Pengertian Sistem Peradilan Pidana Dalam Perspektif Negara Aturan Pancasila

SUDUT HUKUM | Pengertian Sistem Peradilan Pidana yakni sistem yang dibentuk untuk menanggulangi masalah-masalah kejahatan yang sanggup mengganggu ketertiban dan mengancam rasa kondusif masyarakat, merupakan salah satu perjuangan masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan biar berada dalam batas-batas toleransi yang sanggup diterima.  Pelaksanaan peradilan pidana yakni upaya untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi di masyarakat dengan mengajukan para pelaku kejahatan ke pengadilan sehingga menimbulkan efek jera kepada para pelaku kejahatan dengan tujuan biar pelaku dalam merencanakan maksud dan niatnya berfikir kembali sebelum melaksanakan kejahatan.

 Pengertian Sistem Peradilan Pidana yakni sistem yang dibentuk untuk menanggulangi persoalan Pengertian Sistem Peradilan Pidana dalam Perspektif Negara Hukum Pancasila


Oleh lantaran itu dalam memaparkan permasalahan ini perlu terlebih dahulu dijelaskan mengenai makna “sistem” dalam SPP tersebut. Makna sistem, berdasarkan Satjipto Rahardjo, yakni sebagai jenis satuan, yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan tertentu ini menandakan kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian. Beliau juga memaknai sistem sebagai suatu rencana, metode atau mekanisme untuk mengerjakan sesuatu.

Sedangkan berdasarkan ekonomis penulis Peradilan Pidana yakni lembaga-lembaga yang berkaitan dalam rangka penegakan hukum diranah privat yang ketika ini penjelmaannya jauh dari penerapan nilai-nilai Pancasila alasannya diorganisir sekitar persoalan saja, bukan kasus padahal penting untuk melaksanakan penyelesaiannya dengan pendekatan kolaboratif dari banyak sekali instansi dikerahkan untuk mengatasi persoalan mendasar, bukan hanya untuk memilih hasil dalam penuntutan pidana saja.

Kedua wacana di atas merupakan pengertian dari Sistem Peradilan Pidana secara keseluruhan, sedangkan apabila kita merunut satu-persatu maka pengertian Sistem Peradilan Pidana mempunyai makna yang sangat luas dan hasil dari interpretasi atas sudut pandang yang berbeda-beda dari masing-masing penganut paham yang mengartikannya, kalau mengambil pengertian Menurut Larry J. Siegel dan Joseph J. Senna, memandang Sistem Peradilan pidana sebagai berikut: 
Criminal justice may be viewed or defined as the system of law enforcement, adjudication, and correction that is directly involved in the apprehension, prosecution, and control of those charged with criminal offenses.” (Terjemahan Bebasnya Sistem Peradilan Pidana sanggup dilihat atau dimaknai sebagai suatu sistem penegakan hukum, sistem proses peradilan, dan sistem pemasyarakatan yang terlibat secara pribadi dalam penangkapan, penuntutan dan pengawasan terhadap mereka yang dituduh melaksanakan tindak pidana). 
Berdasarkan pandangan di atas, menandakan bahwa permasalahan Sistem Peradilan Pidana atau criminal justice system intinya merupakan kajian akademis di luar bidang Hukum Pidana itu sendiri. Artinya, Hukum Pidana dalam membentuk Sistem Peradilan Pidana tidak sanggup melepaskan diri dari masukan ilmu aturan bidang lain dan sanggup tegas dikatakan tidak diselaraskan dengan cita aturan Pancasila sebagaimana berdasarkan Mochtar Kusumaatmadja sebagaimana dikutip dalam “Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia” dalam buku karya Darji Darmodhardjo, alasannya kaitan tesebut lebih mengedepankan campur tangan dari Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara dan Ilmu Sosial lainnya. 

Walaupun demikian, para hebat aturan pidana, pada kenyataannya membatasi diri untuk tidak terlalu jauh mendalami bidang hukum lain selain aturan pidana. Nampaknya bidang Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara dan Ilmu Sosial dipakai sebagai ilmu jembatan untuk menjelaskan dan memecahkan permasalahan yang muncul dalam proses peradilan pidana ketika ini. Implikasi dari tujuan dari pembentukan Sistem Peradilan Pidana, patut dimaklumi, hal tersebut dikarenakan adanya keberagaman sudut pandang. Namun demikian, tujuan Sistem Peradilan Pidana tersebut merupakan keterpaduan walaupun saling melengkapi, namun dalam kerangka konsep welfare state belum sanggup mewujudkan falsafah Ideologi Pancasila.