Bitcoin
Pandangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Wacana Mata Uang Terhadap Alat Tukar Bitcoin
SUDUT HUKUM | Sejak kemunculan mata uang gres yaitu mata uang virtual currency bitcoin, sejumlah otoritas dibeberapa negara membicarakan mata uang tersebut. Hal ini menciptakan heboh lantaran mata uang digital di dunia maya, ternyata sanggup juga digunakan di dunia nyata. Adapun konsep yang ada pada mata uang virtual ini sebagaimana telah dijelaskan pada artikel sebelumnya yaitu memperkenalkan sistem mata uang alternatif dunia yang benar-benar mengacu pada kekuatan supply dan demand, kenaikan harga terjadi lantaran banyaknya usul dan sebaliknya penurunan harga terjadi lantaran banyaknya barang yang ditawarkan. Dalam hal ini bitcoin sebagai mata uang yang independen dan tidak ada intervensi (campur tangan) dari pihak manapun.
Dengan adanya konsep ini masayarakat umum secara sedikit demi sedikit mencoba membeli dan memakai uang digital ini sebagai alat tukar virtual dalam transaksi aktual maupun maya. Al hasil ini menciptakan harga bitcoin yang secara cepat dalam waktu yang singkat mengalami kenaikan karena permintaan yang begitu banyak. Dari sini lah berbagai otoritas keuangan heboh membicarakan bitcoin virtual currency ini.
Karena berlawanan dengan sistem sentarlisasi (terpusat) yang diterapkan oleh sebagian besar bank sentral di dunia, beberapa bank sentral dunia bahkan merasa perlu untuk memperlihatkan pernyataan terhadap fenomena bitcoin ini. Bank sentral Islandia menyatakan bahwa transaksi dengan bitcoin dianggap sebagai pergerakan modal ke luar negeri dan illegal. Sementara bank sentral Rusia memperingatkan bisnis yang memakai bitcoin sebagai alat pembayaran dengan dianggap berpotensi terlibat terhadap tindak pembersihan uang atau pendanaan terorisme.
Di China bitcoin beredar bebas dengan peringatan, mereka memperlihatkan larangan untuk perusahaan-perusahaan, tetapi masyarakat diperbolehkannya transaksi dengan bitcoin sebagai acara perdagangan komoditas di internet. Demikian untuk Negara Korea menganggap bahwa bitcoin tidak mempunyai nilai intrinsik sehingga tidak mempunyai indikator perbandingan.
Namun banyak pula negara-negara merespon transaksi bitcoin dengan perilaku terbuka, salah satunya di Amerika Serikat dimana bitcoin boleh beredar sebagai transaksi elektronik. Sementara di Singapura bitcoin boleh beredar namun bank sentral tak ikut campur atas transaksi dengan bitcoin, tetapi akan mengenakan pajak lantaran bitcoin dianggap komoditas. Di Malaysia bank sentral memperbolehkan transaksi dengan bitcoin. Akan tetapi masyarakat dihimbau untuk berhati-hati dalam bertransaksi dan berinvestasi dengan mata
uang virtual ini.
Di Indonesia bank sentral Indonesia sempat memberikan pernyataannya mengenai bitcoin ini. Melalui siaran pers yang diedarkan pada tanggal 6 Februari 2014 menyatakan bahwa bitcoin maupun mata uang virtual currency lainya bukanlah merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Kemudian Bank Indonesia menghimbau kepada masyarakat semoga berhati-hati terhadap bitcoin dan virtual currency lainnya. Segala resiko terkait kepemilikannya ditanggung sendiri oleh pemilik atau penggunanya. Sebagaimana Bank Indonesia ungkapkan juga bahwa mata uang haruslah memiliki penangguang jaminan dan dasar hukum untuk melindungi pemiliknya sementara bitcoin dianggap lemah dari sisi penanggung balasan serta pengawasannya.
Memperhatikan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya bahwa dalam pasal 1 mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah. Sedangkan uang sendiri yaitu alat pembayaran yang sah. Selanjutnya dijelaskan dalam pasal 21 dan 22 bahwa yang wajib digunakan dalam setiap kemudian lintas pembayaran yaitu Rupiah, transaksi perdagangan internasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing, transaksi pembiayaan internasional haruslah memakai Rupiah. Dalam klarifikasi pasal tersebut artinya tidak ada yang layak dijadikan alat tukar atau pembayaran selain Rupiah dalam transaksi apapun di Indonesia.
