Sejarah Pentingnya Persaingan Usaha

SUDUT HUKUM | Setelah runtuhnya sistem-sistem ekonomi perencanaan di Eropa Timur lebih dari satu dasawarsa yang lalu, banyak negara dunia ketiga juga mulai menentukan kebijakan ekonomi yang baru. Negara-negara berkembang semakin sering memanfaatkan instrumen-instrumen menyerupai harga dan persaingan, untuk meningkatkan dinamika pembangunan di negara masing-masing. 

Hal ini disebabkan oleh pengalaman menyedihkan dari kegagalan birokrasi, yang terlalu membebani pemerintah dan penjabat Negara dalam sistem ekonomi terencana. Seperti Negara-negara bekas blok timur, negara-negara berkembang juga harus membayar mahal tanggapan kebijakan ekonomi perencanaan ini. Hal ini terlihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat mereka. Inilah tanggapan penyangkalan terhadap “prinsip ekonomi” yang menempel pada system ekonomi bersiklus padahal prinsip tersebut merupakan syarat fundamental bagi acara ekonomi yang sehat.

“New deal” dalam kebijakan ekonomi banyak negara berkembang ingin mengakhiri pemborosan sumber daya semacam ini. Kebijakan ekonomi gres yang dialami oleh negara-negara dunia ketiga yang sudah terlebih dahulu memanfaatkan instrumen-instrumen pasar dan persaingan dalam membangun ekonomi bangsa.

Dewasa ini sudah lebih 80 negara di dunia yang telah mempunyai Undang-Undang Persaingan Usaha dan Anti Monopoli dan lebih dari 20 negara lainnya sedang berupaya menyusun aturan perundangan yang sama. Langkah Negara-negara tersebut, sementara mengarah pada satu tujuan yaitu meletakkan dasar bagi suatu aturan hukum untuk melaksanakan regulasi guna membuat iklim persaingan perjuangan yang sehat. Persaingan perjuangan yang sehat (fair competition) merupakan salah satu syarat bagi Negara-negara mengelola perekonomian yang berorientasi pasar.

Inti dari ekonomi pasar ialah desentralisasi keputusan, berkaitan dengan “apa”, “berapa banyak”, dan “bagaimana” produksi. Ini berarti individu harus diberi ruang gerak tertentu untuk pengambilan keputusan. Suatu proses pasar hanya sanggup dikembangkan di dalam struktur pengambilan keputusan yang terdesentralisasi artinya bahwa terdapat individu-individu independen dalam jumlah secukupnya, yang menyediakan pemasokan dan undangan dalam suatu pasar, lantaran prosesproses pasar memerlukan saat-saat agresi dan reaksi pelaku-pelaku pasar yang tidak sanggup diprediksi. Ini ialah satu-satunya cara untuk menjamin bahwa kekeliruankekeliruan perencanaan oleh individu tidak semakin terakumulasi sehingga hasilnya menghentikan fungsi pasar sebagai umpan balik sibernetis (cybernetic).

Kecenderungan dan kegandrungan negara-negara di dunia terhadap pasar bebas telah diprediksikan sebelumnya oleh Francis Fukuyama pada periode tahun 1990-an. Menurut Fukuyama, prinsip-prinsip liberal dalam ekonomi “pasar bebas”, telah menyebar dan berhasil memproduksi kesejahteraan material yang belum pernah dicapai sebelumnya.  Kedua hal tersebut terjadi di Negara-negara industri dan di Negara-negara berkembang. Padahal menjelang Perang Dunia II, negara-negara tersebut masih merupakan negara dunia ketiga yang sangat miskin. 

Oleh lantaran itu, berdasarkan Fukuyama sebuah revolusi liberal dalam ajaran ekonomi adakala mendahului dan adakala mengikuti gerakan menuju kebebasan politik di seluruh dunia2. Bagaimanapun juga, untuk memastikan terselenggaranya pasar bebas versi Fukuyama tersebut, rambu-rambu dalam bentuk aturan hukum, tetap perlu dipatuhi oleh para pelaku pasar.

