Geografi
Tsunami Krakatau 1883 Lebih Dahsyat Dari Tsunami Aceh 2004
Ada baiknya kedahsyatan tsunami tanggapan letusan Gunung Krakatau, kita kenang. Andaikan tragedi itu terjadi sekarang, terperinci akan lebih ngeri dari gempa dan tsunami yang melanda Aceh dan sejumlah negara, pada tanggal 26 Desember 2004.
Pukul 10.20, 27 Agustus 1883, terdengar bunyi dentuman hebat dari arah Selat Sunda. Dentuman hebat itu lalu disusul dengan semburan debu vulkanis setinggi 80 kilometer.
Dentumannya terdengar hingga jarak 4.500 kilometer jauhnya dari sentra ledakan di Selat Sunda. Konon, inilah bunyi paling keras yang pernah terjadi di dunia hingga ketika ini, kurang lebih setara dengan 21.547,6 kali letusan bom atom.
Semburan bahan Gunung Krakatau berjatuhan menutupi tempat seluas 800.000 kilometer persegi. Selama tiga hari penuh Pulau Jawa dan Sumatera tertutup hujan abu.
Lokasi Krakatau di tengah lautan membawa tragedi tsunami dan air bah yang menerjang pantai-pantai Teluk Betung, Lampung, serta pesisir Jawa Barat, dari Merak hingga Ujungkulon. Air bahari naik hingga 30 meter, menerjang dan menghancurkan desa-desa di pantai.
Di Ujungkulon, air bah masuk hingga sekitar 15 kilometer ke arah darat. Diperkirakan 36.000 orang meninggal dunia tanggapan letusan hebat ini. Sebuah kapal dari pelabuhan Teluk Betung telah terlempar sejuah 2,5 km dan terbawa hanyut ke cuilan rendah dari Sungai Kuripan.
Hujan bubuk dan batunya mencapai areal seluas 300.000 mil persegi atau 483 km persegi dalam radius 150 km per segi. Pada waktu itu Jakarta (Batavia) dan tempat sekitar Selat Sunda ibarat Anyer, Labuan, Kalianda, Teluk Betung dan Kota Agung menjadi gelap gulita.
Tsunami itu juga mengakibatkan kerusakan parah di Hawaii dan menerpa pantai barat Amerika Tengah. Hempasan gelombang menjalar hingga ke Jazirah Arab, 7.000 kilometer lebih jauhnya dari sentra ledakan.
Gelombang tsunami juga mencapai Afrika Selatan, Honolulu, Atlantik, dan Selatan Panama (sekitar 29.646 km dari Krakatau).
Seorang peneliti memperkirakan gelombang tsunami yang terbesar pada letusan Krakatau 1883 yakni tsunami pada periode letusan akhir, di mana jutaan meter kubik material vulkanik yang dilontarkan ke udara, terhempas kembali ke laut, sehingga mengakibatkan gelombang setinggi 30 meter hingga 40 meter yang menerjang pantaipantai, dan menelan banyak korban jiwa manusia.
Menurut Donald Olson, fisikawan dan profesor astronomi di Texas State University, letusan Gunung Krakatau waktu itu sungguh dahsyat sehingga menerbangkan debu-debu ke atmosfer dan membuat senja merah menyala di Eropa antara November 1883 hingga Februari 1884.
Tidak tercatat berapa juta gulden kerugian lantaran letusan tersebut. Diperoleh keterangan korban insan tewas 36.417 orang. Pada ketika itu, korban sebanyak itu hingga ketika ini mungkin merupakan korban terbesar di dunia yang disebabkan oleh tragedi alam.
Saat itu penduduk di Pulau Jawa dan Sumatra masih sangat sedikit. Bila letusan itu terjadi sekarang, kerugian, kerusakan dan kesedihan lantaran maut yang ditimbulkan akan berlipat ganda lantaran padatnya penduduk. Setelah letusan dahsyat itu, para andal gunung api menyimpulkan bahwa letusan yang serupa mungkin sanggup terjadi 2000 hingga 3000 tahun lagi atau mungkin lebih usang lagi.
