Narendraduhita (tidak mempunyai putra)
3. Dyah Dewi Prajna Paramita (tidak mempunyai putra)
4.Dyah Putri Gayatri (sebagai putri bungsu dijadikan Rajapatni) dikaruniai 2 orang putri berjulukan “Tribuanatungga Dewi Jaya Wisnuwardhani (menjadi Bhre Kahuripan) dan Rajadewi Maharajasa (menjadi Bhre Daha)
Semasa berkuasa Raden Wijaya memerintah dengan bijaksana. Semua yang berjasa dalam berdirinya Majapahit diberi imbalan. Arya Wiraraja diberi kekuasaan di wilayah timur. Ronggolawe (anak dari Aria Wiraraja) diberi jabatan sebagai Adipati Tuban. Sementara itu Nambi diangkat sebagai mahapatih. Lembu Sora dan Gajah Biru diangkat sebagai panglima perang. Sayang, pengangkatan Nambi sebagai mahapatih ternyata menjadikan kecemburuan pada diri Ronggolawe. Dia merasa bahwa seharusnya Lembu Soralah yang diangkat menjadi mahapatih alasannya ialah Nambi dinilai tidak besar jasanya terhadap berdirinya Majapahit. Akhirnya Ronggolawe pun memberontak terhadap Kertarajasa. Raja Kertarajasa memerintahkan Nambi didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk menumpas pemberontakan Ronggolawe. Pada pertempuran di sungai Tambak Beras, Kebo Anabrang berhasil membunuh Ronggolawe secara kejam. Melihat keponakannya dibunuh secara kejam oleh Kebo Anabrang, Lembu Sorapun alhasil membunuh Kebo Anabrang.
Raja Kertarajasa Jayawardhana wafat pada tahun 1309 dan dimakamkan di Simping (Blitar) sebagai Syiwa dan sebagai Budha di Antahpura (dalam kota Majapahit), sedangkan arca perwujudannya ialah “Harihara” yaitu Wisnu dan Syiwa dalam satu arca.
2. Jayanegara (1309-1328)
Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kepemimpinan Jayanegara kurang bijaksana dan kurang berwibawa. Pada masa pemerintahannya banyak ditandai oleh pemberontakan-pemberontakan, semua yang berjasa mengantarkan Raden Wijaya menjadi raja Majapahit merasa tidak puas dengan pemerintahan Jayanegara dan alhasil memberontak antara lain: pemberontakan Lembu Sora, pemberontakan Juru Demung dan Gajah Biru, pemberontakan Nambi, pemberontakan Ra Kuti dan Ra Semi. Pemberontakan terakhir merupakan pemberontakan yang paling besar dan berbahaya, pasukan Ra Kuti berhasil menguasai ibukota kerajaan sehingga Raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke Bedonder. Atas perjuangan pasukan Bhayangkari pimpinan Gajah Mada pemberontakan Ra Kuti sanggup dipadamkan. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Ra Tanca. Ra Tanca sendiri alhasil tewas ditangan Gajah Mada ketika itu juga.
Jayanegara tidak mempunyai keturunan, oleh alasannya ialah itu Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni menentukan mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani untuk menjadi ratu Majapahit.
3. Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
Tribhuwana Tunggadewi memerintah dibantu dengan suaminya yaitu Kertawardhana. Pada ketika pemerintahannya terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta, pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih menggantikan Mpu Nala, pada ketika pelantikannya Gajah Mada bersumpah tidak makan Palapa sebelum wilayah Nusantara bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan Sumpah Palapa, adapun isi dari amukti palapa ialah sebagai berikut :
Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, amun kalah ring Gurun, ring seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo,ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, saman isun amukti palapa”.
Kemudian Gajah Mada melaksanakan penaklukan-penaklukan yang memperlihatkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan.
Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit menjelma lebih besar dan populer di kepulauan Nusantara. Karena pada tahun 1350 Rajapatni Dyah Dewi Gayatri meninggal, maka Tribuana Tungga Dewi terpaksa turun tahta dan digantikan oleh putranya yaitu Hayam Wuruk. Menurut Pararaton, Tribhuwana Tunggadewi didharmakan dalam Candi Pantarapura yang terletak di desa Panggih. Sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana Bhre Tumapel meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa Jayapurwa, yang terletak di desa Japan.