Penjelasan mengenai mata uang di Indonesia juga dilanjutkan dengan adanya peraturan yang dibentuk Bank Indonesia. Adapun peraturan mengenai uang dengan berlandaskan pada Undang-Undamh No. 7 Tahun 2011 wacana Mata Uang, Bank Indonesia menciptakan peraturan yang lebih rinci mengenai uang ibarat peraturan mengenai uang elektronik yang tidak dijelaskan secara detail dalam undang-undang mata uang. Peraturan Bank Indonesia No: 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik menjelaskan penerbitan uang elektronik wajib memakai satuan uang Rupiah. Disamping itu, setiap pengguna uang elektronik di wilayah republik Indonesia wajib memakai uang Rupiah. Kewajiban penggunaan uang Rupiah ini merupakan amanat dari undang-undang wacana Bank Indonesian serta memperhatikan Undang- Undang No. 7 Tahun 2011 wacana Mata Uang.
Selain itu kewajiban penggunaan uang Rupiah didasarkan pada pertimbangan bahwa nilai dalam uang elektronik harus dapat dikonversi secara penuh sehingga nilai satu Rupiah pada nilai uang elektronik harus sama dengan satu Rupiah pada uang tunai. Selain peraturan mengenai uang elektronik yang dibuat oleh Bank Indonesia terkait wajib memakai Rupiah, Bank Indonesia juga menciptakan buku panduan uang Rupiah yang dilandaskan berdasarkan UU No. 7 Tahun 2011 wacana Mata Uang mengenai ciri-ciri keaslian dan standar visual kualitas Rupiah. Sebagaimana penjelasannya dalam pasal 1 ayat 5 UU no.7 tahun 2011 wacana Mata Uang bahwa alat tukar atau mata uang harus lah gampang dikenali oleh masyarakat berupa unsur pengamanan yang tertanam pada materi uang dan terdapat dua jenis materi uang yang dimaksud dalam undang-undang ini yaitu kertas dan logam.
Bitcoin bila disinggung dengan transaksi perdagangan valuta aneh maka model perdagangannya pun sama yaitu pertukaran mata uang fisik rupiah ke mata uang digital atau mata uang fisik Negara lain dengan harga dan nilai mengikuti supply dan demand (untuk bitcoin) atau kurs yang telah ditentukan oleh bank central dunia (untuk valuta asing) sebagai kepentingan investasi atau melaksanakan perdagangan barang maupun jasa ke Negara lain dengan memakai mata uang dunia yang telah disepakati. Namun di Indonesia ketika ini Bank Indonesia hanya gres menciptakan aturan mengenai tatacara atau ketetapan dalam transaksi valuta aneh untuk uang fisik rupiah dengan uang fisik lainnya.
Sebagaimana yang baru-baru ini Bank Indonesia melaksanakan penyempurnaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait transaksi valas dan lindung nilai yakni PBI No.16/16/PBI/2014 tanggal 17 September 2014 wacana transaksi valuta aneh terhadap rupiah antara bank dengan pihak domestik, PBI No.16/17/PBI/2014 tanggal yang sama wacana transaksi valuta aneh terhadap rupiah antara bank dengan pihak asing, dan PBI No.16/18/PBI/2014 pada tanggal yang sama wacana perubahan atas PBI No.15/8/PBI/2013 wacana transaksi lindung nilai kepada bank.
Peraturan mengenai mata uang apa yang dijadikan sebagai alat tukar di Negara Indonesia sudah sangat terang di atur, ketika terdapat alat tukar lain yang masuk ke negara ini dan dijadikan sebagai alat pembayaran maka alat tukar tersebut tidak sah. Melihat bitcoin akan dijadikan alat pembayaran atau alat tukar dalam transaksi khususnya perdaganyan online maka sanggup dikatakan bitcoin ini yakni tidak sah berdasarkan undang-undang wacana mata uang.
Apalagi bitcoin ini tidak mempunyai bentuk dan sifat nyata, serta sulit dikenal oleh masyarakat umum. Ketika ada seorang bertanya bagaimana bentuk bitcoin dan meminta secara wujud nyata? maka jawabannya tidak ada.
Sebagaimana dijelaksakn dalam artikel sebelumnya mengenai konsep bitcoin. bahwa keseluruhan bitcoin yakni virtual. Bitcoin pun mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu berdasarkan hasil observasi penulis dengan merangkum semua wawancara yang dilakukan baik penulis maupun pihak lain ibarat televisi swasta serta pengalaman yang penulis alami ketika memakai bitcoin. maka kelebihan dan kekuranagn dari bitcoin yakni.
- Kelebihan
- Dalam transaksi bitcoin, tidak ada nomor kartu kredit yang sanggup dikumpulkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
- Dengan bitcoin dimungkinkan melaksanakan transaksi anonim atau tanpa mengungkapkan identitas pengguna sama sekali. Di dompet bitcoin tidak ada nama pemilik atau informasi apapun yang sanggup diketahui oleh merchant ataupun orang lain. Hal ini sangat berbeda dengan transaksi online konvensional ibarat transfer bank yang membutuhkan nama lengkap dan identitas pendukung.
