Keadaan Sosial Dan Budaya Pra G 30 S/Pki

Pembahasan kali ini membahas perihal insiden g 30 spki, tujuan pemberontakan g 30 spki, g 30 spki, keadaan sosial sebelum insiden g 30 spki, keadaan sosial sebelumg 30 spki,  kondisi budaya pra g 30 spki, kondisi budaya pra g 30 spki dan g 30 spki


Keadaan Sosial dan Budaya Pra G 30 S/PKI


Kehidupan Sosial

Doktrin Nasakom yang disuarakan Bung Karno mempengaruhi kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal ini terlihat sekali dalam kehidupan pers. Surat kabar yang menentang Nasakom atau PKI diberedel.

Misalnya Pedoman, Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, dan Star Weekly. Sebaliknya, surat kabar PKI merajai dunia penerbitan pers ketika itu, menyerupai Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Warta Bhakti.

Mereka juga menerbitkan surat kabar Bintang Muda, Zaman Baru, dan Harian Rakyat Minggu. Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) milik pemerintah didominasi oleh golongan komunis.

Surat kabar milik PKI melaksanakan propaganda dan agitasi terhadap lawan-lawan politiknya. Dengan jalan itu, PKI berhasil mendominasi kehidupan sosial politik masyarakat.

Untuk memurnikan fatwa Bung Karno dari efek komunis, beberapa tokoh membentuk Barisan Pendukung Soekarnoisme (BPS).

BPS diketuai oleh Adam Malik dibantu oleh B.M. Diah, Sumantoro, dan kawan-kawan. Berdirinya BPS menerima tekanan dari PKI. Bahkan, PKI memfitnah bahwa BPS merupakan bentukan Amerika. Bung Karno lalu mendukung PKI dengan melarang acara BPS.
Pembahasan kali ini membahas perihal insiden g  Keadaan Sosial dan Budaya Pra G 30 S/PKI
Keadaan Sosial Sebelum PKI

Kehidupan Budaya


Saat PKI merajai kehidupan politik, semua acara kebudayaan terpengaruh. Sejak tahun 1950 PKI telah membentuk Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dengan tokoh utamanya Pramoedya Ananta Toer.

Lekra dengan kejam menindas dan meneror kaum intelektual dan sastrawan Indonesia yang tidak mau bergabung dengannya. Pada ketika yang sama, Lekra mem- propagandakan misi dan kepentingan PKI terutama berkaitan dengan penyebaran ideologi komunis.

Para mahasiswa PKI bergabung dalam Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). Mereka meneror mahasiswa lain yang tidak mau bergabung.

Para sastrawan dan cendekiawan penentang Lekra membuat Manifes Kebudayaan tanggal 17 Agustus 1963. Mereka mendukung Pancasila, tetapi menolak bergabung dengan Nasakom.

Para sastrawan dan intelektual itu menghendaki suatu kebudayaan Indonesia yang tidak didominasi oleh ideologi tertentu. Tokoh manifes ini ialah H.B. Jassin. PKI lalu memakai kekuasaan Bung Karno untuk melarang acara manifes kebudayaan.

Akhirnya, Bung Karno benar-benar melarangnya tanggal 8 Mei 1964. Bahkan H.B. Jassin lalu dipecat sebagai dosen di Universitas Indonesia Jakarta. Demikianlah cara PKI membuat suasana yang menguntungkan kepentingan politiknya.

Mereka melekat setiap kebijakan Bung Karno dengan membentuk lembaga-lembaga pendukung. Teror dan fitnah mereka jalankan untuk menghadapi kelompok antikomunis.

Berkat donasi dan proteksi Bung Karno, PKI bisa memasuki seluruh sendi kehidupan bangsa. Oleh alasannya ialah itu, PKI tinggal menunggu aktu untuk merebut kekuasaan sesuai dengan iman komunisme.