Pengertian Perjanjian Mengikat Atau Tying Agreement

SUDUT HUKUM | Perjanjian dalam UU No. 5 Tahun 1999 didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku perjuangan untuk meningkatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku perjuangan lain dengan nama apapun baik tertulis maupun tidak tertulis.

Perjanjian yang dihentikan yaitu salah satu bentuk persaingan perjuangan tidak sehat yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1999 mengatur wacana perjanjian tertutup sebagai bentuk dari perjanjian yang dilarang.

Selanjutnya, salah satu bab dalam perjanjian tertutup yaitu perjanjian mengikat atau tying agreement yang diatur pada Pasal 15 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2011 wacana Pedoman Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1999 (selanjutnya disebut Perkom No. 5 Tahun 2011).

Perjanjian mengikat atau tying agreement diatur secara khusus dalam Pasal 15 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999. Tying agreement didefinisikan sebagai perjanjian yang dibentuk diantara pelaku perjuangan yang memuat persyaratan bahwa pihak yang mendapatkan barang atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang atau jasa lain dari pelau perjuangan pemasok.

Tying agreement terjadi apabila suatu perusahaan mengadakan perjanjian dengan pelaku perjuangan lainnya yang berada pada level yang berbeda dengan mensyaratkan penjualan ataupun penyewaan suatu barang atau jasa hanya akan dilakukan apabila pembeli atau penyewa tersebut juga akan membeli atau menyewa barang lainnya.

Berdasarkan praktik tying agreement, pelaku perjuangan sanggup melaksanakan ekspansi kekuatan monopoli pada tying product (barang atau jasa yang pertama kali dijual) ke tied product (barang atau jasa yang dipaksa harus dibeli juga oleh konsumen). Berdasarkan kekuatan monopoli untuk kedua produk sekaligus (tying product dan tied product), pelaku perjuangan sanggup membuat kendala bagi calon pelaku perjuangan pesaing untuk masuk ke dalam pasar sehingga pelaku perjuangan lainnya untuk sanggup bersaing mau tidak mau harus melaksanakan hal yang sama yaitu melaksanakan praktik tying agreement juga.

Praktik tying agreement sanggup membuat konsumen kesulitan dalam menentukan harga bekerjsama dari produk yang dibeli sehingga tying agreement membuat konsumen harus membeli barang yang bekerjsama tidak dibutuhkan. Oleh alasannya yaitu itu, ada dua alasan yang menjadikan praktik tying agreement menjadi dilarang, yaitu:
  • elaku perjuangan yang melaksanakan tying agreement tidak menghendaki pelaku perjuangan lain mempunyai kesempatan yang sama untuk bersaing secara fair terutama pada tied product; dan
  • Pelaku perjuangan yang melaksanakan tying agreement juga telah menghilangkan hak konsumen untuk menentukan secara merdeka barang yang ingin mereka beli.

UU No. 5 Tahun 1999 bersikap cukup keras terhadap praktik tying agreement, hal itu sanggup dilihat dari perumusan pasal yang mengatur mengenai tying agreement dirumuskan secara per se yang artinya bagi pelaku perjuangan yang membuat perjanjian dengan pelaku perjuangan lain untuk melaksanakan suatu praktik tying agreement tanpa harus melihat tanggapan dari praktik tersebut muncul, pasal ini sudah secara tepat sanggup dikenakan kepada pelaku perjuangan yang melanggarnya.