- Metode Pembayaran Global yang Efisien. Bitcoin sanggup ditransfer dari Indonesia ke Canada dalam waktu 10 menit. Tidak ada bank yang memperlambat prosesnya, tidak ada biaya yang mahal, tidak ada pembekuan dana, tidak akan ada yang bertanya dari mana uang berasal dan apa tujuannya.
- Asalkan ada internet, semua orang sanggup melaksanakan transaksi dimana saja dan kapan saja di dunia ini, dengan memakai tablet, handphone, atau komputer. Bitcoin juga tidak mengenal hari libur atau cuti bersama, mau jam berapa saja, hari apa saja transaksi sanggup dilakukan.
- Harga bitcoin ditentukan oleh penawarean (supplay) dan permintaan (demand).
- Saat ini bitcoin cocok sebagai kawasan investasi.
- Kekurangan
- Bitcoin berpotensi hilang dari dompet digital, bila komputer terjangkit virus atau terjadi pencurian password atau hacker.
- Bitcoin belum menjadi mata uang yang sah dan resmi lantaran tidak mempunyai otoritas yang berwenang untuk menerbitkan dan mengatur, mengelola sirkulasi dan distribusi, menjamin keaslian, menjaga nilai tukar. Semua fungsi tersebut dilakukan oleh sistem sehingga tidak terang penanggungjawabnya.
- Bitcoin tidak diasuransikan
- Bitcoin rawan digunakan sebagai tempat pencucian uang (money laundry).
- Belum ada peraturan yang sah mengeni bitcoin dari Bank Indonesia maupun pemerintah.
- Nilai bitcoin sanggup jatuh atau bahkan mencapai titik 0 (nol).
- Bitcoin sanggup digunakan sebagai transaksi jual-beli gelap ibarat jual- beli senjata api, narkoba dan lainnya.
Pernyataan “tidak sah sebagai alat tukar di Indonesia” terhadap bitcoin semakin dipertegaskan Bank Indonesia dengan memperhatikan konsep bitcoin yang sifatnya independen, ini akan menyulitkan bank sentral atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencatat lalulintas pembayaran yang terjadi bila bitcoin digunakan sebagai alat pembayaran. Resiko terhadap pembersihan mata uang juga akan kerap terjadi serta transaksi-transaksi kotor lainnya akan tidak terlihat, ini karena pemilik atau pengguna bitcoin tidak dapat terdeteksi. Banyak sisi negatif yang akan timbul ketika bitcoin ini dijadikan sebagai alat pembayaran jikalau bitcoin ini bersifat independen dan Bank Indonesia atau OJK belum sanggup melaksanakan pengawasan dan pencatatan terhadap transaksi yang terjadi serta identitas pemilik atau pengguna tidak diketahui.
Sampai ketika ini Bank Indonesia hanya sanggup melegalkan bitcoin saja karena belum adanya peraturan mengenai alat tukar virtual currency atau hukuman tindak pidana dalam undang-undang bila memakai alat tukar lain selain Rupiah. Dalam UU No. 7 Tahun 2011 wacana Mata Uang hanya menjelaskan hukuman tindak pidana bila tidak memakai Rupiah, penolakan terhadap Rupiah, peniruan Rupiah dan merusak Rupiah. Selain bitcoin sanggup dijadikan sebagai alat tukar, bitcoin juga dijadikan sebagai alat investasi oleh penggunnya ibarat yang dipaparkan dalam artikel sebelumnya banyak pengguna bitcoin yang memakai bitcoin memulainya dengan cara berinvestasi terlebih dahulu.
Masyarakat yang mengerti dengan keberadaan uang virtual ini mencoba untuk menginvestasikan dengan cara menukarkan uang Rupiahnya kedalam bitcoin dengan memanfaatkan fluktuasi harga bitcoin. Namun memperhatikan hal ini Bank Indonesia hanya sanggup menghimbau kepada masyarakat pengguna bahwa segala resiko dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan bitcoin atau virtual currency lainnya ditanggung sendiri lantaran tidak adanya pengawasan serta jaminan pemilik dari Bank Indonesia. Ini disebabkan bitcoin bersifat independen.
Jadi berdasarkan irit penulis bitcoin ketika dijadikan sebagai alat tukar maka dengan memperhatikan UU No. 7 Tahun 2011 wacana Mata Uang ini, sanggup dikatakan bahwa bitcoin yakni tidak sah bila digunakan sebagai alat tukar di Indonesia dan dihentikan penggunaannya karena bitcoin diluar dari sistem sentralisasi yang ada di Indonesia. Penggunaan bitcoin tidak dijadikan sebagai alat tukar atau hanya sebagai komoditas ini tidak dipermasalahkan secara yuridis lantaran tidak ada peraturan yang mengatur maupun melarang dari OJK atau Bank Indonesia terhadap bitcoin. Akan tetapi terkait resiko ibarat kehilangan dan kerugian itu ditanggung sendiri oleh penggunanya sebagaimana siaran pers “Pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency Lainnya” No: 16/ 6 /DKom.