hukum
Asas Aturan Umum
SUDUT HUKUM | Menurut P.Scholten menjelaskan asas aturan bukanlah sebuah aturan aturan (rechtsegel). Untuk sanggup dikatakan sebagai aturan hukum, sebuah asas aturan yakni terlalu umum, sehingga ia atau sama sekali tidak atau terlalu banyak berbicara (of niets of veel zeide). Penerapan asas aturan secara eksklusif melalui jalan subsumsi atau pengelompokan sebagai aturan mustahil , kaarena untuk itu terlebih dahulu perlu dibuat isi yang konkret.
Berikut asas – asas aturan , yaitu :
- Juris praecepta sunt haec: honeste vivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere (peraturan – peraturan dasar dari aturan yakni hidup dengan patut, tidak merugikan orang lain, menunjukkan kepada orang lain apa yang menjadi bagiannya)
- Eenieder wordt geacht de wet te kennen (tiap orang dianggap tau undang - undang) . di Indonesia dalam undang – undangnya yang tertera pada Lembaran Negara Republik Indonesia selalu menjelaskan “Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang – undang ini dengan penempatanya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia”. Dengan hal ini maka setiap orang dianggap yahu wacana adanya undang – undang yang bersangkutan.
- Icorpus iurus civis (undang – undang hanya mengikat kedepan dan tidak berlaku surut). Asas ini juga tertera pada Pasal 2 Ketentuan Umum Perundang – ajakan untuk Indonesia yang memilih bahwa undang – undang hanya berlaku untuk waktu kemudian dan tidak berlaku surut. Asas dalam Pasal 2 ini berlaku untuk peraturan perundang – ajakan perdata, pidana, manajemen negara, dan sebagainya.
- Lex superior derogat legi inferiori (ketentuan yang lebih tinggi mengesampingkan ketentuan yang lebih rendah) . Asas ini sesuai dengan teori tangga perundang – ajakan dari Hans Kelsen dimana kekuatan mengikat suatu peraturan terletak pada peraturan yang lebih tinggi, peraturan yang lebih rendah dilarang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yang menjadi dasar kekuatan mengikatnya.
- Lex posteriore derogat legi priori (ketentuan yang kemudian mengesampingkan ketentuan yang terlebih dahulu). Undang – undang yang lebih gres mengesampingkan undang – undang yang lebih lama, namun ini berlaku untuk perundang – ajakan yang sederajat.
- Lex seorang hebat derogat legi generali (ketentuan khusus mengesampingkan ketentuan umum).
- Pacta sunt servanda (perjanjian yakni mengikat). Asas ini merupakan dasar pikiran dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap perjanjian yang telah dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi para pihak yang membuatnya.
- Nemo plus juris ad alium transferre potest, quam ipse haberet (tidak seorangpun sanggup menunjukkan hak pada orang lain lebih daripada yang dimilikinya).
- Nullum crime, nulla poena sine praevia lege poenali (tiada kejahatan, tiada pidana tanpa adanya undang – undang pidana terlebih dahulu).
- Actus non facit reum nisi mens sit rea (perbuatan tidak membentuk kejahatan kecuali bila jiwanya bersalah).
Sedangkan mengenai asas dalam perundang – ajakan , Purnadi dan Soerjono Soekanto menjelaskan mengenai asas perundang – ajakan ,antara lain sebagai berikut :
- Undang – undang dilarang berlaku surut;
- Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi memiliki derajat lebih tinggi sehingga terhadap peraturan yang lebih rendah dan mengatur objek yang sama maka hakim menetapkan peraturan yang lebih tinggi;
- Undang-Undang yang bersifat khusus mengenyampingkan Undang-Undang yang bersifat umum. (Lex seorang hebat derogat legi generali);
- Undang – undang yang berlaku belakangan membatalkan undang – undang yang berlaku terdahulu (Lex posteriore derogat legi priori);
- Undang – undang tidak sanggup diganggu gugat;
- Undang – undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin sanggup mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaruan dan pelestarian (Asas welvaarstaat).