4. Hayam Wuruk (1350-1389)
Hayam Wuruk ialah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1351-1389, bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab Negarakertagama sanggup diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan wilayah Indonesia yang sekarang, bahkan imbas kerajaan Majapahit sampai ke negara-negara tetangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan Majapahit ialah kerajaan Sunda yang ketika itu dibawah kekuasaan Sri Baduga Maharaja.
Hayam Wuruk bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga Maharaja bersama para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melaksanakan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki supaya putri Sunda dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan paham dan alhasil terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri. Tahun 1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang mahapatih yang tak ada duanya. Untuk menentukan penggantinya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali mengadakan sidang untuk menentukan pengganti Gajah Mada alhasil memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti “untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi sebagai Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami sebagai Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
5. Wikramawardhana (1389-1429)
Pengganti Hayam Wuruk ialah putri mahkota Kusumawardhani. Namun dalam prakteknya sang suami Wikramawardhanalah yang menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir, alasannya ialah Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi kekuasaan untuk memerintah di Bagian Timur Majapahit, yaitu daerah Blambangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi disebut perang Paregreg. Wikramawardhana meninggal tahun 1429.
6. Suhita bergelar Dyah Ayu Kencana Wungu memerintah tahun 1429 - 1447
7. Kertawijaya bergelar Brawijaya I memerintah tahun 1447 - 1451
8. Rajasa wardhana Brawijaya II memerintah tahun 1451 - 1453
9. Purwawisesa atau Girishawardhana bergelar Brawijaya III memerintah tahun 1456 - 1466
10. Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa bergelar Brawijaya IV memerintah tahun 1466 - 1468
11. Bhre Kertabumi bergelar Brawijaya V memerintah tahun 1468 - 1478
12. Girindrawardhana bergelar Brawijaya VI memerintah tahun 1478 - 1498
13. Patih Udara memerintah tahun 1498 - 1518 ( wikipedia raja raja majapahit )
C. MASA KEJAYAAN KERAJAAN MAJAPAHIT
Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit terjadi ketika dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dengan Patihnya yaitu Gajah Mada.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan dukungan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini memperlihatkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun, batasan alam dan ekonomi memperlihatkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut sepertinya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga mempunyai kekerabatan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bab selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan alasannya ialah didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.[22] Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memperlihatkan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan alhasil dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda sanggup dibinasakan secara kejam.[23] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melaksanakan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.[24] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman lalu di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai sentra mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, meliputi Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di banyak sekali daerah di Nusantara masih mencatat dongeng legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan pribadi oleh kerajaan Majapahit hanya meliputi wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan ratifikasi kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu sanggup mengundang reaksi keras.
Pada tahun 1377, beberapa tahun sesudah maut Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan bahari untuk menumpas pemberontakan di Palembang.
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada banyak sekali pulau dan adakala menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya ialah mendapat porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada ketika inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki tempat ini.
D. RUNTUHNYA KERAJAAN MAJAPAHIT
Sesudah mencapai puncaknya pada kala ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akhir konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk ialah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga mempunyai seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini alhasil dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan lalu dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi bahari Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 hingga 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah membuat komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, menyerupai di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai mempunyai pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 hingga 1447. Ia ialah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akhir krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia lalu wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada simpulan kala ke-14 dan awal kala ke-15, imbas Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada ketika bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan gres yang menurut Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bab barat Nusantara. Di bab barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan kala ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.
Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya kala dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1518.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon ialah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini ialah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang bergotong-royong digambarkan oleh candrasengkala tersebut ialah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Raden Patah yang ketika itu ialah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya dengan mengirim bala dukungan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tapi mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.
Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, alasannya ialah penguasa Demak ialah keturunan Kertabhumi. Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara melaksanakan perebutan kekuasaan ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk kembali ketika Prabu Udara meminta dukungan Portugis. Sehingga pada tahun 1518, Demak melaksanakan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan eksekusi dari Demak akhir selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan Islam pada awal kala ke-16 alhasil mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah alasannya ialah ia ialah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu sesudah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bab barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, tempat Bromo dan Semeru.
Baca pula : 22 Nama Kerajaan di Indonesia dan Sejarahnya
Referensi :
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-majapahit.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit
Demikian artikel wacana Sejarah Kerajaan Majapahit Lengkap meliputi Awal berdirinya Kerajaan Majapahit, Raja-raja Kerajaan Majapahit, Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit, Runtuhnya Kerajaan Majapahit, dan Peninggalan Kerajaan Majapahit (Candi, prasasti, dan bangunan lainya). Semoga sanggup menambah pengetahuan kita.....