Protein Profilin Dari Benalu Cryptosporidium Sanggup Dipakai Untuk Vaksin Diare

Cryptosporidium yaitu benalu Apicomplexan yang sanggup menginfeksi sel usus dan menunjukan siklus hidup dengan transmisi khas fecal-oral. Cryptosporidium sering diklasifikasikan sebagai koksidia dan mengatakan siklus hidup serupa dengan koksidia usus lainnya. Namun, Cryptosporidium lebih bersahabat dengan Gregarines dan ini terlihat dalam beberapa aspek siklus hidupnya. Infeksi terjadi melalui tertelannya ookista dalam takaran cukup rendah (10-30 ookista). Setelah  melewati lambung, sporozoite keluar dari ookista dan melekat pada sel epitel usus. Kebanyakan jenis Cryptosporidium telah menyesuaikan diri hanya menginfeksi rentang hospes alami yang sempit (Wiser, 2010). 

Secara umum benalu Cryptosporidium yang sanggup menginfeksi insan diantaranya: C. hominis, C. parvum, C. meleagridis, C. felis dan C. canis. Namun hanya  C. hominis dan C. parvum yang merupakan  patogen utama pada insan (Xiao et al., 2006). Jenis C. muris dapat menginfeksi insan terutama individu yang imunokompromi (Chappell et al., 2015).

Penggunaan vaksin Cryptosporidium yang hidup dan dilemahkan masih sanggup menjadikan penyakit pada populasi imunokompromi. Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan berfokus pada potensi imunogenik protein spesifik yang terlibat dalam pelekatan dan invasi sel inang. Profilin yaitu kontributor kunci untuk aktin polimerisasi. Pada Toxoplasma gondii yang termasuk anggota dari benalu Apicomplexan memiliki protein seolah-olah profilin yang dikenali oleh Toll-like receptor 11 (TLR11) dalam sistem kekebalan bawaan inang dan mengatakan adanya gangguan  pada gen yang terkait dengan profilin T. gondii. Walaupun tidak diharapkan untuk pertumbuhan intraselular, namun sangat diharapkan untuk gliding motilitas, invasi sel inang, jalan keluar yang aktif dari sel inang dan virulensi pada tikus. Parasit yang kekurangan profilin tidak sanggup menginduksi TLR11-dependent untuk memproduksi sitokin interleukin-12 secara in vitro dan in vivo pada pertahanan sel inang. Dengan demikian, profilin merupakan elemen penting dari dua aspek bisul T. gondii. Seperti flagellin bakteri, profilin berperan dalam motilitas ketika melayani sebagai ligan mikrobial yang dikenali oleh sistem kekebalan bawaan inang (Plattner et al., 2008)


Analisis Residu Lestari dari profilin masing-masing spesies

Gambar 1. Tingkat lestarari asam amino pada Cryptosporidium.

Tingkat lestari asam amino pada beberapa jenis Cryptosporidium dapat dilihat pada gambar 1.  Bar abu-abu mengatakan tingkat lestari setiap asam amino dari Cryptosporidium. Huruf merah yang dicetak dalam abjad kapital merupakan asam amino yang sangat lestari sedangkan abjad merah keunguan yang dicetak dalam abjad kapital merupakan residu yang cukup lestari. Huruf  kecil berwarna hitam yaitu residu dengan rendah konservasi/lestari. Residu konsensus yang telah diselaraskan dengan masing-masing sekuen kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mencari epitop yang bisa berikatan berpengaruh dengan molekul HLA dan mempunyai asam amino yang rata-rata cukup lestari atau yang sangat lestari di masing-masing jenis sehingga epitop yang diperoleh sanggup dipakai untuk beberapa patogen Cryptosporidium.


Tabel 1 menunjukkan epitop sel T yang terdapat di tempat lestari saling tumpang tindih dan rata-rata sangat lestari pada masing-masing jenis. Sekuen konsensus yang sesuai dengan epitop yang diprediksi masing-masing berada dalam kotak merah. Residu yang  berwarna kuning yaitu residu pada posisi awal dan selesai peptida di sekuen protein profilin


Untuk melindungi sebagian besar individu yang cenderung sanggup terinfeksi secara kronis, maka dipakai metode cakupan populasi yang disediakan oleh IEDB (Tabel 2).Berdasarkan analisis secara bioinformatika diperoleh tiga desain epitop sel T  yaitu GLCSIDGAFYAASAD, NGVWVGGNKYIIRVEK dan VALQLAEYLV. Hasil akumulasi populasi menyimpulkan bahwa kombinasi tiga epitop bisa mencapai nilai PC90 yang pertanda kombinasi atau protein tersebut sanggup dikenali oleh 90% populasi.

PenulisRomi Febriansyah, S.Si

Referensi

  1. Bui HH, Sidney J, Dinh K, et al. 2006. Predicting population coverage of T-cell epitope-based diagnostics and vaccines. BMC Bioinformatics. Vol 7: 153.
  2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2015. Parasites - Cryptosporidium. https://www.cdc.gov/parasites/crypto/illness.html, 2017; 6 April.
  3. Gajadhar AA, Lalonde LF, Al-Adhami B, et al. 2015. 6 - Foodborne apicomplexan protozoa: Coccidia. h. 101-47. Dalam: Foodborne Parasites in the Food Supply Web; Gajadhar AA (Eds), Oxford: Woodhead Publishing.
  4. Mead JR. 2014. Prospects for immunotherapy and vaccines against Cryptosporidium. Hum Vaccin Immunother. Vol 10 (6): 1505-13.
  5. Neutra MR, Kozlowski PA. 2006. Mucosal vaccines: the promise and the challenge. Nat Rev Immunol. Vol 6 (2): 148-
  6. Pettersen EF, Goddard TD, Huang CC, et al. 2004. UCSF Chimera--a visualization system for exploratory research and analysis. J Comput Chem. Vol 25 (13): 1605-12.
  7. Plattner F, Yarovinsky F, Romero S, et al. 2008. Toxoplasma profilin is essential for host cell invasion and TLR11-dependent induction of an interleukin-12 response. Cell Host Microbe. Vol 3 (2): 77-87.
  8. United Nations Children’s Fund (UNICEF). 2016. One is too many: Ending child deaths from pneumonia and diarrhoea. New York.
  9. Xu P, Widmer G, Wang Y, et al. 2004. The genome of Cryptosporidium hominis. Nature. Vol 431 (7012): 1107-12.