Tindak Pidana Pemberitaan Hoax

SUDUT HUKUM | Tindak pidana sengaja dan tanpa hak membuatkan gosip bohong yang menyebabkan kerugian konsumen transaksi elektronik dan menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan (pasal 28 jo 45 ayat(2)).

Jika pasal 28 jo 45 ayat (2) UU TE dirumuskan dalam satu naskah, selengkapnya yaitu sebagai berikut :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak membuatkan gosip bohong dan menyesatkan yang menjadikan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling usang 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu milliard rupiah) “
Dipidana yang sama ibarat ayat (1) setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak membuatkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). 
Ada dua bentuk tindak pidana ITE dalam pasal 28, masing-masing dirumuskan dalam ayat (1) dan ayat (2). Tindak pidana ITE dalam ayat (1) terdiri dari unsur-unsur berikut:
  1. Kesalahan : dengan sengaja.
  2. Melawan hukum : tanpa hak.
  3. Perbuatan : menyebarkan.
  4. Objek : gosip bohong dan meyesatkan.
  5. Akibat konstitutif : menjadikan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Unsur-unsur tindak pidana dalam ayat (2) yaitu :
  1. Kesalahan : dengan sengaja.
  2. Melawan hukum : tanpa hak.
  3. Perbuatan : menyebarkan.
  4. Objek : informasi.
  5. Tujuan : untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Unsur-unsur formal yang membentuk rumusan tindak pidana secara materil dan formal.

Bentuk pertama di rumuskan secara materil

Tindak pidana ITE pertama dirumuskan secara materiil. Tindak pidana tersebut final tepat bila akhir perbuatan telah timbul. Perbuatan membuatkan gosip bohong yang menyesatkan telah menimbulkan akhir adanya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

 Tindak pidana sengaja dan tanpa hak membuatkan gosip bohong yang Tindak Pidana Pemberitaan Hoax


Dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain, Sengaja artinya si pembuat menghendaki untuk membuatkan gosip bohong dan menyesatkan, dan menghendaki atau setidaknya menyadari timbul akibat kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Si pembuat juga mengerti bahwa apa yang dilakukannya itu tidak dibenarkan (sifat melawan hukum subjektif), dan memberi gosip yang isinya bohong dan mengerti dengan demikian akan menjadikan kerugian bagi konsumen transaksi elektronik. Transaksi elektronik yaitu perbuatan aturan yang dilakukan dengan mengunakan computer dan/atau media elektronik lainnya.

Sifat melawan hukum dirumuskan dalam frasa “tanpa hak” bercorak dua objektif dan subjektif. Corak objektif ialah sifat selamanya perbuatan tersebut diletakkkan pada kebohongan dan menyesatkan dari isi berita yang disebarkan, sementara corak subjektif terletak pada kesadaran isi pembuat perihal dicelananya perbuatan semacam itu di masyarakat yang diformalkan dalam Undang-Undang, bila dilihat dari sudut sifat tercelanya perbuatan yang diltakkan pada isi gosip dan balasannya bagi pengguna konsumen transaksi elektronik. Maka mencantumkan unsure “tanpa hak” dirasa berlebihan oleh alasannya yaitu mustahil terdapat adanya orang yang membuatkan gosip bohong yang menyesatkan kerugian konsumen transaksi elektronik yang dibolehkan.

Apakah mungkin disebabkan lantaran pembentukan UU ITE menganggap, bahwa “tanpa hak” diletakkan pada si pembuat yang “tidak memiliki” sarana sistem elektronik yang digunakannya? Misalnya mengirim E-mail dengan memakai alamat E-mail orang lan tanpa ijin dari pemiliknya apabila yang dimaksud demikian, mestinya bukan frasa “tanpa hak” yang dipakai dalam rumusan, melainkan “ tanpa ijin”. 

Namun pendapat inipun menjadi lemah, kalau dilihat dari perbuatan melakukan transaksi elektronik dengan memakai sistem elektronik milik orang lain tanpa ijin dari tang berhak sepeti itu, sebetulnya merupakan tindak pidana yang bangkit sendiri. Masuk pada pasal 30.

Kiranya pembentukan UU ITE telah lupa keterangan MvTWvS tentang latar belakang dalam hal apa unsur sifat melawan aturan itu perlu dicantumkan salam rumusan. UU ITE yang memutarbalik iktikad hukum dalam MvT. Yang menyatakan bahwa unsur melawan aturan perlu dicantumkan di dalam rumusan tindak pidana, hanya apabila dirasakan perbuatan itu sanggup dilakukan orang yang berhak. Misalnya jika mendapatkan ijin dari yang berhak. Untuk mengindarkan semoga tindak pidananya bagi mereka yang berhak melaksanakan perbuatan semacam itu, maka perlu unsur sifat melawan hukum yang dicantumkan dalam rumusan tindak pidana.