Salah satu esensi penting bagi terselenggaranya pasar bebas tersebut ialah persaingan para pelaku pasar dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam hal ini persaingan perjuangan merupakan sebuah proses di mana para pelaku perjuangan dipaksa menjadi perusahaan yang efisien dengan mengatakan pilihanpilihan produk dan jasa dalam harga yang lebih rendah. 

Persaingan hanya kalau ada dua pelaku perjuangan atau lebih yang mengatakan produk dan jasa kepada para pelanggan dalam sebuah pasar. Untuk merebut hati konsumen, para pelaku perjuangan berusaha mengatakan produk dan jasa yang menarik, baik dari segi harga, kualitas dan pelayanan. Kombinasi ketiga faktor tersebut untuk memenangkan persaingan merebut hati para konsumen sanggup diperoleh melalui inovasi, penerapan teknologi yang tepat, serta kemampuan manajerial untuk mengarahkan sumber daya perusahaan dalam memenangkan persaingan. Jika tidak, pelaku perjuangan akan tersingkir secara alami dari arena pasar.

Sementara itu para ekonom dan praktisi hukum persaingan setuju bahwa umumnya persaingan menguntungkan bagi masyarakat. Pembuat kebijakan persaingan pada banyak sekali jenjang pemerintahan perlu mempunyai pemahaman yang  terperinci mengenai laba persaingan, tindakan apa saja yang sanggup membatasi maupun mendorong persaingan dan bagaimana kebijakan yang mereka terapkan sanggup besar lengan berkuasa terhadap proses persaingan. 

Pemahaman ini akan membantu pembuat kebijakan untuk bisa mengevaluasi dengan lebih baik apakah kebijakan tertentu, contohnya dalam aturan persaingan perjuangan atau perdagangan membuat suatu manfaat luas bagi rakyat.

Agar persaingan sanggup berlangsung, maka kebijakan ekonomi nasional di negara-negara berkembang pertama-tama harus menyediakan sejumlah prasyarat: yang pertama-tama diharapkan ialah mewujudkan pasar yang berfungsi dan prosedur harga. Dalam konteks tersebut, yang dituju ialah penyediaan susukan pasar sebebas mungkin dan pada ketika yang sama menyediakan insentif untuk meningkatkan jumlah dari pengusaha nasional. 

Tingkat integrasi sejumlah pasar setempat dan regional juga harus ditingkatkan melalui peningkatan infrastruktur negara (misalnya jaringan komunikasi dan transportasi). Akhirnya, suatu kebijakan moneter yang berorientasi stabilitas merupakan prasyarat bagi berfungsinya ekonomi persaingan. Hanya dengan cara ini distorsi-distorsi persaingan yang berpotensi melumpuhkan prosedur harga sanggup dihindari.

Dapat dipahami mengapa dalam pasar bebas harus dicegah penguasaan pasar oleh satu, dua, atau beberapa pelaku perjuangan saja (monopoli dan oligopoli), lantaran dalam pasar yang hanya dikuasai oleh sejumlah pelaku perjuangan maka terbuka peluang untuk menghindari atau mematikan bekerjanya prosedur pasar (market mechanism) sehingga harga-harga ditetapkan secara sepihak dan merugikan konsumen. 

Pelaku perjuangan yang jumlahnya sedikit sanggup membuat banyak sekali janji untuk membagi wilayah pemasaran, mengatur harga, kualitas, dan kuantitas barang dan jasa yang ditawarkan (kartel) guna memperoleh laba yang setinggi-tingginya dalam waktu yang relatif singkat. Persaingan di antara para pelaku perjuangan juga sanggup terjadi secara curang (unfair competition) sehingga merugikan konsumen, bahkan negara. Oleh lantaran itu, pengaturan hukum untuk menjamin terselenggaranya pasar bebas secara adil mutlak diperlukan.

Pada pecahan ini akan dijelaskan sejarah persaingan perjuangan di banyak sekali Negara khususnya Amerika Serikat , Korea Selatan , Jepang, Jerman, Australia , Uni Eropa dan Indonesia .