Sumber: The Surakarta Post 2005
Pukul 10.20, 27 Agustus 1883, terdengar bunyi dentuman hebat dari arah Selat Sunda. Dentuman hebat itu lalu disusul dengan semburan debu vulkanis setinggi 80 kilometer.
Dentumannya terdengar hingga jarak 4.500 kilometer jauhnya dari sentra ledakan di Selat Sunda. Konon, inilah bunyi paling keras yang pernah terjadi di dunia hingga ketika ini, kurang lebih setara dengan 21.547,6 kali letusan bom atom.
Semburan bahan Gunung Krakatau berjatuhan menutupi tempat seluas 800.000 kilometer persegi. Selama tiga hari penuh Pulau Jawa dan Sumatera tertutup hujan abu.
Gambar: Keadaan Tsunami Krakatau 1883 |
Lokasi Krakatau di tengah lautan membawa tragedi tsunami dan air bah yang menerjang pantai-pantai Teluk Betung, Lampung, serta pesisir Jawa Barat, dari Merak hingga Ujungkulon. Air bahari naik hingga 30 meter, menerjang dan menghancurkan desa-desa di pantai.
Di Ujungkulon, air bah masuk hingga sekitar 15 kilometer ke arah darat. Diperkirakan 36.000 orang meninggal dunia tanggapan letusan hebat ini. Sebuah kapal dari pelabuhan Teluk Betung telah terlempar sejuah 2,5 km dan terbawa hanyut ke cuilan rendah dari Sungai Kuripan.
Hujan bubuk dan batunya mencapai areal seluas 300.000 mil persegi atau 483 km persegi dalam radius 150 km per segi. Pada waktu itu Jakarta (Batavia) dan tempat sekitar Selat Sunda ibarat Anyer, Labuan, Kalianda, Teluk Betung dan Kota Agung menjadi gelap gulita.
Tsunami itu juga mengakibatkan kerusakan parah di Hawaii dan menerpa pantai barat Amerika Tengah. Hempasan gelombang menjalar hingga ke Jazirah Arab, 7.000 kilometer lebih jauhnya dari sentra ledakan.
Gelombang tsunami juga mencapai Afrika Selatan, Honolulu, Atlantik, dan Selatan Panama (sekitar 29.646 km dari Krakatau).
Seorang peneliti memperkirakan gelombang tsunami yang terbesar pada letusan Krakatau 1883 yakni tsunami pada periode letusan akhir, di mana jutaan meter kubik material vulkanik yang dilontarkan ke udara, terhempas kembali ke laut, sehingga mengakibatkan gelombang setinggi 30 meter hingga 40 meter yang menerjang pantaipantai, dan menelan banyak korban jiwa manusia.
Menurut Donald Olson, fisikawan dan profesor astronomi di Texas State University, letusan Gunung Krakatau waktu itu sungguh dahsyat sehingga menerbangkan debu-debu ke atmosfer dan membuat senja merah menyala di Eropa antara November 1883 hingga Februari 1884.
Tidak tercatat berapa juta gulden kerugian lantaran letusan tersebut. Diperoleh keterangan korban insan tewas 36.417 orang. Pada ketika itu, korban sebanyak itu hingga ketika ini mungkin merupakan korban terbesar di dunia yang disebabkan oleh tragedi alam.
Saat itu penduduk di Pulau Jawa dan Sumatra masih sangat sedikit. Bila letusan itu terjadi sekarang, kerugian, kerusakan dan kesedihan lantaran maut yang ditimbulkan akan berlipat ganda lantaran padatnya penduduk. Setelah letusan dahsyat itu, para andal gunung api menyimpulkan bahwa letusan yang serupa mungkin sanggup terjadi 2000 hingga 3000 tahun lagi atau mungkin lebih usang lagi.
Sumber: The Surakarta Post 2005