Berita bohong yaitu gosip yang isinya tidak sesuai dengan kebenaran sesungguhnya (materiĂ«le waarheid). Menyebarkan maksudnya menyampaikan (berita bohong) pada khalak umum in casu melalui media sistem elektronik. Menyebarkan gosip bohong tidak sanggup ditujukan pada satu atau seseorang tertentu. Melainkan harus pada banyak orang (umum). Sesuai dengan frasa “menyesatkan” gosip bohong itu dapat memperdaya orang. Sifat memperdaya dari isi gosip bohong yang disebarkan yang menyesatkan umum, sehingga menimbulkan akhir kerugian konsumen yang melaksanakan transaksi elektronik. Kerugian yang dimaksud, tidak saja kerugian yang sanggup dinilai uang, tetapi segala bentuk kerugian. Misalnya timbulnya perasaan cemas, malu, kesusahan, hilangnya impian mendapat kesenangan atau keuntungan dan sebagainya

Bentuk kedua di rumuskan secara formal

Kesamaan dengan bentuk pertama, ialah mengenai unsure sengaja, tanpa hak dan perbuatan menyebarkan. Unsur-unsur yang sama tidak perlu dibicarakan lagi.

Kalau bentuk pertama secara terang merupakan tindak pidana materiil. Dari frasa “mengakibatkan menyesatkan” sangat jelas, disyaratkan akhir harus timbul semoga tindak pidana menjadi selesai sempurna. Bentuk kedua tidak begitu jelas. Ketidakjelasan itu bisa menimbulkan perbedaan pendapat.

Pendapat pertama, merupakan tindak pidana formil. Selesainya tindak pidana diletakkan pada selesainya perbuatan. Alasannya dalam rumusan tidak secara tegas melarang menimbulkan akhir tertentu. Frasa “ditujukan untuk”….. sanggup diartikan bahwa perbuatan menyebarkan informasi ditujukan semoga timbul rasa kebencian dan sebagainya. Artinya tujuan tidak berbeda dengan “maksud”. Sedangkan rasa kebencian antar agama atau antar golongan dan sebagainya tidak perlu benar-benar telah timbul oleh perbuatan .

Pendapat ini memerlukan pembuktian, bahwa perbuatan menyebarkan ditujukan semoga timbulnya rasa kebencian dan sebaginya. Caranya dengan melogikan wujud perbuatan ibarat itu berdasarkan sifat dan keadaannya sanggup menimbulkan kebencian antara golongan dan sebagainya, yang semula disadari dan di hendaki si pembuat. Melogikan ini harus disertai dengan pengungkapan keadaan-keadaan/fakta yang ada sekitar dan pada dikala perbuatan dilakukan, sifat dan keadaan isi informasi yang disebarkan, latar belakang objektif dan subjektif si pembuat, dan sebagainya. Kiranya sama ibarat dengan cara menandakan unsur sengaja.

Pendapat kedua, termasuk tindak pidana materiil. Tindak pidana selesai tepat akhir adanya rasa kebencian atau permusuhan antar kelompok masyarakat telah timbul. Alasannya ada dua pertama, cara merumuskan kedua sama persis dengan cara merumuskan tindak pidana penipuan (oplichting) pasal 378, atau pemerasan pasal 368 KUHP. Tidak terdapat perbedaan pendapat mengenai penipuan dan pemerasan tersebut adalah tindak pidana materiil.

Alasan pendapat kedua, ialah dalam hubungannya dengan pembuktian. Rasa kebencian merupakan rasa tidak bahagia atau tidak suka. Rasa permusuhan merupakan perasaan orang/kelompok lainnya yaitu musuhnya. Rasa permusuhan lebih tajam lebih besar rasa tidak senangnya, lantaran orang atau kelompok lain yaitu hati. Tidak bisa diketahui dan dibuktikan sebelum ada wujud aktual dari tindakan yang menghambarkan rasa ketidak senangan atau perumusan harus benar-benar sudah ada wujudnya, bukan sekedar masih disimpan didalam hati masingmasing orang. Dalam hal pendapat kedua, jikalau perbuatan telah terwujud sementara akhir tidak timbul, insiden itu masuk percobaan. Pembuatannya sudah sanggup dipidana.